Arti Kreativitas & Passion Menurut Aldi & Mademun, Inisiator Jenggala

Konten Media Partner
4 Desember 2019 7:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi passion | Photo by Randalyn Hill on Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi passion | Photo by Randalyn Hill on Unsplash
ADVERTISEMENT
Sejalan dengan semakin canggihnya teknologi, industri kreatif terus mengalami perkembangan yang pesat dan menjadi pembahasan yang menarik khususnya di kalangan generasi muda. Tak sedikit pekerjaan di industri kreatif menjadi dambaan bagi anak-anak muda, karena selain mendapatkan uang, mereka juga dapat menyalurkan sisi kreativitas di dalam diri mereka. Singkatnya, berkarya sambil bekerja.
ADVERTISEMENT
Di sharing session kali ini, Karja akan membahas tentang kreativitas, the power of deadline, serta tips-tips untuk anak muda yang ingin berkarya dan terjun ke industri kreatif bersama Aldi Yamin dan Mademun, yakni dua anak muda yang menggeluti industri kreatif di Samarinda.
Selain menjadi tim dari Jenggala Community Hub, Aldi sendiri merupakan bassist dari band Murphy Radio, yakni band math rock asal Samarinda. Murphy Radio sendiri mewakili Indonesia di Envol et Macadam Festival di Quebec, Kanada pada tahun 2018 lalu. Sedangkan Mademun aadalah seorang fotografer dan videografer, dan juga founder dari The Three AM, sebuah creative house di Samarinda.
Aldi dan Mademun saat ditemui di Jenggala untuk sharing session | Photo by Karja/Nadya
Kisah awal Aldi untuk terjun ke dunia musik terbilang cukup unik. Ia menyebutnya sebuah ‘kecelakaan’. Berawal sejak bangku SMP, ketika melihat teman-temannya yang sering mendapat surat dispensasi untuk mengikuti vokal grup. “Sempat heran, kenapa mereka izin terus bisa akrab sama guru-guru, terus mereka kok masuk ruang BK, ketawa-ketawa aja tapi, oh ternyata latihannya di sana.” cerita Aldi.
ADVERTISEMENT
Setelah itu, Ia memutuskan untuk mempelajari musik dan titik baliknya adalah setelah lulus SMA. “Saya ingat banget, waktu SMA saya nggak punya teman karena saya selalu di studio. Akhirnya ketika lulus, kalau saya nggak nerusin di musik ya percuma selama tiga tahun itu.” ungkapnya. Setelah meniatkan untuk serius, ternyata jalan pun terbuka lebar. Ia semakin dipertemukan dengan orang-orang dari bidang yang sama maupun pekerja kreatif lainnya dan semakin intens untuk terus berkarir di bidang musik.
Berbeda dengan Aldi, Mademun awalnya sempat bekerja di perusahaan swasta dengan gaji yang lumayan besar. “Waktu itu udah nggak mikirin mau usaha apa, uang udah tercukupilah istilahnya. Nggak mikirin hobi, bakat, potensi dimana, nggak kepikiran.” tuturnya.
ADVERTISEMENT
Titik balik bagi Mademun adalah ketika Ia berada di circle pergaulan yang menggeluti dunia fotografi. “Wah, anak-anak Instagram, nih. Liat fotonya ber-feed, rapi, warnanya bagus, pengen ah coba.” sambungnya. Setelah mendalami, Ia pun bertemu dengan teman-teman lamanya dari SD dan SMP. Akhirnya daripada terus-terusan amatiran, mereka memutuskan untuk go profesional, yakni menghasilkan uang dari hobi yang ditekuni.
Proses mendalami fotografi dan videografi dilakukan Mademun secara step by step. Mulai dari warna foto, cinematic look, sampai masalah story telling dalam suatu karya. Semua hal tersebut dipelajarinya secara otodidak dan dari bantuan orang-orang sekitar.
