Konten dari Pengguna

Strategi Meningkatkan Keterlibatan Karyawan di Masa Krisis

Syuryatman Desri
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Andalas
8 Oktober 2024 10:17 WIB
·
waktu baca 9 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syuryatman Desri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Canva
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Canva
ADVERTISEMENT
Krisis adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari dalam dunia bisnis. Baik itu dalam bentuk resesi ekonomi, pandemi global, bencana alam, atau krisis internal organisasi, dampak dari krisis terhadap operasional perusahaan sering kali bersifat mendalam dan berkelanjutan. Di masa krisis, perusahaan sering kali menghadapi penurunan pendapatan, ketidakpastian pasar, dan tekanan yang meningkat pada sumber daya manusia. Dalam situasi seperti ini, keterlibatan karyawan—atau yang dikenal sebagai employee engagement—menjadi faktor kunci yang dapat menentukan kesuksesan atau kegagalan organisasi dalam menghadapi tantangan.
ADVERTISEMENT
Keterlibatan karyawan mengacu pada tingkat komitmen, loyalitas, dan antusiasme yang ditunjukkan karyawan terhadap pekerjaan dan perusahaan mereka. Karyawan yang terlibat secara emosional dan kognitif cenderung bekerja lebih keras, lebih produktif, dan memiliki tingkat retensi yang lebih tinggi. Namun, di masa krisis, tingkat keterlibatan karyawan cenderung menurun. Ketidakpastian ekonomi, penyesuaian kebijakan kerja, serta perubahan mendadak dalam lingkungan kerja dapat memicu perasaan tidak aman, stres, dan kehilangan motivasi di antara karyawan.
Dalam tulisan ini, kita akan membahas strategi-strategi yang dapat diterapkan oleh organisasi untuk meningkatkan keterlibatan karyawan di masa krisis. Dengan memahami tantangan yang ada dan mengadopsi pendekatan yang proaktif, perusahaan dapat tidak hanya bertahan tetapi juga berkembang selama masa-masa sulit.
Mengapa Keterlibatan Karyawan Menjadi Tantangan di Masa Krisis?
ADVERTISEMENT
Krisis menciptakan tekanan tambahan yang dapat berdampak negatif pada keterlibatan karyawan. Beberapa faktor utama yang menyebabkan penurunan keterlibatan karyawan selama masa krisis adalah:
1. Ketidakpastian Ekonomi dan Pekerjaan
Dalam masa krisis ekonomi, banyak karyawan merasa khawatir tentang keamanan pekerjaan mereka. Penurunan pendapatan, pemotongan anggaran, dan kemungkinan pemutusan hubungan kerja (PHK) menyebabkan stres dan kecemasan. Menurut survei yang dilakukan oleh Gallup (2020), 45% karyawan yang menghadapi ketidakpastian terkait pekerjaan melaporkan penurunan tingkat keterlibatan mereka di tempat kerja. Ketakutan akan kehilangan pekerjaan menciptakan tekanan mental yang dapat mengganggu produktivitas dan loyalitas karyawan.
2. Perubahan Lingkungan Kerja dan Pola Kerja
Pandemi COVID-19, misalnya, membawa perubahan besar dalam cara kita bekerja. Peralihan mendadak ke model kerja jarak jauh (work from home/WFH) menciptakan tantangan baru dalam hal komunikasi, kolaborasi, dan manajemen karyawan. Dalam situasi normal, keterlibatan karyawan sering kali bergantung pada interaksi langsung di tempat kerja, seperti pertemuan tim, bimbingan dari atasan, atau dukungan sosial dari rekan kerja. Namun, ketika peralihan ke kerja jarak jauh berlangsung secara mendadak, banyak karyawan merasa terisolasi, kurang didukung, dan mengalami kesulitan dalam mempertahankan motivasi kerja. Sebuah studi oleh McKinsey & Company (2020) menunjukkan bahwa 33% karyawan yang bekerja jarak jauh merasa kurang terlibat dan lebih rentan mengalami burnout dibandingkan mereka yang bekerja di kantor.
