Konten dari Pengguna

Pengaruh Kerja Hybrid terhadap Kesejahteraan Karyawan: Manfaat dan Tantangan

Syuryatman Desri
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Andalas
5 Oktober 2024 11:40 WIB
·
waktu baca 10 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syuryatman Desri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Syuryatman Desri
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Syuryatman Desri
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perubahan mendadak yang terjadi pada lingkungan kerja selama beberapa tahun terakhir, dipicu oleh pandemi COVID-19, telah merombak paradigma tradisional terkait cara kita bekerja. Salah satu perubahan signifikan yang muncul sebagai dampak pandemi adalah model kerja hybrid, di mana karyawan bisa bekerja dari rumah dan sesekali hadir di kantor sesuai kebutuhan. Model ini telah diadopsi oleh berbagai perusahaan di seluruh dunia dan, di tengah pemulihan global, kini tampak akan terus menjadi bagian penting dari lanskap pekerjaan di masa depan.
ADVERTISEMENT
Kerja hybrid menawarkan fleksibilitas yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Model ini memungkinkan karyawan untuk menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan pribadi secara lebih efektif, sambil mempertahankan koneksi sosial dan kolaborasi yang terjadi di tempat kerja fisik. Namun, meskipun model kerja hybrid memiliki banyak manfaat, penerapannya juga membawa sejumlah tantangan yang perlu dikelola dengan hati-hati, terutama dalam hal kesejahteraan karyawan.
Dalam artikel ini, kita akan membahas pengaruh kerja hybrid terhadap kesejahteraan karyawan dengan mempertimbangkan aspek fisik, mental, dan sosial. Di samping itu, akan diuraikan manfaat yang diperoleh serta kendala yang dihadapi dalam implementasi model kerja hybrid. Sebagai bagian dari pembahasan ini, kita juga akan melihat bagaimana perusahaan dapat mengoptimalkan model kerja hybrid untuk mendukung kesejahteraan karyawan dan mempertahankan produktivitas dalam jangka panjang.
ADVERTISEMENT

Manfaat Kerja Hybrid terhadap Kesejahteraan Karyawan

1. Fleksibilitas Waktu dan Peningkatan Keseimbangan Kehidupan Kerja

Salah satu manfaat paling signifikan dari kerja hybrid adalah fleksibilitas waktu yang ditawarkannya. Karyawan yang sebelumnya harus terikat dengan jadwal kerja yang kaku di kantor kini memiliki kebebasan lebih dalam mengatur waktu kerja mereka. Fleksibilitas ini memungkinkan karyawan untuk lebih mudah mengintegrasikan tugas-tugas pribadi ke dalam rutinitas harian mereka, seperti merawat anak, mengurus keluarga, atau bahkan mengambil waktu untuk menjaga kesehatan mental mereka.
Menurut sebuah studi dari Global Workplace Analytics (2022), 77% karyawan yang bekerja secara hybrid melaporkan peningkatan keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi. Dengan model kerja hybrid, karyawan dapat mengurangi stres yang diakibatkan oleh perjalanan pulang-pergi ke kantor setiap hari, yang sering kali memakan waktu dan menambah beban mental. Hal ini dapat meningkatkan kualitas hidup karyawan secara keseluruhan, sekaligus menurunkan risiko kelelahan (burnout) yang selama ini menjadi salah satu masalah utama dalam dunia kerja.
ADVERTISEMENT

2. Meningkatkan Otonomi dan Kepuasan Kerja

Kerja hybrid juga memberi karyawan lebih banyak otonomi dalam mengatur cara mereka bekerja. Karyawan memiliki kebebasan untuk memilih lingkungan kerja yang paling sesuai dengan preferensi dan kebutuhan mereka, baik itu bekerja di rumah atau di kantor. Rasa otonomi ini berhubungan erat dengan tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi, karena karyawan merasa memiliki kontrol lebih besar atas pekerjaan mereka dan waktu mereka.
Penelitian yang dilakukan oleh Harvard Business Review (2021) menunjukkan bahwa karyawan yang diberi otonomi lebih dalam menentukan cara mereka bekerja cenderung lebih puas dengan pekerjaan mereka dan memiliki tingkat komitmen yang lebih tinggi terhadap organisasi. Mereka juga merasa lebih dihargai, yang berkontribusi pada kesejahteraan mental dan emosional mereka.

