image.png

Dennis Kelen Laba, Pendiri Rumah Botol Kampung Inggris Samarinda

2 April 2020 9:04 WIB
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dennis Kelen Laba, sang inisiator dan eksekutor ide Rumah Botol Kampung Inggris | Photo by Karja/Charles
zoom-in-whitePerbesar
Dennis Kelen Laba, sang inisiator dan eksekutor ide Rumah Botol Kampung Inggris | Photo by Karja/Charles
ADVERTISEMENT
Karja - Namanya Dennis Kelen Laba. Mungkin sebagian besar warga di Kota Samarinda tidak begitu familiar dengan nama tersebut. Namun ia adalah pendiri Rumah Botol sekaligus tempat belajar bahasa Inggris bagi anak-anak di lingkungan sekitarnya. Tepatnya berada di Kecamatan Samarinda Seberang, Kelurahan Mangkupalas RT 19.
ADVERTISEMENT
Dennis begitulah panggilan akrabnya. Usianya baru 34 tahun tetapi telah berdampak besar bagi aspek lingkungan dan pendidikan.
Ia menawarkan jasanya kepada warga sekitar jika ingin belajar bahasa Inggris cukup dengan mengumpulkan sampah plastik.
Bagi anak-anak di lingkungan sekitar yang ingin mengikuti pelajaran bahasa Inggris, mereka cukup membayarnya dengan sampah botol plastik yang harus dikumpulkan secara mandiri. Botol yang dikumpulkan itulah yang menjadi material untuk bangunan Rumah Botol tersebut.
Anak-anak mengumpulkan sampah botol plastik yang kemudian diisi dengan sampah plastik untuk dijadikan eco paving | Dokumentasi Pribadi (Dennis Kelen Laba)
Konsep yang ditawarkan Dennis sangat menarik sekali, selain mendapatkan ilmu, hal tersebut juga menjadi sarana agar dapat peduli dengan lingkungan sekitar.
“Selain kita belajar bahasa Inggris, kita mendapatkan pembelajaran lainnya yaitu peduli dengan lingkungan, menjaga kebersihan di sekitar kita,” ujar Dennis saat dihubungi Karja pada Rabu (01/04).
ADVERTISEMENT
Awal Mula Rumah Botol
Rumah botol yang dibangun Dennis sejak tahun 2017, terlihat semua ornamennya berasal dari sampah botol plastik yang dikumpulkan oleh warga sekitar maupun para turis yang datang. | Dokumentasi Pribadi (Dennis Kelen Laba)
Sekitar tahun 1999, dari NTT dan Bali, Dennis memutuskan untuk pindah ke Samarinda. Selama di bangku SMA, pria berusia 34 tahun itu pernah berprofesi sebagai tour guide. Dan selama menjalani profesi tersebut, ia mempunyai metode pembelajaran Bahasa Inggris di mana murid-muridnya mampu berbicara dalam Bahasa Inggris cukup baik hanya dalam waktu tujuh hari.
“Jadi saya punya metode yang cepat dan tepat untuk pembelajaran bahasa Inggris, selama tujuh hari dalam sebulan itu mereka belajar rutin. Salah satu keunggulan kita adalah mendatangkan turis-turis dari luar negeri. Di sini lah kita memberi mereka untuk percaya diri dalam belajar bahasa Inggris,” katanya.
Ia mengaku memperoleh kemampuan berbahasa Inggris secara otodidak di masa kecilnya. Kemampuannya semakin terasah dari pengalamannya sebagai tour guide yang sudah melalang buana ke berbagai wilayah di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Selain bercerita mengenai konsep pembelajaran bahasa Inggris yang diterapkan, Dennis juga bercerita awal mula hatinya tergerak dan mendirikan rumah botol tersebut.
“Sebelum rumah botol itu berdiri, awalnya saya mengajari anak-anak dengan papan tulis yang saya gantung di pohon. Itu niat saya cuma mengajari anak-anak bahasa Inggris, sampai di mana ketika saya menemari turis jalan-jalan ia berkata kepada saya “Mengapa di sungai Samarinda ini penuh dengan sampah?” dari situlah hati saya tergerak,” kata Dennis.
Akhirnya Dennis memanfaatkan lahan yang berukuran 3x3 meter tersebut untuk mendirikan sebuah rumah yang terbuat dari botol sampah plastik.
“Saya mendirikan rumah botol ini pada bulan Maret 2017, dengan memanfaatkan botol-botol plastik yang ada di lingkungan sekitar. Sekaligus mengajak masyarakat dan turis-turis untuk peduli dengan lingkungan,” tuturnya.
Salah satu turis mengajarkan bahasa Inggris kepada anak-anak sekitar di salah satu rumah warga. Pada tanggal 7 Maret 2020. | Dokumentasi Pribadi (Dennis Kelen Laba)
Sehingga total seluruh murid yang diajar oleh Dennis dari tahun 2017 sampai 2019 mencapai 600 lebih murid. Dan yang aktif terdapat 20 sampai 50 murid setiap harinya yang mengikuti pembelajaran tersebut.
ADVERTISEMENT
“Saya tidak menyangka akan sebanyak itu orang-orang yang ikut berpartisipasi dan mau belajar kursus bahasa Inggris dengan saya. Totalnya ada 600 lebih murid yang saya ajar dari awal berdirinya Rumah Botol itu,” ungkapnya.
Dennis juga menambahkan untuk biaya pembelajaran, anak-anak ataupun yang lain cukup dengan membawa sampah plastik seperti botol.
“Kalau untuk biaya mulai dari tahun 2017-2018, anak-anak di sini membawa sampah plastik. 2019 itu sudah bayar, cukup dengan Rp 25 ribu per bulan. Uang itu nantinya kita berikan kepada turis yang memiliki profil pengajar atau turis khusus untuk volunteer,” tambahnya.
