Pentingnya Peran Orang Dewasa dalam Mendampingi Anak Saat Menonton Film

Konten Media Partner
10 Maret 2020 15:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Baru-baru ini masyarakat Indonesia dikejutkan dengan sebuah berita pembunuhan yang dilakukan oleh seorang remaja berusia 15 tahun kepada korban yang masih berusia 5 tahun | Photo by Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Baru-baru ini masyarakat Indonesia dikejutkan dengan sebuah berita pembunuhan yang dilakukan oleh seorang remaja berusia 15 tahun kepada korban yang masih berusia 5 tahun | Photo by Pixabay
ADVERTISEMENT
Terinspirasi film thriller yang menampilkan adegan pembunuhan dan kekerasan, seorang remaja berusia 15 tahun melakukan pembunuhan terhadap bocah 5 tahun. Aksi pembuhunan tersebut dilakukan oleh NF (15) dengan cara yang sadis. Kejadian tersebut sontak menggemparkan seluruh masyarakat Indonesia, terutama di dunia maya.
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal tersebut, psikolog Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A) Samarinda, Ayunda Ramadhani, mengatakan anak pada usia tersebut saat sedang menonton film kekerasan atau sejenisnya dengan waktu yang lama, bisa meniru adegan tersebut tanpa mengetahui dampak buruknya.
“Nah ini kan membuktikan bahwa ia meniru secara instan tanpa berpikir resikonya. Dugaan saya, anak tersebut telah menonton film-film itu dengan jangka waktu yang cukup lama, sehingga ia mampu mengimitasi adegan-adegan kekerasan tersebut,” katanya kepada Karja, Selasa (10/03) siang.
Ayunda Ramadhani, psikolog Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan dan Perlindungan Anak | Photo by Karja/Titiantoro
Menurut Ayunda, ada salah satu psikolog yang bernama Albert Bandura yang meneliti tentang Bobo Doll Experiments, di mana dalam penelitian tersebut berisi tentang anak-anak yang meniru setelah mereka menyaksikan seorang model manusia dewasa bertindak agresif terhadap boneka.
ADVERTISEMENT
“Jadi yang saya baca ada psikolog yang bernama Albert Bandura. Di situ ia menyebutkan bahwa anak yang terpapar seperti menonton video-video yang berisi tentang kekerasan selama kurang lebih 20 menit, setelah di pertontonkan anak tersebut akan melakukan suatu tindakan kekerasan atau meniru yang barusan ia tonton,” ujarnya.
Namun dalam kasus ini, Ayunda menegaskan bahwa tidak semua orang yang menyukai film bergenre thriller akan melakukan tindakan seperti NF.
“Jadi banyak banget faktor yang harus di gali, di luar hanya tontonan. Karena tidak ada satu tontonan itu berlaku general, anak yang menonton film A, B (thriller) tidak akan meniru perilaku tersebut yang dilakukan oleh NF. Jadi tidak begitu kesimpulannya, karena banyak faktor di luar menonton film tersebut. Dan itu yang harus di gali oleh dokter kejiwaan dan ahli forensik,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Ayunda juga menghimbau kepada orang dewasa untuk mengedukasi kepada anak-anak mereka tentang tontonan mana saja yang boleh di tonton.
Ayunda saat memberikan materi LDK kepada mahasiswa PIN FISIP Unmul | Photo by Karja/Titiantoro
“Di sini juga saya menghimbau kepada orangtua dan orang dewasa lainnya untuk mengedukasi kepada anak-anak mereka tentang tontonan mana saja yang boleh di tonton. Dan mentaati rating yang sudah ditetapkan oleh pihak pemerintah, seperti contoh kasus film Joker," ungkapnya.
Ia melanjutkan, "Disitu banyak sekali orangtua mengajak anak-anak mereka menonton film tersebut. Namun mereka tidak menyadari bahwa otak anak belum bisa mencerna adegan-adegan yang ada didalam film, dan itu yang bahaya terhadap anak-anak dibawah umur."
Sehingga dengan demikian, peran kita sebagai orang dewasa ataupun orangtua lainnya turut andil dalam mendampingi dan memberikan pengertian kepada anak di bawah umur tentang tontonan apa yang boleh di tonton dan yang tidak, sesuai dengan rating yang berlaku.
ADVERTISEMENT
#terusberkarya
Jangan lupa follow Karja di Instagram (@karjaid) dan klik tombol 'IKUTI' di kumparan.com/karjaid untuk mendukung dan mengikuti konten menarik seputar entrepreneurship, kisah inspiratif, karya anak bangsa, dan isu sosial seputar milenial ya, Sobat!