“Nggak ada karya orisinil, melainkan karya yang telah dimodifikasi dari karya sebelumnya dan melalui proses inovas.” – Mademun, fotografer, videografer, dan founder The Three AM | Photo by @mademun07 on Instagram
Tidak selamanya pekerja kreatif merasa kreatif setiap hari, pasti ada yang namanya kebuntuan dan mengalami titik jenuh dalam berkarya. Lalu, bagaimana kah cara Aldi dan Mademun mengatasinya?
ADVERTISEMENT
“Internet.” ungkap Aldi. “Jujur, saya bukan orang yang suka surfing di internet. Awalnya dari referensi apa yang kebetulan didengar, dan pakai strategi ATM (Amati, Tiru, Modifikasi). Terus nanti pasti ada jamnya, entah malam atau jam berapa gitu, ya udah nonton Youtube, apapun itu relate atau nggak. Nanti secara nggak sengaja itu kayak ketumpuk gitu di belakang kepala, dan akhirnya ‘oh, aransemen punya ini bisa dimasukin ke sini, nadanya bisa begini.’ gitu sih.”
Sedangkan untuk mengatasi rasa jenuh, Aldi mengakui masih terasa agak sulit. Justru saat sedang jenuh, harus mencoba untuk melakukan hal lain. Sejauh ini, bagi Aldi sendiri untuk mengatasi titik buntuk kreativitas ialah dengan banyak menonton dan mendengar.
Lalu, Mademun bercerita bahwa Ia pernah mengalami kebuntuan saat membuat desain gambar wajah. Ia belajar mulai dari jangka waktu satu tahun, setengah tahun, tiga bulan, hingga hanya dalam hitungan tiga jam, Ia sudah bisa membuat design tersebut. “Prosesnya itu lama. Sama kayak Aldi mungkin dulu bikin beat aja butuh lama, harus dengerin banyak musik dulu. Kalau sekarang mungkin bernapas aja udah jadi musik.” canda Mademun.
ADVERTISEMENT
Untuk mengatasi titik jenuh sendiri, sebagai manusia nokturnal, Mademun mencoba untuk bangun pagi. Banyak istilah yang sering terdengar di kalangan pekerja kreatif, bahwa sesungguhnya mereka baru bisa produktif pada saat malam hari. Namun selain tengah malam, kondisi terdesak diakui Mademun dan Aldi juga dapat dijadikan momen untuk produktif. Hanya saja, yang dikhawatirkan adalah apabila mengerjakan saat mendekati deadline, hasilnya akan menjadi tidak maksimal. Namun rupanya Aldi punya pemikiran dan pendapat lain akan hal tersebut.
Dari beberapa buku yang Ia baca, justru hal yang dihindari saat berkarya ialah mengincar kemaksimalan itu sendiri. Semakin perfeksionis, maka karya tersebut tidak akan terwujud. “Jadi aku pernah mau bikin lagu yang chord-nya susah tapi orang enak dengernya, terus liriknya juga bagus. Lama banget nggak dapat tuh. Akhirnya aku coba untuk ya udahlah apa yang ada di dalam kepala aja, bikin, eh jadi.” kenang Aldi.
ADVERTISEMENT
"Musik bikin aku hidup.” – Aldi Yamin, bassist dari Murphy Radio | Photo by @aldiyamin_ on Instagram
Hal-hal yang menginspirasi Aldi dan Mademun berkarya ternyata datang dari orang-orang di sekitar mereka. Salah satu motivasi Mademun dalam berkarya adalah orang-orang di sekitarnya dengan kehidupan sederhana, namun tercukupi dan bahagia. “Bekerja sesuai dengan porsinya. Kerjain apa yang kamu suka, bukan dengan segala sesuatu yang dipaksa.” ucapnya.