Dennis pun mengatakan kepada Karja, ketika mempunyai sebuah ide lakukanlah terlebih dahulu. “Kalau sudah ada ide, lakuin aja. Nantinya kalau sudah punya karya atau sesuatu, dari pihak pemerintah dan lainnya pasti akan melihat,” katanya.
ADVERTISEMENT
Ia mencontohkan apabila ada seseorang yang ingin kampung halamannya terkenal, orang tersebut harus memberikan aksi nyata terlebih dahulu dan harus memberikan bukti-bukti konkrit dan dampak positif.
"Kalau kita peduli terhadap permasalahan sampah itu harus dari diri kita, dan nantinya aksi kita dapat dicontoh sama orang lain juga,” imbuhnya.
Tantangan: Mulai Dana hingga Penolakan Warga
Dennis berfoto bersama dengan turis asing dan muridnya | Dokumentasi Pibadi (Dennis Kelen Laba)
Mungkin kutipan tersebutlah yang tepat untuk menggambarkan Dennis dalam usahanya membuat Rumah Botol demi perubahan yang ia buat dan tularkan kepada lingkungan di sekitarnya.
Pasalnya, perubahan yang dilakukan oleh Dennis tidaklah mudah. Dua tahun berdirinya Rumah Botol, tantangan demi tantangan berdatangan kepadanya. Mulai dari dana yang terbatas hingga penolakkan warga sekitar terhadap berdirinya Rumah Botol.
ADVERTISEMENT
Dennis mengaku berdirinya Rumah Botol seperti sekarang ini, diperolehnya dengan cara kredit selama lima tahun dan sudah berjalan sekitar dua tahun.
“Saya sudah melangkah jauh dan saya tidak akan mundur begitu saja dalam membangun Rumah Botol dan mengajarkan anak-anak bahasa Inggris,” ungkapnya.
"Karena menyangkut dana atau menyangkut dengan keterbatasan, akhirnya kita tidak bisa bekerja sesuai dengan apa yang kita inginkan. Tetapi, kita melakukan sesuai dengan apa yang seharusnya kita lakukan", tambah Dennis.
Ia pun pernah mendapatkan tawaran dari beberapa orang volunteer untuk mengajar murid-murid yang ada di rumah botol tersebut. Namun tawaran tersebut ia tolak karena mengharuskan dirinya memberi honor kepada volunteer.
Dennis saat berfoto dengan latar belakang rumah botol. Dokumentasi Pribadi (Dennis Kelen Laba)
“Sempat ada tawaran dari volunteer tetapi mereka minta dibayar, sedangkan disini murid-muridnya membayar dengan sampah botol plastik, bukan dengan uang,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pada awal berdirinya Rumah Botol ini, Dennis pernah diprotes oleh warga sekitar karena material yang digunakan sangatlah mudah terbakar.
“Pernah diprotes karena bangunan rumah ini sangat mudah terbakar, karena atapnya dulu itu terbuat dari jerami. Tapi sekarang sudah tidak diprotes lagi, karena atapnya sudah pakai seng. Dan rumah ini sudah banyak memberikan dampak positif di bidang pendidikan atau lingkungan sekitar dan lainnya,” jelasnya.
Tuhan memberkati orang yang bekerja dengan baik, jujur dan takut akan Tuhan, sehingga ia dapat menikmati hasil jerih payahnya dengan sukacita. Hal itulah yang dirasakan oleh Dennis.
Dennis sedang mengajari dua orang turis tentang Bahasa Indonesia | Dokumentasi Pribadi (Dennis Kelen Laba)
Pada saat itu, ia mendapatkan kunjungan dari seorang turis asal Jerman. Turis tersebut membuatkan satu profil tentang Rumah Botol Kampung Inggris di salah satu situs yang menyajikan informasi bagi pecinta travel dan pertukaran budaya.
ADVERTISEMENT
“Ada turis dari Jerman datang ke sini, dia membuatkan satu profil tentang Rumah Botol di situs website Workaway.info,” katanya.
Berkat tulisan dari turis tersebut, rumah botol Dennis banyak didatangi turis-turis dalam kurun waktu satu bulan. Tak hanya sampai di situ, turis-turis yang datang pun ikut mengumpulkan sampah dan mengajarkan anak-anak tentang menjaga lingkungan.
Dennis berfoto di depan rumah botolnya ketika bangunan tersebut masih kecil | Dokumentasi Pribadi (Dennis Kelen Laba)
“Berkat tulisan tersebut, banyak turis-turis dari Inggris, Jerman, Prancis dan negara lainnya datang kesini. Dan itu kita juga sudah punya program reguler dari tahun 2017-2019, di mana kita mengadakan pertemuan dua kali seminggu. Setelah itu kita juga ada kerja sama dengan beberapa sekolah,” tuturnya.
Selain turis asing, dirinya juga memperoleh kunjungan dari mahasiswa hingga masyarakat karena Rumah Botol memiliki nilai yang positif dan memiliki hal yang menarik.
ADVERTISEMENT
“Saya senang dampak positif yang saya tularkan bisa sampai kemana-mana, dari awal saya juga tidak memaksa anak-anak untuk mengumpulkan sampah plastik. Ini hanya salah satu cara saya bagaimana menumbuhkan kesadaran itu muncul,” tutupnya.
#terusberkarya
Jangan lupa follow Karja di Instagram (klik di sini) dan klik tombol 'IKUTI' (klik di sini) untuk mendukung dan mengikuti konten menarik seputar entrepreneurship, kisah inspiratif, karya anak bangsa, dan isu sosial seputar milenial ya, Sobat!
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten