news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Pendapat Psikolog tentang Kasus Perkelahian antar Kelompok Remaja di Samarinda

Konten Media Partner
12 Juni 2020 16:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi remaja | Foto: Pexels/周 康
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi remaja | Foto: Pexels/周 康
ADVERTISEMENT
Baru-baru ini sebuah video yang memperlihatkan perkelahian antar kelompok gadis remaja yang memperebutkan seorang pacar menghebohkan pengguna media sosial di Samarinda. Kejadian tersebut terjadi di Kecamatan Sambutan pada tanggal 8 Juni 2020 lalu.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, kedua kelompok gadis tersebut ditemani oleh orang tuanya masing-masing melakukan mediasi ke FKPM (Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat) Kelurahan Pelita. Dalam mediasi tersebut, kedua belah pihak akhirnya sepakat untuk membawa kasus ini ke Polresta Samarinda melalui Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak untuk proses lebih lanjut.
Kasus ini bisa dibilang sudah sering kali terjadi di kalangan para remaja, di mana mereka mengunggah kejadian tersebut di media sosial untuk menggambarkan dirinya atau kelompoknya.
Karja pun menemui Ayunda, seorang psikolog di UPTD PPA Samarinda, untuk mengetahui sifat dan perkembangan anak pada di usia remaja. Terlebih dengan cepatnya sebuah informasi menyebar dan sangat mudah diakses.
“Jadi infonya mereka ini masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Dan memang kasus ini sudah di follow up dari teman-teman. Dan memang sementara ditangani oleh FKPM, dan kasus ini sudah dibawa ke Polres,” katanya, saat ditemui di kliniknya, Jumat (12/6/2020) siang.
ADVERTISEMENT
Dalam perkembangan anak remaja menggunakan media sosial, terdapat dua fungsi yang dapat mereka rasakan, yaitu positif dan negatif. Dalam kasus ini, anak-anak remaja tersebut sangat suka dalam menunjukkan dirinya agar bisa mendapatkan banyak pujian dari teman-temannya ataupun orang banyak.
“Remaja ini kan sifatnya suka show off, dia ingin diketahui bahwa dirinya bisa seperti ini dan ini. Kadang-kadang itu yang bisa mendorong seseorang untuk mendapat identitas dia dari geng ini dan berasal dari ini,” jelas Ayu nama panggilan akrabnya.
Lebih lanjut, Ayu menuturkan dengan hadirnya handphone sebagai kebutuhan sehari-hari dalam kegiatan belajar mengajar di masa sekarang ini, sangat perlu adanya orangtua untuk memonitor penggunaan handphone bagi anak mereka.
“Perlunya ada kesepakatan kepada orang tua dan anak mengenai handphone yang diberikan. Yang di mana handphone bagi mereka untuk keperluan sekolah. Namun, di sini orang tua perlu memberikan pengertian mengapa si anak diberikan handphone. Misal kita buat kesepakatan kepada anak, "ini Mama belikan handphone untuk kamu, tetapi Mama pinjamkan untuk digunakan keperluan sekolah dan tugas," seperti itu,” tuturnya.
Ayunda, Psikolog UPTD PPA Samarinda. | Foto: Karja/Titiantoro
Sehingga dengan adanya perjanjian atau kesepakatan, diharapkan akan menunmbuhkan rasa tanggung jawab dalam menggunakan handphone tersebut. Ayu juga menjelaskan akan sangat berbeda jika sang anak diberikan handphone, yang di mana akan menumbuhkan rasa hak memiliki dan privasi dalam penggunaan handphone tersebut.
ADVERTISEMENT
Ayu juga menyampaikan kepada semua orangtua untuk mau belajar teknologi dan terutama berteman dengan anak mereka di media sosial. Pasalnya banyak sekali kasus di mana orang tua tidak tahu sama sekali apa yang terjadi tehadap anaknya. Karena banyak sekali anak-anak dengan mudahnya mencurahkan isi hatinya di media sosial ketimbang dengan orangtuanya.
“Sehingga orang tua dapat memonitor penggunaan handphone yang digunakan oleh anaknya. Selain itu, orang tua juga jangan gaptek (gagap teknologi). Orang tua harus belajar teknologi, dan berteman di medsos dengan anaknya. Pernah ada kejadian, anaknya curhat dan sempat viral. Namun, karena ortunya gaptek tidak tahu sama sekali,” ucapnya.
Selain itu juga, handphone bisa menjadi salah satu penyebab rentannya anak-anak yang mengakibatkan kecanduan, seperti bermain game tanpa ingat waktu, kecanduan menonton video porno, dan lain sebagainya. Sehingga untuk mengantisipasi hal itu, orangtua dapat memonitornya.
ADVERTISEMENT
“Karena anak di usia seperti ini, sangat suka mendapat perhatian dari banyak orang. Perkembangan remaja juga sangat dipuji dan segala macam. Tetapi kalau dikasih stigma anak nakal, sehingga ke depan sampai dewasa mereka sudah mendapat stigma yang buruk,” ungkapnya.
Ayu juga berharap dengan adanya kasus ini, orang tua bisa belajar banyak terhadap penggunaan handphone kepada anak-anak. Karena banyak di dunia maya para netizen yang dengan gampangnya berkomentar menurut apa yang ia lihat tanpa mengetahui permasalahannya.
“Saya juga berharap kepada masyarakat atau netizen jangan gampang untuk menghakimi dan dengan mudah mengetik apa yang dilihat. Kita juga harus tahu permasalahannya apa, sebabnya apa,” imbuhnya.
Selanjutnya, dari pihak UPTD PPA Samarinda juga siap membantu jika dilimpahkan kepada pihaknya ataupun ada permintaan dari salah satu orangtua untuk mendampingi anak tersebut.
ADVERTISEMENT
“Kami juga akan bekerja sebaik-baiknya dan sesuai dengan kapasitas kita, demi kebaikan kondisi psikologis dari masing-masing pihak. Baik pelaku maupun korban, karena mereka masih dibawah umur. Tidak bisa terjerat dengan hukum, tetapi kita harus mengedukasi,” pungkasnya.