Konten dari Pengguna

Dua Novum Jessica Wongso

Paulus Ibrahim Kumentas
Advokat PIK Law Office LBH Dewan Pengacara Nasional Indonesia
15 Oktober 2023 19:34 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Paulus Ibrahim Kumentas tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ice Cold Murder, Coffee and Jessica Wongso. Foto: Dok. Netflix
zoom-in-whitePerbesar
Ice Cold Murder, Coffee and Jessica Wongso. Foto: Dok. Netflix
ADVERTISEMENT
Tagar #JusticeForJessica tiba-tiba menjadi viral setelah Netflix menayangkan film dokumenter Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso tentang perjalanan kasus kopi sianida yang membuat Jessica Kumala Wongso dihukum 20 tahun penjara karena dinyatakan terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Wayan Mirna Salihin.
ADVERTISEMENT
Pengungkapan sisi-sisi lain perjalanan kasus ini membuat publik menilai banyak kejanggalan dalam proses persidangan Jessica dan mengakibatkan Jessica Wongso dihukum secara tidak adil.

Apakah kasus kopi sianida ini dibuka kembali?

Jessica Kumala Wongso. Foto: Reuters/Beawiharta
Putusan penjara 20 tahun untuk Jessica Kumala Wongso sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah). Semua upaya hukum sudah dilakukan oleh Jessica, baik itu melalui banding, kasasi, sampai peninjauan kembali (PK).
Memang pada tahun 2013, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah mencabut pasal 268 ayat 3 KUHAP, yang artinya PK bisa dilakukan lebih dari sekali. Namun, tahun 2014, Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan Surat Edaran nomor 07/2014 yang menyatakan PK hanya bisa dilakukan sekali, berdasarkan UU Kehakiman dan UU MA yang tidak pernah diutak-atik oleh MK.
ADVERTISEMENT
Dan, kenyataan yang terjadi di lapangan adalah, bahwa hakim-hakim sangat tunduk terhadap setiap produk hukum dan kebijakan MA, sekalipun putusan MK seharusnya bersifat final dan mengikat. Maka praktis upaya hukum luar biasa melalui PK hanya bisa dilakukan sekali, dan itu sudah dilakukan oleh pihak Jessica dengan hasil PK ditolak.

Bagaimana jika Jessica Wongso tidak bersalah?

Jessica Wongso, tersangka pembunuhan berencana. Foto: Reuters/Beawiharta
Dunia hukum Indonesia pernah mencatat sejarah kelam saat seorang bernama Gunel mengaku bahwa dialah pelaku pembunuhan sadis terhadap pasangan suami istri Sularman-Siti Haya di Bojongsari Bekasi.
Pengakuan ini memukul dunia hukum Indonesia, karena saat itu kasus ini telah menjatuhkan vonis 12 tahun dan 7 tahun penjara terhadap Sengkon dan Karta, dua orang yang dituduh melakukan pembunuhan tersebut.
ADVERTISEMENT
Tragisnya, saat Gunel mengaku, Sengkon dan Karta telah menjalani hukuman penjara selama 6 tahun. Namun, dengan pengakuan Gunel, Sengkon Karta akhirnya dibebaskan melalui mekanisme peninjauan kembali (PK).
Hanya bukti sekuat inilah yang memungkinkan Jessica untuk bisa membebaskan diri dari vonis 20 tahun yang sudah inkrah. Semua fakta hukum (dikatakan sebagai bukti) yang saat ini lalu lalang di berbagai tontonan, sebenarnya sudah diperdebatkan dalam sidang pengadilan di PN Jakarta Pusat, juga telah diuji oleh tiga hakim banding (PT Jakarta), 3 hakim kasasi (MA), dan 3 hakim PK (MA).
Bahkan (alm) Dr Artijo Alkostar, salah satu hakim terbaik yang pernah dimiliki Indonesia, juga menjadi salah satu hakim yang mengadili perkara ini di tingkat kasasi.
ADVERTISEMENT
Putusan PK yang diajukan Jessica pada tahun 2018 pun menyatakan bahwa PK ini ditolak karena substansinya hanya pengulangan dari alasan-alasan yang telah dipertimbangkan secara tepat oleh para hakim di tingkat pertama, banding, dan kasasi.
Hanya dua hal yang bisa menjadi novum sebagai jalan pembebasan bagi Jessica. Pertama, ada orang lain yang mengakui dan membuktikan bahwa dirinyalah yang membunuh Mirna (seperti Gunel dalam kasus Sengkon Karta).
Kedua, Jessica bisa menyatakan dan membuktikan dengan jelas dan terang penyebab kematian Mirna (bukan sekedar berkelit bahwa tidak ada jejak sianida di jasad Mirna).