news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Merekam Cerita dan Keindahan Gunung Papandayan

Adhika Graha Irianto Putra
Freelance fotografer yang hobi jalan-jalan. Bikin video juga di youtube : Langkah bicara
Konten dari Pengguna
1 Mei 2021 8:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Adhika Graha Irianto Putra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gunung Papandayan (Foto: ©adhikagraha)
zoom-in-whitePerbesar
Gunung Papandayan (Foto: ©adhikagraha)
ADVERTISEMENT
Siapa sih yang tidak kenal dengan Gunung Papandayan? Gunung yang terletak di Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut ini sudah sejak lama menjadi salah satu gunung favorit yang banyak dikunjungi oleh para wisatawan, baik itu para pendaki gunung atau wisatawan konvensional. Meskipun gunung ini masuk dalam kategori gunung berapi aktif, namun pesonanya malah menjadi keunikan tersendiri bagi para pengunjung khususnya mereka yang tinggal di wilayah Jawa Barat ataupun DKI Jakarta. Dengan kawah eksotis yang tak pernah berhenti mengeluarkan asap tiap harinya membuat gunung yang memiliki ketinggian 2665 meter di atas permukaan laut ini menjadi objek wisata menarik yang sangat layak untuk dikunjungi.
Area Kawah Gunung Papandayan. (Foto: ©adhikagraha)
Menurut beberapa sumber yang sering membahas peristiwa sejarah masa lalu. Pesona Gunung Papandayan ini ternyata sudah dikenal sejak masa kolonialisme dulu. Bahkan bukan hanya dikagumi oleh masyarakat yang tinggal Jawa Barat saja, namun dikagumi juga oleh tokoh-tokoh besar dunia pada masa itu.
ADVERTISEMENT
Salah satunya Nicholas Alexandrovich atau yang kemudian dikenal sebagai Tsar Nicholas II ketika ia datang ke Garut tahun 1891 silam. Dikatakan dalam banyak sumber, jika ia cukup kagum dengan keindahan alam Garut yang dikenal sangat asri dan dikelilingi banyak pegunungan hijau yang salah satunya adalah Gunung Papandayan.
Bahkan menurut berita yang dimuat dalam surat kabar Bintang Barat terbitan 10 Maret 1891, Tsar Rusia terakhir yang memerintah pada 1894 hingga 1918 ini sempat juga berburu babi hutan di Gunung Cikuray 2821 mdpl yang letaknya tidak begitu jauh dari Gunung Papandayan.
Selain itu ada juga bangsawan lain yang memiliki ketertarikan pada Gunung Papandayan. Dia adalah Pangeran Franz Ferdinand, putra mahkota dari Kerajaan Austria-Hongaria (Oostenrijk). Ditulis dalam jurnal yang berjudul Dari Pesanggrahan Hingga Grand Hotel: Akomodasi Penginapan Untuk Turis Pada Masa Hindia-Belanda di Priangan (1869-1942), Frans Ferdinand bahkan dikatakan pernah mendaki ke gunung yang terakhir kali meletus pada November tahun 2002 ini. Dengan pesona alam yang melimpah, tak heran pada abad 19 dan abad 20 awal Garut menjadi destinasi wisata unggulan di Tanah Priangan.
ADVERTISEMENT
Lalu apa saja sih keindahan yang ada di Gunung Papandayan?
Dalam catatan perjalanan kali ini saya akan berbagi sedikit informasi serta keindahan yang pernah saya lihat dan juga potret ketika mendaki ke Gunung Papandayan beberapa waktu yang lalu. Karena jaraknya yang tidak begitu jauh dari pusat Kota Garut, dan hanya perlu 3 jam perjalanan dari Kota Bandung membuat gunung ini cukup sering saya kunjungi.
Untuk masuk kawasan Gunung Papandayan kita tidak perlu syarat-syarat tertentu seperti halnya saat akan mendaki ke gunung yang dikelola oleh Taman Nasional. Terkecuali untuk kondisi seperti sekarang ini, kita diharuskan membawa surat keterangan sehat sebagai syarat pendakian serta selalu menggunakan masker saat berada di area publik yang banyak orang.
ADVERTISEMENT
Sedangkan untuk tiket masuk ke Gunung Papandayan memang dikenal lumayan mahal dibanding gunung lain. Berikut rincian harganya, tiket masuk hari biasa seharga Rp20.000 sementara hari libur Rp30.000 dan untuk tiket kempingnya seharga Rp35.000. Belum lagi jika kita membawa kendaraan roda 4 maka harus membayar lagi biaya tiket dan parkir seharga Rp50.000. Cukup mahal bukan?
Gunung Papandayan punya jalur pendakian landai yang sangat cocok untuk pendaki pemula. (Foto: ©adhikagraha)
Meskipun Gunung Papandayan ini sering dianggap sebagai gunung yang kurang menantang oleh para pendaki, tapi keindahannya tak kalah dengan gunung yang lebih tinggi. Banyak tempat indah yang sangat cocok untuk dijadikan tempat berfoto atau selfie.
Mulai dari Pondok Salada yang banyak ditumbuhi bunga edelweiss, Hutan Mati yang begitu eksotis hingga Ghober Hoet yang sangat cantik ketika dijadikan tempat menyaksikan matahari terbit. Untuk jalur pendakiannya sendiri bisa dibilang lumayan landai, bahkan untuk sampai di area camp yang terletak di Pondok Salada kita hanya perlu berjalan sekitar 2 jam dari area parkir. Jika masih dianggap berat teman-teman pun bisa juga menyewa ojek yang dapat mengantarkan teman-teman ke tempat yang diinginkan.
ADVERTISEMENT
Jadi tak heran jika gunung ini memang sangat direkomendasikan untuk para pemula yang ingin mencoba mengenal kegiatan petualangan ini. Waktu terbaik untuk mengunjungi Gunung Papandayan adalah pada musim kemarau yaitu di antara bulan April-September. Di bulan-bulan tersebut kita bisa melihat pemandangan terbaik dari Gunung Papandayan.
Mungkin Gunung Papandayan ini bisa jadi salah satu referensi tempat wisata yang bisa teman-teman kunjungi nanti setelah pandemi COVID-19 yang sedang kita hadapi mulai mereda. Semoga dari informasi yang saya sampaikan ada manfaat yang bisa diambil. Salam Lestari, Salam Petualangan!
Selain di Pondok Salada teman-teman juga bisa memilih area Ghober Hoet sebagai tempat berkemah. (Foto: ©adhikagraha)
Dengan posisi tegak lurus ke Gunung Cikuray area Ghober Hoet ini sangat cocok untuk dijadikan juga tempat berburu foto landscape. (Foto: ©adhikagraha)
Jika beruntung teman-teman bisa melihat juga pemandangan Galaxy Bima Sakti atau Milky Way yang sangat cantik di Gunung Papandayan. Bulan April sampai September menjadi bulan terbaik untuk menyaksikan atau memotret fenomena alam ini. (Foto: ©adhikagraha)
Jika lebih senang dengan suasana ramai dan lokasi berkemah yang lebih luas Pondok Salada menjadi tempat paling cocok. (Foto: ©adhikagraha)
Pemandangan matahari terbit di area Ghober Hoet dengan background Gunung Cikuray yang berbentuk segitiga. (Foto: ©adhikagraha)
Hutan Mati yang jadi saksi bisu dari erupsi yang pernah terjadi di Gunung Papandayan. (Foto: ©adhikagraha)