Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
Konten dari Pengguna
Pupuh XIV Pangkur: Warna-warni Peperangan
26 Oktober 2022 15:00 WIB
Tulisan dari Kanaya Afflaha Nissa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Apa yang kalian ketahui tentang sebuah perang?
Tentu sebuah perkelahian, satu dengan yang lain saling pukul, saling tembak-menembak, dan tidak lupa untuk membuat taktik atau siasat dalam berperang.
ADVERTISEMENT
Artikel ini akan membahas salah satu naskah kuno yang berisi sebuah cerita peperangan. Naskah yang penulis ambil ialah naskah berjudul Babad Dipanagara Lan Babad Nagari Purwareja Jilid II. Naskah tersebut berisi beberapa judul cerita yaitu : Pupuh XIV Pangkur, Pupuh XV Kinanthi, Pupuh XVI Sinom, Pupuh XVIII Mijil, Pupuh XIX Maskumambang, Pupuh XX Durma, Pupuh XXI Pucung, Pupuh XXII Pangkur, Pupuh XXIII Sinom, Pupuh XXIV Durma, dan Pupuh XXV Kinanthi.
Sedangkan pada artikel ini, penulis mengambil salah satu judul cerita yaitu Pupuh XIV Pangkur. Penulis mengambil judul Pupuh XIV Pangkur karena menurut penulis di dalam cerita tersebut terdapat warna-warni sebuah perang. Berisi kisah perang pasukan Jawa, Surabaya, Madura serta pasukan Belanda. Dalam Pupuh XIV Pangkur berisi penggalan-penggalan cerita dari peperangan pasukan-pasukan tersebut. Naskah ini dapat dikatakan menarik untuk dibaca.
ADVERTISEMENT
Adapun warna-warni peperangan yang dihadirkan dalam Pupuh XIV Pangkur yaitu:
Pertama, terkait sebuah taktik berperang.
Pada saat perang (pasukan Belanda dengan pasukan Silarong), pasukan Jawa tidak mengetahui taktik Belanda dalam berperang. Barisan Belanda terlihat sangat tertata. Tetapi ketika barisan Jawa banyak yang tewas, barisan Belanda pun banyak yang meninggal. Pasukan Belanda menyerbu dengan Berani. Ketika itu pula Lurah Majasto mengamuk dengan tombak pendek. Banyak orang Belanda yang ditusuk hingga mati. Lurah Majasto sangat tangguh, tidak mempan terkena peluru.
Kedua, bentrokan senjata.
Dalam naskah Babad Dipanagara Lan Babad Nagari Purwareja Jilid II ini menceritakan sebuah situasi peperangan, dimana para pejuang perang saling bersemangat dalam menggunakan senjata perangnya. Meriam milik Belanda tidak ada henti-hentinya berdentum-dentum, mereka lempari dengan tujuan membunuh pasukan Jawa. Meriam milik Sang Sultan (Kyai Nogo) sudah hancur, pasukan Jawa melarikan diri mundur dari peperangan menuju tempat peristirahatan dengan menyebrangi sungai serta mendaki gunung.
ADVERTISEMENT
Ketiga, berpesta pora seusai berperang.
Seusai berperang (pasukan Belanda dengan pasukan Silorang), ada beberapa pasukan yang menenangkan hatinya di tempat peristirahatan, ada beberapa yang bersembunyi, ada yang sedang berunding. Tetapi ada 3 pangeran berpesta pora dengan meminum arak tuak, jenewer anggur arak, serta arak putih yang memabukkan di Loji. Setelah berpesta pora, para pangeran pulang kerumah dengan sangat tergesa-gesa dikarenakan sangat mabuk.
Keempat, permohonan bantuan perang.
Ternyata dalam peperangan selanjutkan (pasukan Belanda dengan pasukan Kertosono), Belanda meminta bantuan kepada pasukan Madura. Mereka mengirim surat kepada Sang Raja Madura yang berisi permintaan bantuan perang. Sang Raja pun memerintahkan kepada pasukannya untuk berangkat pada hari Senin. Lalu pergi bersama serdadu, Madura dan surabaya untuk berperang di Kertosono. Semua berkumpul menjadi satu, pasukan Belanda, Madura serta Surabaya. Pemimpin dalam peperangan ialah Raden Purbonegoro. Sedangkan barisan Makar (pasukan Kertosono) dipimpin oleh Wiryonegoro bersama putranya (Sosrowiryo) sudah bersiap untuk perang. Mereka saling tembak-menembak, meriam pun tidak henti-hentinya dilemparkan. Hanya tersisa sedikit dari mereka pejuang perang yang masih hidup.
ADVERTISEMENT
Kelima, berduka karena peperangan.
Kehilangan kerabat dalam peperangan tentu sebuah resiko yang harus diterima oleh pejuang perang. Dalam peperangan yang dikisahkan dalam Pupuh XIV Pangkur ada seorang Adipati Surabaya yang meninggal, yaitu Adipati Kromowijoyo. Ketika Adipati Kromowijoyo meninggal, lengkap para tuan, para haji, para kaum, penghulu, hakim, haji Tambak, haji Ngampel ikut salat dan mengiringinya. Seluruh masyarakat pesantren mensalatkan jenazah Adipati Surabaya itu. Tidak lupa masing-masing memberikan uang selawatnya yaitu serupiah, para haji masing-masing seringgit. Jenazah dibawa ke Bibis yaitu tempat para kerabatnya sejak dahulu kala ketika jaman Demak.
Di atas merupakan warna-warni peperangan yang dikisahkan dalam Pupuh XIV Pangkur. Setiap peperangan tentulah mengandung kisah tersendiri di dalamnya. Tentu banyak pengetahuan yang dapat kita pelajari.
ADVERTISEMENT