Perkembangan Naskah Drama Masa Pra-kemerdekaan Indonesia

Karina Adishakti
Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
21 Oktober 2021 20:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Karina Adishakti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada masa sekarang ini drama sering dimanfaatkan sebagai sarana hiburan oleh masyarakat. Drama biasanya mengangkat cerita tentang realita kehidupan manusia. Hal tersebut yang membuat pertunjukkan drama selalu ramai oleh penonton.
Gambar oleh Astri Thea Rahmanita dari Pixabay.
Saat ini, banyak kelompok teater di Indonesia yang menyajikan pertunjukan drama. Mulai dari tingkat sekolah menengah, universitas bahkan sampai kelompok teater ditingkat nasional. Berkembangnya drama Indonesia tidak terlepas dari perjuangan para pengarang sebelum .
ADVERTISEMENT
Pada masa pra-kemerdekaan, tidak banyak pengarang yang tertarik dengan kepenulisan naskah drama. Usia naskah drama Indonesia juga masih tergolong muda. Naskah berbahasa Indonesia pertama kali ditulis oleh Roestam Effendi dengan lakon Bebasari tahun 1926.
Perkembangan naskah drama pra-kemerdekaan lebih banyak mengangkat peristiwa yang berkaitan dengan sejarah bangsa Indonesia. Lakon Bebasari ditulis untuk membangkitkan semangat perjuangan bangsa. Lakon ini menggambarkan perjuangan dalam menghadapi dan menentang kekuasaan penjajahan.
Naskah Bebasari memiliki bentuk dialog bersajak yang terdapat dalam percakapan antar tokohnya. Bentuk naskah bersajak diakibatkan karena penulisan naskah drama kurang diminati oleh banyak pengarang. Para pengarang lebih memilih untuk menulis roman dan sajak.
Selain kurangnya minat pengarang dalam menulis naskah drama, pengarang naskah drama sangat dibatasi dalam membuat karya. Salah satunya saat pementasan lakon Bebasari oleh siswa MULO di Padang. Pementasan ini dicegah oleh pemerintahan Belanda karena dianggap dapat menimbulkan propaganda.
ADVERTISEMENT
Pelarangan adanya pertunjukkan drama juga diberikan oleh pemerintah Jepang, karena pementasan tidak berdasarkan naskah drama, melainkan hanya mengambil garis besar dialognya saja. Banyak munculnya naskah drama bersifat propaganda yang disampaikan melalui penokohan dan pengaluran juga menjadi faktor penyebab. Hal tersebut membuat pemerintah Jepang dengan keras melarang dan menyensor setiap pementasan dengan membuat Perserikatan Oesaha Sandiwara Djawa.
Halangan dan rintangan yang dihadapi oleh pengarang pada masa pra-kemerdekaan, tidak mematahkan semangat untuk terus berkarya dalam kepenulisan naskah drama. Naskah drama Bebasari yang ditulis oleh Roestam Effendi pada tahun 1926, menjadi semangat untuk pengarang lain dalam menulis naskah drama. Seperti Sanoesi Pane dengan naskah drama Airlangga (1928), Muhammad Yamin dengan naskah Ken Arok dan Ken Dedes (1934), dan Armijn Pane dengan naskah Loekisan Masa (1937).
ADVERTISEMENT
Terhitung sejak tahun 1926-1945, telah dihasilkan sebanyak 33 naskah drama dengan sembilan orang pengarang. Sembilan orang pengarang itu adalah Roestam Effendi, Sanoesi Pane, Muhammad Yamin, Armijn Pane, Ajirabas, El Hakim atau Abu Hanifah, Usmar Ismail, Idroes, dan Amir Hamzah. Perkembangan naskah drama pada masa pra-kemerdekaan meningkat dalam hal kualitas karyanya. Penulisan naskah pada pra-kemerdekaan juga menjadi sejarah besar bagi dunia drama dan teater di Indonesia. Perjuangan para pengarang pada masa pra-kemerdekaan wajib diapresiasi dengan membaca dan menciptakan karya. Pandemi Covid-19 bukan penghalang dalam menghasilkan karya, salah satunya karya sastra drama Indonesia.