ADVERTISEMENT
3. Peningkatan Stres dan Kesejahteraan Mental
Masa krisis cenderung meningkatkan tingkat stres karyawan, baik karena ketidakpastian pekerjaan, penyesuaian kehidupan pribadi, maupun tekanan tambahan dari tanggung jawab di tempat kerja. Stres berkepanjangan dapat mengurangi keterlibatan dan produktivitas karyawan. Laporan dari American Psychological Association (APA) (2021) mencatat bahwa 58% karyawan melaporkan peningkatan tingkat stres selama pandemi COVID-19, yang berdampak langsung pada penurunan motivasi dan keterlibatan di tempat kerja.
4. Kurangnya Dukungan Manajerial
Selama masa krisis, manajer sering kali terfokus pada memastikan kelangsungan bisnis dan mencapai target, sehingga aspek emosional dan kesejahteraan karyawan terkadang diabaikan. Hal ini dapat membuat karyawan merasa tidak didukung secara personal dan profesional, yang pada akhirnya memengaruhi keterlibatan mereka. Harvard Business Review (2020) menekankan bahwa 70% variasi dalam keterlibatan karyawan bergantung pada kualitas hubungan mereka dengan manajer langsung. Ketika manajer gagal memberikan dukungan yang cukup di masa krisis, keterlibatan karyawan cenderung menurun drastis.
ADVERTISEMENT
Strategi untuk Meningkatkan Keterlibatan Karyawan di Masa Krisis
Untuk mengatasi tantangan yang disebutkan di atas, perusahaan perlu mengadopsi pendekatan yang lebih strategis dan proaktif dalam menjaga serta meningkatkan keterlibatan karyawan selama masa krisis. Berikut adalah beberapa strategi yang dapat diterapkan:
1. Komunikasi yang Terbuka dan Transparan
Salah satu faktor utama yang memengaruhi keterlibatan karyawan di masa krisis adalah komunikasi. Karyawan perlu mendapatkan informasi yang akurat dan tepat waktu tentang keadaan perusahaan, rencana masa depan, serta dampak krisis terhadap pekerjaan mereka. Komunikasi yang terbuka dan transparan membantu mengurangi ketidakpastian dan kecemasan karyawan. Menurut Gallup (2020), perusahaan yang menjaga komunikasi terbuka dengan karyawan selama krisis memiliki tingkat keterlibatan yang lebih tinggi hingga 23%.
ADVERTISEMENT
Manajer perlu secara rutin memberikan pembaruan tentang kondisi perusahaan, perubahan kebijakan, serta memberikan kesempatan bagi karyawan untuk menyuarakan pertanyaan atau kekhawatiran mereka. Melibatkan karyawan dalam diskusi terbuka juga memberi mereka rasa memiliki dan partisipasi dalam pengambilan keputusan, yang dapat meningkatkan keterlibatan secara signifikan.
2. Pentingnya Empati dalam Kepemimpinan
Kepemimpinan yang berempati sangat penting di masa krisis. Pemimpin yang mampu memahami dan merespons kebutuhan emosional serta mental karyawan cenderung lebih efektif dalam menjaga keterlibatan karyawan. Pemimpin yang empatik mampu mengenali tanda-tanda stres dan burnout, serta memberikan dukungan yang diperlukan, baik dalam bentuk fleksibilitas kerja, konseling, atau pengurangan beban kerja sementara.
Sebuah penelitian oleh Harvard Business Review (2021) menunjukkan bahwa karyawan yang merasa didukung secara emosional oleh manajer mereka memiliki 67% lebih sedikit kemungkinan untuk mengalami penurunan keterlibatan selama krisis. Pemimpin yang berempati menciptakan lingkungan kerja yang aman secara psikologis, di mana karyawan merasa nyaman untuk berbicara tentang tantangan yang mereka hadapi tanpa takut akan konsekuensi negatif.
ADVERTISEMENT
3. Menyediakan Dukungan untuk Kesejahteraan Mental dan Fisik
Kesejahteraan karyawan harus menjadi prioritas utama di masa krisis. Karyawan yang merasa kesehatan mental dan fisik mereka didukung oleh perusahaan cenderung lebih terlibat dan termotivasi. Salah satu cara untuk meningkatkan keterlibatan karyawan adalah dengan menyediakan akses ke program kesejahteraan, seperti konseling psikologis, layanan kesehatan, atau pelatihan mindfulness.
