Mengenal Kondisi Geologi Pulau Seram: Ambon, Maluku, Mari Siaga

Kania Pinasti S
SainsAsyikFGMI
Konten dari Pengguna
27 September 2019 21:57 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kania Pinasti S tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi gempa. Foto: Thinkstockphotos
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gempa. Foto: Thinkstockphotos
ADVERTISEMENT
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan gempa berkekuatan 6,8 Magnitudo yang kemudian diperbaharui menjadi 6,5 Magnitudo, melanda Ambon, Provinsi Maluku, pada Kamis (26/9).
ADVERTISEMENT
Gempa bumi itu memiliki pusat gempa dangkal dengan kedalaman 10 kilometer (km) dan tak berpotensi tsunami. Letaknya di sekitar 40 km sebelah timur laut Ambon (3,43 ° S, 128,46 ° E). Gempa tersebut diikuti oleh gempa susulan dengan Magnitudo 5,6, kedalaman 10 km pada pukul 07:39 WIB dan terletak 18 km sebelah timur laut Ambon (3.63°S,128.36°E).
Maluku merupakan salah satu daerah rawan gempa dan tsunami karena terletak pada pertemuan tiga lempeng besar, yakni Lempeng Pasifik, Indo-Australia, dan Eurasia. Lempeng Indo-Australia masuk ke bawah Eurasia, bertemu dengan Lempeng Pasifik mengakibatkan patahan tidak beraturan sehingga menyebabkan Maluku masuk ke dalam wilayah rentan gempa. Adapun daerah-daerah rawan gempa di Maluku, yaitu bagian Tenggara, Pulau Ambon, Seram, dan Buru.
Gempa Ambon 26 September 2019. Foto: USGS.

Geologi

Maluku termasuk ke dalam wilayah yang memiliki tingkat kerawanan bencana gempa bumi karena letaknya di atas tiga lempeng dunia. Hal itu menghasilkan terbentuknya tatanan geologi yang kompleks. Sebagian wilayah Maluku merupakan bagian dari Lempeng Eurasia, yang bergerak relatif ke arah tenggara dan berinteraksi dengan Lempeng Indo-Australia yang bergerak relatif ke arah utara Lempeng Pasifik yang bergerak relatif ke arah Barat. Zona pertemuan ketiga lempeng itu membentuk palung yang memiliki kedalaman antara 4.500–7.000 meter yang disebut dengan Zona Subduksi.
ADVERTISEMENT
Sebagai dampak dari interaksi Lempeng Eurasia, Pasifik, dan Indo–Australia, aktivitas tektonik di Provinsi Maluku jadi kompleks dan rumit. Ini juga yang mengakibatkan terbentuknya patahan-patahan di Pulau Maluku, yang berarah barat-timur, barat laut–tenggara, utara–selatan, dan barat daya–timur laut.
Gempa bumi yang berpusat di darat terjadi akibat sesar aktif, meskipun amplitudo yang dimiliki tidak terlalu besar, tetapi risiko yang ditimbulkan sangat tinggi, dikarenakan sumbernya yang dangkal dan dekat dengan pemukiman dan aktivitas penduduk.
Selain itu, akibat pertemuan ketiga lempeng tersebut, Maluku dan Laut Banda dilabeli kawasan zona rawan tsunami. Sebanyak 30 persen tsunami yang terjadi di Indonesia terjadi di wilayah Laut Maluku dan Laut Banda ini.
Wilayah yang dekat dengan sumber gempa bumi kemarin, Kamis (26/9), adalah Pulau Seram. Kondisi geologi Pulau Seram ini didominasi oleh batuan berumur pra-tersier. Batuan berumur tersier dan kuarter ditemukan di wilayah utara Pulau Seram dan Pulau Banda (Ambon). Gempa bumi ini dirasakan kuat oleh para penduduk dikarenakan di daerah pusat gempa, batuan penyusunannya terdiri dari batuan vulkanik dan alluvium berumur kuarter serta batuan sedimen berumur tersier yang mengalami pelapukan, sehingga efeknya kuat ketika ada guncangan terjadi.
ADVERTISEMENT

Tektonika

Indonesia dikeliling oleh zona-zona subduksi. Foto: (UNESCO/IOC 2016)
Pulau Seram merupakan suatu kompleks mobile belt di bagian barat Busur Banda dan merupakan wilayah pertemuan antara Kerak Benua Australia, Kerak Benua Eurasia, dan Kerak Samudera Pasifik. Adapun dua sistem yang membatasi Pulau Seram, yaitu sistem sesar di bagian utara Sorong dan sesar Tarera–Aiduna di bagian selatan.
Konfigurasi Pulau Seram dibentuk mulai dari sesar-sesar naik bersudut lancip hingga sesar mendatar. Seram memiliki tatanan tektonik yang kompleks, yang pada umumnya berupa sesar naik dan sumbu antiklin yang berarah barat laut–tenggara, mengindikasikan bahwa deformasi pada daerah ini dipengaruhi oleh kompresi yang berarah timur laut–barat daya.