3. Pengurangan Biaya dan Stres Perjalanan

Model kerja hybrid secara langsung mengurangi biaya yang harus dikeluarkan karyawan untuk transportasi dan biaya hidup lainnya yang terkait dengan pergi ke kantor setiap hari. Selain itu, mengurangi kebutuhan untuk melakukan perjalanan ke tempat kerja secara rutin juga mengurangi stres fisik dan mental yang sering kali diakibatkan oleh kemacetan, perjalanan panjang, atau kelelahan akibat perjalanan sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Data dari International Workplace Group (IWG) pada tahun 2021 menyatakan bahwa sekitar 50% karyawan yang bekerja secara hybrid melaporkan penghematan biaya yang signifikan, terutama dalam hal biaya transportasi, makanan, dan pakaian kerja. Lebih jauh, pengurangan waktu perjalanan memberi karyawan lebih banyak waktu untuk kegiatan pribadi, seperti berolahraga, bersosialisasi, atau mengembangkan hobi, yang dapat berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan mental.

4. Peningkatan Kesejahteraan Mental dan Pengelolaan Stres

Dengan lebih sedikit tekanan dari keharusan berada di kantor sepanjang waktu, karyawan memiliki kesempatan lebih besar untuk mengelola stres dan menjaga kesehatan mental mereka. Beberapa studi menunjukkan bahwa bekerja dari rumah dalam waktu tertentu memungkinkan karyawan untuk bekerja di lingkungan yang nyaman dan mendukung, yang membantu mengurangi tekanan pekerjaan. Hal ini secara langsung berdampak positif pada kesehatan mental mereka.
ADVERTISEMENT
American Psychological Association (APA) dalam laporan tahun 2021 menemukan bahwa 59% karyawan yang bekerja dalam lingkungan hybrid melaporkan tingkat stres yang lebih rendah dibandingkan mereka yang harus bekerja penuh di kantor. Karyawan merasa lebih mampu mengatur waktu untuk beristirahat, menghabiskan waktu dengan keluarga, atau melakukan aktivitas relaksasi lainnya, yang membantu mereka menjaga keseimbangan emosional.

5. Meningkatkan Keterlibatan dan Produktivitas Karyawan

Walaupun ada kekhawatiran bahwa kerja jarak jauh atau hybrid dapat mengurangi produktivitas, penelitian terbaru justru menunjukkan sebaliknya. Studi yang dilakukan oleh Stanford University (2021) menunjukkan bahwa karyawan yang bekerja secara hybrid cenderung lebih produktif dibandingkan mereka yang bekerja penuh waktu di kantor. Salah satu alasan utama adalah karena karyawan dapat menyesuaikan waktu kerja mereka dengan periode paling produktif mereka, serta mengurangi gangguan yang biasanya ada di lingkungan kantor.
ADVERTISEMENT
Selain itu, bekerja dari rumah memberikan karyawan ruang untuk lebih fokus pada tugas-tugas penting tanpa terganggu oleh interaksi sosial yang mungkin mengalihkan perhatian mereka. Fleksibilitas ini tidak hanya meningkatkan produktivitas tetapi juga keterlibatan karyawan, karena mereka merasa lebih termotivasi ketika diberikan kepercayaan untuk mengelola pekerjaan mereka secara mandiri.

Kendala Kerja Hybrid terhadap Kesejahteraan Karyawan

Ilustrasi working from home (WFH). Foto: Getty Images
Meskipun manfaat yang ditawarkan oleh kerja hybrid cukup signifikan, penerapannya juga membawa tantangan dan kendala tersendiri yang dapat memengaruhi kesejahteraan karyawan. Tantangan ini perlu diatasi dengan baik agar model kerja hybrid dapat diterapkan secara berkelanjutan.

1. Kurangnya Batasan Antara Pekerjaan dan Kehidupan Pribadi

Salah satu kendala utama dari kerja hybrid, terutama ketika karyawan bekerja dari rumah, adalah hilangnya batasan yang jelas antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Ketika bekerja dari rumah, banyak karyawan merasa sulit untuk "mematikan" mode kerja setelah jam kerja berakhir, karena ruang kerja mereka sering kali berada di rumah yang juga merupakan tempat mereka beristirahat. Hal ini dapat menyebabkan perasaan terus-menerus bekerja, yang pada gilirannya dapat menyebabkan kelelahan mental dan emosional.
ADVERTISEMENT
Sebuah survei yang dilakukan oleh Microsoft (2021) menemukan bahwa 39% karyawan yang bekerja dari rumah melaporkan mengalami kesulitan dalam memisahkan pekerjaan dan kehidupan pribadi, yang berujung pada peningkatan stres dan risiko burnout. Kondisi ini lebih menonjol pada karyawan yang memiliki tanggung jawab keluarga yang besar, seperti orang tua yang harus mengurus anak-anak selama mereka bekerja dari rumah.

