Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Siapkah Indonesia Terjangkit Virus Silicon Valley?
3 Maret 2018 13:51 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
Tulisan dari Karina Adisty Iqwan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Foto: Pexels.com
"We do lots of stuff. The only way you are going to have success is to have lots of failures first." - Sergey Brin, Founder of Google.
ADVERTISEMENT
Fenomena digitalisasi terjadi hampir di seluruh belahan dunia. Bermacam inovasi melalui teknologi telah menyentuh berbagai aspek kehidupan dengan satu semangat: menciptakan kemudahan.
Para inovator teknologi kini menjadi sosok berpengaruh di dunia karena pemikirannya yang "out of the box". Selain meraih keuntungan pribadi, mereka juga mampu memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat yang lebih luas, bahkan hingga menembus batas negara.
Uniknya, hampir seluruh perusahaan teknologi terbesar di dunia bermula dari Silicon Valley; atau berafiliasi dengan Silicon Valley.
Praktis kawasan ini kemudian digadang sebagai "ibukota" inovasi teknologi.
Dengan keunggulannya, negara-negara di dunia berlomba-lomba berusaha menjiplaknya, termasuk Indonesia.
Presiden Joko Widodo pun berkunjung ke Silicon Valley pada awal tahun 2016. Secara politis, hal ini memberikan statement sejauh mana Indonesia ingin mengembangkan sektor digital di dalam negeri.
Kunjungan Presiden Jokowi ke Facebook, 2016 - Foto: Karina Iqwan
ADVERTISEMENT
Ada apa sebenarnya di Silicon Valley?
Silicon Valley terletak di bagian selatan kota San Francisco, California bagian utara, Amerika Serikat. Kata "silicon" awalnya diperoleh dari banyaknya industri manufaktur silicon chip di masa lampau di kawasan tersebut.
Sebagai lokasi bernaungnya Apple, Google, Facebook, dan perusahaan teknologi dunia lainnya, kawasan ini tercatat sebagai salah satu yang terkaya di Amerika Serikat.
Tidak hanya itu, dewasa ini Silicon Valley menjadi tempat berkumpulnya ribuan startup technology companies, inkubator dan akselerator, lembaga pendidikan sekelas Stanford University, serta para venture capitalists yang visioner dan berani mempertaruhkan investasi.
Lebih dari aspek geografis dan institusi penunjangnya, ada virus yang tersebar luas di Silicon Valley.
Virus itu bernama kegigihan, kreativitas, dan keberanian mengambil resiko.
ADVERTISEMENT
Setiap elemen di Silicon Valley menyadari pentingnya virus tersebut sehingga dikembangbiakkan menjadi viral agar tak henti merangsang inovasi.
Silicon Valley percaya bahwa kegagalan bukanlah kebodohan, apalagi akhir dari sebuah mimpi. Di tempat ini, kegagalan adalah bagian dari proses belajar. Awal dari sukses.
Kreativitas terus digali. Semua ide dapat diterima dan berpotensi dikembangkan secara positif.
Untuk mendukung hal ini, perusahaan teknologi menyebut kantornya sebagai "campus", bukan "office". Mereka juga tidak segan-segan memberikan insentif tinggi dan fasilitas yang luar biasa nyaman bagi para pekerjanya untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi kreativitas.
Beberapa frame motivasi di Facebook Campus - Foto: Karina Iqwan
Lalu bagaimana dengan Indonesia?
Seiring dengan perkembangan pesat sektor digital nasional, di Indonesia kini banyak diselenggarakan bootcamp, hackathon, dan berbagai kegiatan yang mendorong munculnya creativepreneurs baru.
ADVERTISEMENT
Banyak diantaranya diselenggarakan bersama dengan perusahaan teknologi Silicon Valley. Kolaborasi ini kiranya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan teknis, sekaligus menyerap virus-virus yang menjadi karakter unik Silicon Valley tersebut.
Lebih dari itu, keluarga dan lembaga pendidikan juga memiliki peran penting dalam menanamkan nilai kegigihan, kreativitas, dan keberanian mengambil resiko kepada generasi muda Indonesia sejak dini.
Siapkah Indonesia terjangkit virus Silicon Valley? Pada akhirnya, hanya kita yang dapat menentukan jawabannya.