Larry Ellison, Diremehkan Ayah Angkat hingga Jadi Orang Terkaya ke-5 di Dunia

Konten Media Partner
24 Juli 2020 12:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Larry Ellison | Foto: Getty Images
zoom-in-whitePerbesar
Larry Ellison | Foto: Getty Images
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tidak ada yang tidak mungkin selama kita masih mau berjuang dan bekerja keras untuk menjadi sosok yang berhasil. Kalimat tersebut sangat cocok untuk menggambarkan kisah hidup dari Larry Ellison, sang pendiri Oracle Corporation, yakni sebuah perusahaan pengembang software ternama di dunia.
ADVERTISEMENT
Sederet prestasi berhasil diraih Oracle Corporation, salah satunya ialah The Just 100: America’s Best Corporate Citizens 2018 versi Forbes. Berkat kepiawaiannya dalam mengelola Oracle Corporation, Larry berhasil mendapatkan predikat sebagai orang terkaya dunia nomor 5 versi Forbes dengan total kekayaan mencapai US$ 72,5 miliar atau setara Rp 1.058,4 triliun.
Namun, sebelum menjadi miliarder seperti sekarang, siapa sangka kisah hidup Larry ternyata cukup keras dan tidak mengenakkan.
Larry lahir di New York pada 17 Agustus 1944 dari seorang ibu yang kemudian menyerahkannya kepada paman dan bibinya untuk di adopsi pada usia 9 bulan. Menjadi seorang anak adopsi, Larry kerap kali mendapatkan ucapan menyakitkan dari sang ayah angkat bahwa dia tidak becus dalam segala hal.
ADVERTISEMENT
Larry dibesarkan di bagian selatan Chicago yang dikenal sebagai kota yang tua dan buruk di AS. Ia dua kali drop out dari bangku kuliah, yang pertama adalah University of Illinois karena ibu angkatnya meninggal dan yang kedua dari University of Chicago.
Setelah drop out, Larry memutuskan untuk pindah ke California dan memulai bekerja di Ampex Corp sebagai seorang programmer. Melansir dari Business Insider, Larry tidak pernah mengambil kelas komputer selama bersekolah. Semua ilmu programming yang didapatkannya adalah hasil belajarnya dari buku.
Saat bekerja di Ampex Corp, Larry bertanggung jawab untuk membuat database bagi CIA (Central Intelligence Agency). Namun di tahun 1977, Larry dan kedua rekan kerjanya meninggalkan perusahaan untuk memulai membangun perusahaan database mereka sendiri.
Larry Ellison | Foto: Dok. Oracle
Mengetahui bahwa orang tidak akan berani untuk ambil resiko pada produk baru, Larry dan rekannya memutuskan untuk tidak menggunakan label Version 1.0 melainkan langsung Version 2. Rencana tersebut nyatanya berjalan sukses, klien pertama yang mereka dapatkan adalah CIA. Produk mereka pun akhirnya menjadi produk database paling terkenal yang pernah dijual.
ADVERTISEMENT
Hal yang membuat Larry menjadi berbeda dari orang lain adalah karena ketajaman dan kecerdasannya dalam berbisnis sehingga ia mampu mengubah bisnisnya menjadi perusahaan yang dikenal banyak orang. Dia mau menerima dan belajar dari kesalahan yang pernah dibuatnya.
Pada tahun 2012, Larry menghabiskan uang sebesar US$ 300 juta untuk membeli sebuah pulau pribadi di Hawaii yang digunakannya untuk membuat perkebunan hidroponik dan spa mewah.
Tak hanya mementingkan kesenangan pribadinya, Larry diketahui menyumbangkan dana sebesar US$ 200 juta untuk University of Southern California yang diperuntukkan bagi pusat perawatan para penderita kanker.
Saat ini, Larry sudah tak lagi menjabat sebagai CEO dari Oracle, namun ia masih menjadi pimpinan dewan dan CTO di perusahaan. Larry juga menjadi salah satu anggota dewan di Tesla sejak Desember 2018 setelah ia membeli US$ 3 juta saham Tesla pada awal tahun 2018.
ADVERTISEMENT
Dalam sebuah wawancara, Larry mengatakan bahwa kekayaan yang ia dapatkan sekarang ini seperti mimpi. Bahkan, menjadi seorang miliarder bukanlah tujuannya.
"Ketika saya memulai Oracle, apa yang ingin saya lakukan adalah menciptakan lingkungan di mana saya akan menikmati bekerja. Itu adalah tujuan utama saya. Tentu, saya ingin mencari nafkah. Saya tidak pernah berharap untuk menjadi kaya," ungkap Larry.
#terusberkarya
Karja, we share creative and up to date content (entrepreneurship, inspiration, and social issues) for Indonesia’s millennials. Support and follow us on kumparan (click here) and Instagram (click here).