Sebagai contoh, perusahaan seperti Google dan Microsoft telah memperkenalkan program kesehatan mental yang ditargetkan untuk membantu karyawan mengatasi stres selama masa krisis. World Health Organization (WHO) (2020) mencatat bahwa perusahaan yang menyediakan layanan kesehatan mental untuk karyawan selama pandemi mengalami peningkatan keterlibatan dan produktivitas hingga 20%. Dengan mendukung kesejahteraan karyawan, perusahaan tidak hanya meningkatkan keterlibatan tetapi juga memastikan mereka dapat tetap produktif di tengah tantangan yang ada.
ADVERTISEMENT
4. Menerapkan Fleksibilitas Kerja yang Adaptif
Di masa krisis, terutama selama pandemi, fleksibilitas kerja menjadi salah satu elemen kunci dalam meningkatkan keterlibatan karyawan. Model kerja hybrid atau fleksibel memungkinkan karyawan untuk menyesuaikan jadwal kerja mereka dengan kebutuhan pribadi, terutama bagi mereka yang harus mengurus keluarga atau menyesuaikan diri dengan kondisi rumah tangga.
Sebuah studi oleh Deloitte (2021) menunjukkan bahwa perusahaan yang menerapkan kebijakan kerja fleksibel selama pandemi melaporkan peningkatan keterlibatan karyawan sebesar 55%. Fleksibilitas kerja membantu mengurangi stres dan meningkatkan keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi, yang pada akhirnya meningkatkan kepuasan dan keterlibatan karyawan.
5. Mengakui dan Menghargai Kontribusi Karyawan
Pengakuan dan penghargaan terhadap upaya karyawan sangat penting untuk menjaga keterlibatan mereka di masa krisis. Ketika karyawan merasa bahwa usaha mereka diakui dan dihargai, mereka cenderung lebih termotivasi untuk terus bekerja keras meskipun di bawah tekanan. Penghargaan tidak harus selalu berupa insentif finansial, tetapi juga bisa dalam bentuk pengakuan verbal, penghargaan publik, atau bahkan program penghargaan internal yang dirancang untuk merayakan pencapaian karyawan.
ADVERTISEMENT
Gallup (2020) mencatat bahwa perusahaan yang secara aktif menghargai dan mengakui pencapaian karyawan selama masa krisis memiliki tingkat keterlibatan karyawan yang lebih tinggi hingga 40% dibandingkan dengan perusahaan yang tidak memberikan penghargaan. Program penghargaan dan pengakuan dapat membantu karyawan merasa dihargai dan diprioritaskan oleh perusahaan.
6. Menyediakan Pelatihan dan Pengembangan Karir di Tengah Krisis
Di masa krisis, pengembangan karir sering kali menjadi hal yang terabaikan, karena perusahaan lebih fokus pada kelangsungan operasional. Namun, karyawan yang melihat peluang untuk berkembang secara profesional cenderung tetap terlibat meskipun di tengah ketidakpastian. Menyediakan pelatihan, bimbingan, dan pengembangan keterampilan bagi karyawan di masa krisis dapat meningkatkan keterlibatan mereka dengan perusahaan.
Perusahaan seperti IBM dan Salesforce, misalnya, menawarkan pelatihan digital yang fleksibel selama pandemi untuk membantu karyawan meningkatkan keterampilan mereka di tengah tantangan. Penelitian oleh LinkedIn Learning (2021) menunjukkan bahwa karyawan yang memiliki akses ke pelatihan dan pengembangan selama masa krisis memiliki tingkat keterlibatan yang 35% lebih tinggi daripada mereka yang tidak memiliki akses.
ADVERTISEMENT
7. Mengukur dan Memantau Keterlibatan Secara Teratur
Memantau dan mengukur keterlibatan karyawan secara berkala adalah langkah penting untuk memahami kondisi karyawan dan mengidentifikasi area yang memerlukan perbaikan. Survei keterlibatan karyawan, wawancara umpan balik, dan diskusi kelompok dapat membantu perusahaan untuk mengetahui tingkat keterlibatan secara real-time dan menentukan langkah-langkah yang diperlukan untuk mempertahankannya.