Ancaman Bencana

Sebagian besar penelitian dilakukan atas kejadian tsunami yang terjadi diakibatkan oleh gempa bumi, khususnya yang berasal dari Laut Seram dan Laut Banda. Berdasarkan sumber terjadinya gempa bumi yang berpotensi menimbulkan tsunami atau tatanan tektoniknya, wilayah Maluku dapat dibedakan menjadi tiga (UNESCO/IOC 2016):
ADVERTISEMENT
1. Wilayah Laut Maluku (Maluku Utara)
2. Wilayah Laut Seram
3. Wilayah Laut Banda (Ambon dan Banda Naira, serta busur Kepulauan Maluku Tenggara, dan Maluku Barat Daya)
Catatan sejarah Catalogue of Tsunamis on The Western Shore of the Pacific Ocean dan catatan sejarah tsunami lainnya, menginformasikan bahwa antara tahun 1600–2015 terdapat lebih dari 85 peristiwa tsunami terjadi di wilayah Maluku. Dalam kurun waktu yang sama, tercatat tsunami di Indonesia telah terjadi sebanyak 210 kejadian. Sehingga kurang lebih 40 persen kejadian tsunami di Indonesia terjadi di wilayah Maluku.
Sejumlah 40 persen kejadian Gempa Bumi terpusat di Maluku. Foto: UNESCO/IOC, 2016
Selain mendapatkan ancaman tsunami lokal, Maluku Utara dan Maluku memiliki ancaman tsunami jarak jauh, yang dapat diakibatkan oleh sumber gempa yang berasal dari Lempeng Filipina, Jepang, dan Samudera Pasifik.
Pembagian daerah gempa yang dapat menyebabkan tsunami di Maluku. Foto: UNESCO/IOC, 2016

Catatan Sejarah

ADVERTISEMENT
Kutipan tersebut diambil dari catatan sejarah tsunami pertama di Ambon yang dicatat oleh Georg Everhard Rumphius. Fenomena itu disebut dengan tragedi 17 Februari 1674. Rumphius menceritakan kondisi desa-desa di Ambon dan Seram yang hancur akibat kejadian tersebut.
Tanggal 17 Februari 1674, di hari Sabtu, sekitar pukul 7.30 WIT, seluruh provinsi kami–yaitu Leitimor, Hitu, Nusatelo, Seram, Buro, Manipa, Amblau, Kelang, Bonoa, Honimoa, Nusalaut, Oma, dan beberapa tempat lainnya, menderita guncangan yang begitu dahsyat, hingga beberapa orang meyakini bahwa hari kiamat telah tiba.
Lonceng- lonceng di Kastil Victoria di Leytimor berdenting sendiri, orang-orang yang berdiri sambil mengobrol terjatuh ketika tanah bergerak naik turun seperti lautan, bangunan hingga rumah besar ambruk dan menyisakan puing-puing.
ADVERTISEMENT
Air pasang mencapai ketinggian 4-5 kaki, semua orang berlari ke tempat yang lebih tinggi, berusaha menyelematkan diri. Beberapa perahu layar dan arumbae (jenis perahu lokal) warga setempat terempas ke hilir membentur jembatan. Selain itu, jembatan juga nyaris terlepas. Kejadian ini menewaskan total 2.322 korban (UNESCO/IOC 2016).
Catatan Rumphius tentang peristiwa tsunami 1674 tersebut merupakan dokumentasi dan warisan penting bagi masyarakat Ambon dan Seram. Pulau Ambon dan Seram memiliki sejarah kejadian gempa dan tsunami pada ratusan tahun lalu itu dapat terjadi lagi pada masa mendatang. Oleh sebab itu, kita harus belajar dari catatan sejarah sehingga bisa membangun kesiapsiagaan dan meminimalisir bencana yang diakibatkan apabila peristiwa tersebut terjadi lagi.
ADVERTISEMENT
Setelah kejadian tersebut, warga di sana menyebutnya sebagai “Bahaya Seram”. Hal ini dilakukan agar masyarakat selalu waspada. Barangkali karena bencana gempa yang disusul tsunami itu pula lah warga Ambon panik dan waspada akan terjadinya tsunami, meski ada pemberitahuan dari BMKG bahwa gempa yang terjadi pada Kamis (26/9) tidak berpotensi tsunami.
Yang dikhawatirkan adalah apabila tidak terjadi aktivitas gempa dalam waktu yang lama, maka energi yang tersimpan akan semakin besar sehingga sewaktu-waktu dapat keluar dengan kekuatan yang dahsyat.

Rekomendasi:

1. Masyarakat tetap waspada dengan kejadian gempa susulan, yang energinya lebih kecil dari gempa utama.
2. Peningkatan kualitas data melalui upadate informasi baru mengenai identifikasi sesar-sesar aktif yang baru terkuantifikasi.
ADVERTISEMENT

Referensi:

Hamzah Latief, dkk (2016) "Air Turun Naik di Tiga Negeri, Mengingat Tsunami Ambon 1950 di Hutumuri, Hative Kecil dan Galala", UNESCO/IOC.
Soloviev, S. L. and Ch. N. Go (1984) “Catalogue of tsunamis on the western shore of the Pacific Ocean, Canadian Translation of Fisheries and Aquatic Sciences No. 5077”, Canada Institute for Scientific and Technical Information, National Research Council, Ottawa, Ontario, Canada KlA 0S2,1984, Original title: Katalog tsunami na zapadnom poberezh’e tikhogo okeana In: Nauka Publishing House, Moscow, 310 pp., 1974,Original language: Russian.