Selain lingkungan sekitar, Aldi menuturkan bahwa inspirasi juga terkadang bisa datang dari diri sendiri untuk membuktikan sesuatu. Sejauh perjalanan dalam bermusik bersama Murphy Radio, Aldi mengakui belum ada komentar negatif yang Ia dapatkan. “Sejauh ini yang paling sering kuhadapi itu subjektif ke aku. Ada kalanya idealis lagi naik-naiknya, itu kalau aku udah bahas karya jadi bawel banget, mulai dari kedisiplinan, suka telat nggak nih. Kalau soal karya belum ada.” paparnya.
ADVERTISEMENT
Lain halnya dengan Mademun. Menurutnya, komentar netizen adalah hal yang selalu terjadi, oleh karena itu Ia secara sengaja pernah memancing komentar netizen dengan mem-posting sebuah foto yang sudah Ia edit sedemikian rupa di Instagram. “Caption-nya waktu itu, ‘mohon saran dan kritikannya, bang.’ Di situ cuma ada komentar mantap, keren, dan menurut aku itu kurang membangun.” kenang Mademun.
Sejauh ini yang terjadi di lingkungan Mademun secara besarnya, banyak orang yang tidak peduli dengan karya yang dihasilkan oleh teman sendiri. Jarang ada masukan atau output yang membangun yang diterimanya. “Mencoba membuat argumen itu aku lebih suka sih. Kalau menurut kamu ide aku kurang bagus, ya mari discuss.” ucapnya.
Aldi pun mengamini perkataan Mademun tersebut. Menurutnya, kultur di Samarinda ini banyak yang belum siap mengkritik dan dikritik. “Di sini belum tercipta kultur untuk diskusi, ngobrol tentang kurangnya dimana, kenapa bisa begini begitu, terus setelah dikritik nggak baperan.” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Aldi dan Mademun bersama teman-teman di sebuah acara di Jenggala | Photo by @aldiyamin_ on Instagram
Saat ditanya apakah bidang yang mereka geluti sekarang merupakan passion, Aldi dan Mademun kompak menjawab, “Iya!”
“Musik bikin aku hidup. Memang kalau waktu jenuh itu mikir, bosan main musik. Ternyata ujung-ujungnya yang bikin aku segar itu musik juga.” ungkap Aldi. Momen untuk menyadari bahwa musik adalah passion-nya tidak secara mendadak tiba-tiba Ia rasakan. Ia selalu melewati tahapan-tahapan yang berkelanjutan. “Dari SMA aku ikut festival, setelah itu ketemu teman-teman dan circle yang mau menjalankan band independen. Sekarang dapat pekerjaan seperti ini, bandku juga kemarin lolos ke Kanada, makin ke sini makin ditunjukin, sih.”
“Kalau aku tuh sama kayak lagu Pamungkas yang Monolog. Bukan karena terlanjur lama, tapi rasanya yang masih sama.” ucapnya sambil tertawa. Ia memang merasa sudah nyaman dengan apa yang Ia lakukan.
ADVERTISEMENT
Last but not least, sebelum mengakhiri sharing session kali ini, Karja menanyakan tips-tips bagi generasi muda di luar sana yang ingin terjun ke industri kreatif.
Aldi menyarankan untuk mempersiapkan mental, baik secara internal maupun eksternal. Dari sisi internal, ketika hendak berkarya, pastikan sudah memiliki fondasi dan pengetahuan yang kuat, tahu mau di bawa ke arah mana karya tersebut, serta yag terpenting juga harus tahu bagaimana cara menjualnya. “Jadi kayak lebih memperhatikan, ‘kondisi di Samarinda ini bisa nggak ya menjual karyaku, kalau nggak bisa aku harus apa?’ Persiapkan mental sih yang penting.” paparnya.
Saran dari Mademun, jangan takut untuk menjadi berbeda. “Karena kalau kamu sama dengan yang lain, terus apa yang membedakan kamu dengan yang lain?” tutupnya.
ADVERTISEMENT
#terusberkarya