McKinsey & Company (2020) melaporkan bahwa perusahaan yang secara aktif memantau keterlibatan karyawan selama krisis mampu mengambil langkah-langkah proaktif yang meningkatkan kepuasan dan retensi karyawan hingga 30%. Dengan memahami faktor-faktor yang memengaruhi keterlibatan, perusahaan dapat menyesuaikan strategi mereka untuk memenuhi kebutuhan karyawan secara lebih efektif.
Tantangan dalam Meningkatkan Keterlibatan Karyawan di Masa Krisis
Meskipun berbagai strategi dapat diterapkan untuk meningkatkan keterlibatan karyawan, perusahaan juga menghadapi sejumlah tantangan yang perlu diatasi. Beberapa tantangan utama meliputi:
ADVERTISEMENT
1. Tekanan Finansial dan Pengurangan Sumber Daya
Selama masa krisis, banyak perusahaan yang menghadapi penurunan pendapatan dan harus melakukan penghematan biaya. Pengurangan anggaran ini sering kali berarti kurangnya sumber daya untuk mendukung program kesejahteraan, pelatihan, atau pengembangan karir bagi karyawan. Hal ini dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk secara aktif meningkatkan keterlibatan karyawan.
2. Keterbatasan Teknologi dalam Mendukung Komunikasi dan Kolaborasi
Meskipun kerja jarak jauh memberikan fleksibilitas, tantangan teknologi tetap ada, terutama bagi perusahaan yang tidak memiliki infrastruktur digital yang memadai. Keterbatasan alat kolaborasi digital, masalah koneksi internet, atau kurangnya pelatihan dalam menggunakan teknologi kerja jarak jauh dapat menghambat keterlibatan dan produktivitas karyawan. Menurut survei PwC (2021), 40% perusahaan di negara berkembang menghadapi tantangan dalam memastikan karyawan memiliki akses yang cukup ke teknologi yang diperlukan untuk bekerja secara efektif dari jarak jauh.
ADVERTISEMENT
3. Kesenjangan dalam Pengelolaan Karyawan yang Bekerja Hybrid dan Remote
Manajemen tim hybrid atau remote dapat menjadi tantangan tersendiri bagi pemimpin. Pemimpin harus memastikan bahwa baik karyawan yang bekerja dari kantor maupun yang bekerja dari rumah mendapatkan perhatian dan dukungan yang sama. Jika ada perbedaan dalam akses ke sumber daya atau komunikasi, hal ini dapat menyebabkan kesenjangan dalam keterlibatan di antara anggota tim.
4. Perubahan Budaya Kerja
Masa krisis sering kali menuntut perubahan besar dalam budaya kerja, yang bisa sulit untuk diterima oleh semua karyawan. Budaya kerja yang telah mapan mungkin terganggu oleh perubahan kebijakan atau prosedur, yang dapat memengaruhi keterlibatan. Perubahan mendadak dalam ekspektasi atau tuntutan kerja dapat menciptakan resistensi di antara karyawan yang tidak siap untuk beradaptasi.
ADVERTISEMENT
Keterlibatan karyawan adalah elemen penting yang menentukan keberhasilan organisasi, terutama di masa krisis. Dengan menerapkan strategi-strategi yang berfokus pada komunikasi yang transparan, kepemimpinan yang empatik, dukungan kesejahteraan, fleksibilitas kerja, serta penghargaan terhadap kontribusi karyawan, perusahaan dapat meningkatkan keterlibatan karyawan meskipun dalam situasi sulit. Meskipun ada tantangan yang signifikan, seperti tekanan finansial dan keterbatasan teknologi, organisasi yang berhasil mengatasi tantangan ini akan lebih mampu mempertahankan karyawan yang terlibat, produktif, dan loyal.
Investasi dalam keterlibatan karyawan di masa krisis bukan hanya penting untuk kelangsungan jangka pendek, tetapi juga untuk menciptakan tenaga kerja yang siap menghadapi tantangan di masa depan. Di masa yang semakin kompleks ini, organisasi yang mengutamakan keterlibatan karyawan akan memiliki keunggulan kompetitif dalam mempertahankan talenta terbaik dan menciptakan budaya kerja yang kuat.
ADVERTISEMENT