2. Isolasi Sosial dan Kurangnya Interaksi Tatap Muka

Meskipun kerja hybrid menawarkan fleksibilitas, salah satu kekurangannya adalah risiko isolasi sosial, terutama bagi karyawan yang lebih sering bekerja dari rumah. Isolasi sosial ini dapat berdampak negatif pada kesehatan mental karyawan, karena manusia secara alami membutuhkan interaksi sosial yang bermakna untuk menjaga keseimbangan emosional dan psikologis mereka.
Studi dari Society for Human Resource Management (SHRM) pada tahun 2021 menemukan bahwa 22% karyawan yang bekerja dari rumah sebagian besar waktu merasa terisolasi dan kurang terhubung dengan rekan kerja mereka. Ketidakmampuan untuk berinteraksi secara langsung dengan tim atau manajer dapat menimbulkan perasaan keterasingan, yang pada akhirnya dapat berdampak negatif pada keterlibatan dan kesejahteraan emosional mereka.
ADVERTISEMENT

3. Kurangnya Dukungan Teknologi yang Memadai

Meskipun teknologi memungkinkan kerja hybrid menjadi mungkin, masih ada sejumlah kendala terkait infrastruktur teknologi yang dapat mempengaruhi efektivitas model ini. Tidak semua karyawan memiliki akses ke peralatan atau jaringan internet yang stabil di rumah, yang dapat mengganggu pekerjaan mereka dan menyebabkan frustasi. Ketergantungan pada teknologi juga menimbulkan masalah terkait keamanan data dan privasi, terutama ketika karyawan bekerja dengan data sensitif dari rumah.
Menurut sebuah laporan oleh Gartner (2021), 40% organisasi melaporkan tantangan dalam menyediakan dukungan teknologi yang memadai bagi karyawan yang bekerja secara hybrid, termasuk akses ke perangkat keras, perangkat lunak, serta pelatihan untuk menggunakan alat digital. Ketidakmampuan untuk mengakses teknologi yang diperlukan dapat meningkatkan tingkat stres karyawan dan menghambat produktivitas mereka.
ADVERTISEMENT

4. Masalah Kolaborasi dan Koordinasi Tim

Dalam model kerja hybrid, di mana karyawan bekerja dari lokasi yang berbeda, tantangan terkait kolaborasi dan koordinasi tim menjadi lebih menonjol. Komunikasi yang tidak terkoordinasi dengan baik, perbedaan zona waktu, atau kurangnya kesempatan untuk diskusi spontan dapat menghambat kolaborasi yang efektif. Ketika sebagian anggota tim bekerja di kantor dan yang lainnya bekerja dari rumah, kesenjangan dalam akses informasi atau kesempatan untuk berinteraksi dapat terjadi, yang menyebabkan ketidakseimbangan dalam tim.
Menurut penelitian dari McKinsey & Company (2021), 30% manajer melaporkan kesulitan dalam mengelola tim hybrid, terutama dalam hal memastikan komunikasi yang efisien dan keselarasan tugas. Masalah ini dapat menciptakan ketegangan antar anggota tim, memperlambat pengambilan keputusan, serta menurunkan produktivitas.

5. Kesulitan dalam Pengembangan Karir dan Hubungan Profesional

Salah satu risiko jangka panjang dari kerja hybrid adalah potensi kesenjangan dalam pengembangan karier. Karyawan yang bekerja lebih banyak dari rumah mungkin merasa terlewatkan dalam hal peluang promosi, pelatihan, atau pengembangan keterampilan. Kurangnya interaksi langsung dengan manajer atau rekan kerja senior dapat mempengaruhi visibilitas mereka dalam organisasi, yang dapat menghambat pertumbuhan karier mereka.
ADVERTISEMENT
Data dari Workplace Intelligence (2022) menunjukkan bahwa 26% karyawan yang bekerja secara hybrid merasa khawatir bahwa model kerja ini akan berdampak negatif pada prospek karier mereka. Ketika karyawan merasa tidak memiliki akses yang sama terhadap peluang pengembangan atau hubungan profesional yang kuat, motivasi mereka dapat menurun, yang pada akhirnya berdampak pada kinerja dan keterlibatan mereka di tempat kerja.
Ilustrasi working from home (WFH). Foto: Getty Images

