Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.95.1
Konten Media Partner
Curhat Pembuat Perahu Tradisional Asal Sungai Mariam di Tengah Pandemi Corona
15 Mei 2020 16:27 WIB
ADVERTISEMENT
Puluhan tahun sudah kedua tangan yang kini mengeras itu memegang palu dan gergaji. Puluhan tahun pula Rustam, si pembuat perahu tradisional, ditemani oleh terpal yang melindunginya dari panasnya matahari dan hujan yang turun saat sedang membuat perahu tradisional.
ADVERTISEMENT
Walaupun perahu modern yang telah didukung dengan alat yang canggih lalu lalang melewati Sungai Mahakam, ia pun tetap konsisten membuat perahu tradisional.
Penduduk sekitar telah mengenal dia sebagai Rustam, si pembuat perahu gubang. Sejak 40 tahun lalu, ia memulai usaha pembuatan perahu tradisional ketika ia menikah dan pindah ke Desa Sungai Mariam, Kecamatan Anggana, Kabupaten Kutai Kartanegara.
“Sebelum bikin perahu, saya bekerja sebagai kuli bangunan ngikut sama orang tua. Pas saya menikah baru saya pindah ke sini dan bikin perahu,” kata Rustam kepada Karja, Kamis (14/5/2020) sore.
Rustam yang ditemani oleh sang istri dalam membuat perahu membagi tugas. Rustam membuat perahu dan sang istri yang mengecat perahu ketika sudah jadi.
ADVERTISEMENT
“Kami bagi dua, saya yang buat perahu, menghaluskan papan dan memotong. Setelah itu, kalau sudah jadi tinggal istri yang mengecat perahunya,” jelasnya.
Ia juga mengtakan untuk jenis kayu yang digunakan merupakan jenis kayu meranti. Selain harganya yang cukup terjangkau, kayu tersebut juga sangat awet.
“Saya pakai jenis kayu meranti untuk membuat perahu tradisional, kayunya itu saya pesan dari Muara Muntai,” jelasnya.
Dalam proses pembuatan perahu tradisional, Rustam tetap menjaga kualitasnya. Hal ini ia lakukan agar para pelanggan tidak kecewa saat menggunakan perahu buatannya.
“Agar perahu itu bagus, kayunya terlebih dahulu saya jemur, setelah itu tinggal perawatannya aja yang harus dijaga. Seperti dua bulan sekali perahu harus dicat ulang,” terangnya.
Rustam pun dalam membuat perahu, mematok dari harga paling murah, yakni Rp 1.850.000 sampai yang paling mahal Rp 6.000.000, tergantung dari panjangnya pendeknya perahu yang dipesan.
ADVERTISEMENT
“Untuk harga saya mematok dari panjangnya perahu, kalau yang itu panjangnya 4 meter saya kasih Rp 2.000.000 atau bisa kurang dikit jadi Rp 1.850.000, terus itu yang 6 meter Rp 2.500.000 dan yang 8 meter Rp 6.000.000,” tuturnya.
Perahu-perahu yang dibuat Rustam tidak hanya dibeli oleh warga sekitar, namun ada juga yang memesannya dari luar daerah atau kota. Selain itu waktu pengerjaan perahu yang ia lakukan bisa memakan waktu 3 sampai 4 hari.
“Kemarin kami ada ngirim sekitar tujuh perahu ke Kota Bontang untuk petani rumput laut, macam-macam orangnya yang pesan. Kalau untuk pembuatan perahu yang panjangnya 4 meter itu pengerjaannya 3 sampai 4 hari, atau seminggu dapat dua perahu,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Selama membuat perahu, Rustam tidak sama sekali menggunakan media sosial dalam usahanya. Ia hanya mengandalkan pemasaran perahu-perahunya dari mulut ke mulut.
“Tahunya mereka kami buat perahu dari orang-orang yang sering lewat sungai ini dan melihat kita membuat perahu. Dan saya sama sekali tidak menggunakan media sosial dalam usaha saya,” ungkapnya.
Namun di saat pandemi COVID-19 terjadi, pemesanan perahu pun menjadi menurun. Rustam pun terpaksa bercocok tanam untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari bersama keluarga.
“Karena corona ini jadinya sepi, jadi saya pergi ke sawah untuk menanam padi di seberang sana. Saya pun berharap dengan adanya bantuan, tetapi saya juga berusaha,” pungkasnya.
Rustam pun berharap, semoga pandemi COVID-19 segera berlalu, dan kembali lagi seperti hari-hari sebelumnya serta banyaknya orang-orang yang kembali memesan perahu buatannya.
ADVERTISEMENT