Menilik Lebih Dalam Mengenai Toxic Positivity
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Mungkin beberapa pertanyaan tersebut kerap menghantui pikiran kalian. Kali ini Karja akan membantu menjelaskan mengenai toxic positivity. Disimak, ya!
1. Apa Itu Toxic Positivity?
Kalian mengeluarkan kalimat yang dirasa positif, namun sebenarnya hal tersebut bisa saja menjadi bernada menyebalkan bagi teman kalian.
“Masih banyak orang yang lebih di bawah kamu,”
ADVERTISEMENT
“Pasti ada sisi baik dari semua ini,”
“Udah nggak usah nangis, cuman begitu aja kok,”
“Kamu masih mending, aku kemarin lebih parah...”
Beberapa kalimat di atas merupakan contoh kalimat dari toxic positivity. Mungkin memang benar niat kalian adalah menyemangati, namun kalimat tersebut bisa jadi malah membuat temen kalian semakin down, lho!
2. Alasan Mengapa Toxic Positivity Itu Negatif
Di poin pertama sudah dijelaskan apa yang dimaksud dengan toxic positivity. Lalu, mengapa toxic positivity ini bisa menjadi sebuah hal yang negatif?
Tak bisa dipungkiri, kita cenderung dibesarkan dalam lingkungan yang melarang kita untuk mengeluarkan emosi negatif seperti menangis, bersedih, marah, dan sebagainya. Kita juga akan dianggap lemah jika melakukan hal-hal seperti menangis. Semua orang akan selalu menuntut kita untuk menekan perasaan dan berpura-pura untuk bahagia. Nah, di sinilah mengapa kalimat positif itu tidak selamanya baik, Sobat. Terkadang emosi seperti tangisan, amarah dan kesedihan harus diluapkan asal dalam batas wajar dan tidak berlebihan.
ADVERTISEMENT
Dengan mengeluarkan emosi-emosi tersebut, perasaan kita akan menjadi lebih lega dan tidak lagi membohongi diri sendiri. Memendam semua kesedihan, amarah, dan tangis secara terus menerus itu tidak baik untuk kesehatan karena akan menjadi luka batin yang membekas serta sulit disembuhkan, yang akhirnya dapat berdampak pada fisik.
Selain itu, kalimat positif yang diucapkan tanpa empati juga menunjukkan kalau kalian tidak menghargai perasaan teman ataupun orang lain. Dalam mengucapkan kalimat positif, kalian juga harus bisa memahami perasaan teman kalian. Perasaan setiap orang itu berbeda satu sama lain dan tidak bisa disamakan. Setiap individu di muka bumi ini memiliki masalahnya masing-masing dan kapasitas tiap orang pun berbeda dalam menghadapi masalah tersebut. Jadi, jangan membanding-bandingkan, ya!
ADVERTISEMENT
3. Apa yang Harus Dilakukan?
Agar tidak terjebak di toxic positivity, lantas hal apa yang bisa kita lakukan?
Cara pertama adalah dengarkan mereka bercerita. Jadilah pendengar yang baik dan jangan menyela mereka, apalagi malah bercerita masalah kalian.
Kedua, berusahalah untuk mempertajam empati kalian. Tempatkan diri kalian pada posisi teman kalian tersebut dan jangan menghakimi. Karena dengan menghakimi tentu tidak akan menyelesaikan masalah, yang ada malah teman kalian akan semakin merasa terpuruk.
Ketiga, biarkan mereka mengekspresikan perasaan mereka, baik menangis, muram atau marah, asal dalam batas wajar dan tidak sampai merugikan orang lain maupun diri sendiri. Tidak perlu mengucapkan kalimat positif jika hal tersebut hanya bertujuan untuk basa-basi. Lebih baik kalian selalu mendampingi mereka menghadapi masalah yang ada. Karena dukungan, kehadiran, serta waktu yang kalian luangkanlah yang paling berarti, bukan sekedar kalimat-kalimat positif tanpa makna.
ADVERTISEMENT
Jangan lupa follow Karja di Instagram (@karjaid ) dan klik tombol 'IKUTI' di kumparan.com/karjaid untuk mendukung dan mengikuti konten menarik seputar entrepreneurship, kisah inspiratif, karya anak bangsa, dan isu sosial seputar milenial ya, Sobat!
#terusberkarya