Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
Lebaran di Antara Kesibukan: Antara Rezeki dan Kebersamaan
7 April 2025 11:06 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Karel Rizky Ananta tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Lebaran kali ini terasa kurang berkesan bagi saya, karena sebagian besar waktu dihabiskan untuk membantu orang tua berjualan di warung. Kesibukan yang tak terhindarkan membuat kesempatan untuk berkumpul bersama keluarga di rumah nenek hampir tidak ada, terlebih karena warung justru semakin ramai saat hari raya. Meskipun demikian, ada satu hal yang sedikit mengobati rasa kecewa saya—kesempatan bertemu kembali dengan beberapa teman lama saat menjaga warung. Mulai dari teman semasa kecil hingga rekan-rekan semasa SMK, pertemuan tak terduga ini menjadi momen kecil yang menyenangkan di tengah kesibukan Lebaran.

Pada malam sebelum Idul Fitri, suasana desa begitu semarak dengan rombongan pemuda dan pemudi yang melakukan pawai obor sambil mengumandangkan takbir. Cahaya obor yang berayun di tengah gelapnya malam menciptakan pemandangan yang begitu indah dan penuh makna. Dari depan warung, saya hanya bisa menyaksikan dan mengabadikan momen tersebut melalui lensa kamera. Sesekali, saya membayangkan betapa serunya jika saya bisa turut serta dalam pawai itu, merasakan kebersamaan dan euforia menyambut hari kemenangan. Namun, apa daya, saya harus tetap berada di warung, membantu orang tua yang sedang sibuk menjaga usaha keluarga.
ADVERTISEMENT
Saya terbangun pada pukul 05.30 WIB dan segera bergegas menuju masjid untuk melihat suasana para jamaah yang hadir. Namun, saat itu belum ada jamaah yang datang untuk salat Idul Fitri, hanya tersisa beberapa orang yang masih melantunkan takbir dengan khusyuk. Momen tersebut menarik perhatian saya, sehingga saya segera mengambil foto untuk mengabadikannya. Kebetulan, rumah saya terletak persis di samping masjid, sehingga saya dapat dengan mudah menyaksikan setiap perubahan suasana di tempat ibadah ini.
Setelah itu, saya bersiap-siap untuk mandi dan mengenakan pakaian terbaik guna melaksanakan salat Idul Fitri. Usai berpakaian rapi, saya segera bergegas kembali untuk menyaksikan para jamaah yang mulai berdatangan ke masjid. Tak disangka, dalam waktu yang begitu singkat, jumlah jamaah telah membludak, memenuhi area sekitar masjid hingga meluber ke jalan desa. Pemandangan ini benar-benar mencerminkan semangat dan antusiasme masyarakat dalam merayakan hari kemenangan dengan penuh khidmat.
Tibalah saatnya saya melangkahkan kaki ke masjid. Pemandangan barisan jamaah yang begitu panjang seketika membuat saya terkesan, mencerminkan betapa konsistennya antusiasme masyarakat dalam beribadah di tempat suci ini. Dahulu, masjid ini memiliki area yang cukup luas untuk menampung banyak jamaah. Namun, seiring berjalannya waktu, berbagai proses perbaikan dan renovasi yang dilakukan justru membuat ruangannya menjadi lebih sempit, sehingga kapasitasnya kini terasa kurang memadai untuk menampung jumlah jamaah yang terus bertambah.
ADVERTISEMENT
Setelah menunaikan ibadah salat, saya dan ayah segera membuka warung. Ayah memanfaatkan momen Lebaran yang penuh keramaian ini sebagai peluang untuk meningkatkan usaha dan meraih keuntungan lebih besar. Meskipun saya berpendapat bahwa rezeki bisa dicari kapan saja, sedangkan kebersamaan dengan keluarga adalah hal yang jauh lebih berharga dan sulit untuk didapatkan, ayah tetap bersikukuh bahwa mencari nafkah adalah prioritas utama. Sikapnya itu sering kali membuat saya merasa kecewa, terutama ketika sanak saudara datang berkunjung ke rumah. Alih-alih menikmati waktu berkumpul lebih lama, keluarga kami hanya meluangkan sedikit waktu sebelum kembali disibukkan dengan urusan bisnis.
Lebaran kali ini terasa hambar, tenggelam dalam kesibukan yang seolah tak memberi ruang untuk menikmati kebersamaan. Waktu yang seharusnya bisa dihabiskan dengan keluarga justru terkikis oleh kewajiban menjaga warung, membuat momen Idul Fitri berlalu begitu saja tanpa kesan yang berarti. Silaturahmi dengan keluarga besar pun terasa sekadar formalitas, tanpa benar-benar bisa dinikmati. Pada akhirnya, yang tersisa hanyalah kelelahan dan perasaan bahwa Lebaran tahun ini bukan lagi tentang kebahagiaan, melainkan sekadar rutinitas yang harus dijalani.
ADVERTISEMENT