Konten dari Pengguna

Tren Minum Teh dan Kesiapan Indonesia Memenuhi Demand

Karina Adisty Iqwan
Diplomat Muda belajar menulis
1 April 2018 15:59 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Karina Adisty Iqwan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tren Minum Teh dan Kesiapan Indonesia Memenuhi Demand
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Minum teh menjadi tren kekinian (Foto: Pexels.com)
Di zaman kekinian, popularitas teh untuk diangkat sebagai lifestyle hampir dapat mengimbangi kopi. Jika diperhatikan, banyak gerai-gerai penjual kopi juga mulai menawarkan berbagai varian teh dengan berbagai style penyajian yang juga sangat menarik.
ADVERTISEMENT
Jika di dunia kopi peracik di belakang mesin espresso disebut barista, maka di dunia teh, profesi ini disebut tea sommelier. Istilah yang sama digunakan untuk profesi serupa di bidang wine.
Selain rasa, minat konsumen terhadap teh juga didukung oleh keyakinan bahwa teh dapat meningkatkan metabolisme dan mencegah penyakit kardiovaskular.
Untuk mendukung hal tersebut, kini ada istilah “tea with purpose”, yaitu racikan teh yang didedikasikan untuk kesehatan atau sekedar untuk menenangkan pikiran. Elemen-elemen seperti teh hijau, bunga chamomile, peppermint, vanila, jahe, dan lain sebagainya biasanya bermain di sini.
Selain itu, ada juga cold brew tea, fruit tea, dan berbagai premium tea bags yang dikemas apik, cantik, bahkan mewah.
Dari hitung-hitungan sederhana, permintaan terhadap teh semestinya bisa lebih banyak daripada kopi karena seseorang bisa minum teh berkali-kali pada saat yang berdekatan, berbeda halnya dengan kopi.
ADVERTISEMENT
Tren di pasar teh ini menggelitik saya untuk melihat seberapa siap industri lokal di dalam negeri untuk memenuhi demand yang potensial ini.
Budi daya teh di Indonesia telah dimulai sejak era kolonial Belanda hingga saat ini. Adapun daerah yang paling banyak menghasilkan teh di Indonesia adalah Sumatera Utara, Jambi, dan Jawa Barat.
Karekter rasa teh Indonesia dikenal serupa meskipun dipanen dari perkebunan yang berbeda. Hal ini berbeda dengan kopi Indonesia yang regional characteristic-nya begitu kuat. Untuk itu, banyak tea sommelier berpendapat bahwa teh Indonesia ideal menjadi komponen blending.
Dalam perkembangannya, teh yang awalnya menjadi salah satu komoditas ekspor utama Indonesia kini terus menyusut produksinya.
Tahun 2017 lalu, Indonesia menduduki peringkat kesepuluh eksportir teh terbesar di dunia dengan nilai ekspor US$113.1 juta atau setara dengan 1.7% dari total ekspor dunia. Peringkat tiga utama berturut-turut diduduki oleh China, Srilanka, dan Kenya.
ADVERTISEMENT
Peningkatan produktivitas perkebunan teh nasional merupakan salah satu komponen utama yang perlu mendapatkan perhatian agar mampu memenuhi demand di dalam dan luar negeri secara konsisten.
Selain itu, kesadaran untuk memformulasikan teh dengan kualitas premium belum begitu populer di kalangan pelaku industri teh di Indonesia.
Produksi yang bergantung pada petani-petani kecil harus segera diperbaiki untuk mampu mengikuti perkembangan industri teh yang makin menuntut kualitas tinggi, harga yang minim, dan suplai yang stabil.
Terkait dengan hal tersebut, kiranya stakeholders di Indonesia dapat berupaya meningkatan produktivitas dengan tenaga kerja yang efisien, teknologi yang canggih, serta mengedepankan praktek penanaman yang sustainable.
Selain itu, untuk menambah nilai jual, perlu juga dikembangkan produk-produk teh premium; lengkap dengan product branding dan strategi pemasaran yang disesuaikan dengan target pasar. Kolaborasi dengan pelaku industri yang berpengalaman merupakan salah satu pintu masuk yang mungkin dapat dijajaki.
ADVERTISEMENT