Strategi Mengoptimalkan Kerja Hybrid untuk Mendukung Kesejahteraan Karyawan

Untuk memastikan bahwa model kerja hybrid memberikan manfaat maksimal bagi kesejahteraan karyawan, perusahaan perlu menerapkan strategi yang efektif dalam mengatasi kendala yang ada. Berikut adalah beberapa strategi yang dapat diadopsi oleh perusahaan:

1. Membuat Batasan yang Jelas antara Waktu Kerja dan Pribadi

Untuk mengatasi masalah ketidakseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, perusahaan perlu mendorong karyawan untuk menetapkan batasan yang jelas dalam hal jam kerja. Ini bisa dilakukan dengan menetapkan pedoman terkait kapan karyawan harus tersedia untuk bekerja dan kapan mereka harus menghentikan aktivitas kerja. Manajer juga harus berkomunikasi secara jelas bahwa karyawan tidak diharapkan untuk terus bekerja di luar jam kerja mereka.
ADVERTISEMENT

2. Meningkatkan Dukungan Sosial dan Interaksi Tim

Untuk mengatasi isolasi sosial, perusahaan dapat mendorong lebih banyak interaksi sosial antara karyawan, baik secara langsung maupun virtual. Hal ini bisa dilakukan melalui pertemuan tim yang rutin, sesi ice-breaking virtual, atau acara sosial kantor yang memfasilitasi interaksi di luar pekerjaan. Membangun hubungan sosial yang kuat antar anggota tim sangat penting untuk menjaga kesejahteraan emosional karyawan yang bekerja secara hybrid.

3. Memberikan Dukungan Teknologi yang Memadai

Perusahaan perlu memastikan bahwa karyawan yang bekerja dari rumah memiliki akses ke teknologi yang memadai, termasuk perangkat keras, perangkat lunak, dan pelatihan yang dibutuhkan untuk bekerja secara efisien. Dukungan teknologi yang kuat akan membantu karyawan bekerja dengan lebih lancar dan mengurangi stres yang disebabkan oleh masalah teknis.

4. Mengembangkan Program Pengembangan Karir yang Inklusif

Untuk memastikan bahwa karyawan yang bekerja secara hybrid tidak tertinggal dalam pengembangan karir mereka, perusahaan harus menyediakan program pelatihan dan mentoring yang mudah diakses oleh semua karyawan, baik yang bekerja dari rumah maupun di kantor. Selain itu, manajer harus memastikan bahwa semua karyawan memiliki peluang yang sama untuk mendapatkan promosi dan pengakuan, tanpa memandang lokasi kerja mereka.
ADVERTISEMENT

5. Mendorong Budaya Kerja yang Fleksibel dan Terbuka

Budaya kerja yang fleksibel adalah kunci untuk sukses dalam model kerja hybrid. Perusahaan harus mendorong komunikasi yang terbuka, transparan, dan kolaboratif, serta menciptakan lingkungan di mana karyawan merasa nyaman untuk berbagi masalah atau tantangan yang mereka hadapi. Fleksibilitas dalam hal jam kerja dan cara bekerja juga harus dipromosikan sebagai bagian dari budaya kerja organisasi.
Kerja hybrid akan memberikan banyak manfaat bagi kesejahteraan karyawan, termasuk fleksibilitas yang lebih besar, peningkatan keseimbangan kehidupan kerja, dan pengurangan stres akibat perjalanan. Namun, model ini juga menghadirkan sejumlah tantangan, seperti isolasi sosial, masalah teknologi, dan kesulitan dalam pengembangan karier. Untuk mengoptimalkan manfaat kerja hybrid, perusahaan perlu menerapkan strategi yang efektif untuk mengatasi kendala ini, dengan fokus pada kesejahteraan karyawan dalam jangka panjang.
ADVERTISEMENT
Dengan strategi yang tepat, kerja hybrid dapat menjadi model kerja yang tidak hanya meningkatkan kesejahteraan karyawan tetapi juga mendukung produktivitas dan inovasi organisasi. Di masa depan, model kerja hybrid diperkirakan akan terus berkembang, dan perusahaan yang berhasil menavigasi tantangan ini akan memiliki keuntungan kompetitif yang signifikan.