Lebaran Tanpa Kepo-isme

Karnada Nasution
Mahasiswa PAI Program Pascasarjana UIN Syahada Padangsidimpuan Guru di MTs Negeri 4 Mandailing Natal
Konten dari Pengguna
18 April 2023 14:10 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Karnada Nasution tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Lebaran merajut kebersamaan. Foto: dok. pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Lebaran merajut kebersamaan. Foto: dok. pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Lebaran atau Idul Fitri menjadi momen sakral yang sangat dinantikan oleh umat muslim pasca sebulan lamanya beribadah menunaikan kewajiban berpuasa. Lebaran juga merupakan momen bahagia karena bisa berkumpul bersama keluarga besar yang mungkin jarang terjadi pada bulan-bulan lainnya.
ADVERTISEMENT
Ketika Idul Fitri, para perantau akan pulang kampung (mudik) demi bisa merasakan berkumpul bersama keluarga, melepaskan kerinduan setelah sekian lamanya banting tulang mencari kehidupan di kota dan bersama dalam hari kemenangan untuk merajut kebersamaan dengan orang-orang tercinta.
Namun di sisi lain, ternyata tidak semua orang merasakan lebaran sebagai momen hari bahagia. Karena faktanya, masih banyak yang gelisah saat hari lebaran hendak tiba. Kegelisahan ini muncul karena momen lebaran sering dijadikan sebagai momen adu nasib, adu harta, bahkan momen kepo-isme.
Kepo-isme nampaknya tidak terhindarkan ketika hari lebaran. Sebab akan ada saja sumber ke-kepo-an untuk dipertanyakan. Misalnya pertanyaan kapan nikah untuk si jomblo, pertanyaan kapan wisuda untuk si mahasiswa semester akhir.
Kemudian juga pertanyaan "kapan kerja?" atau "loh, belum kerja?" untuk si pengangguran, "berapa gajinya?" untuk yang sudah kerja, "loh, belum punya anak?" untuk pasangan suami-istri yang belum dikaruniai anak, "anaknya baru satu gak mau nambah lagi?", "udah bangun rumah belum?", "kok, kurusan?", "kok, gendutan?", dan masih banyak lagi deretan butir pertanyaan yang dilontarkan.
ADVERTISEMENT
Bagi seseorang yang sering menjadi objek kepo-isme tentu momen bahagia lebaran bisa menjadi momen menyebalkan terlebih mereka yang tidak mampu mengontrol emosi maka dengan adanya pertanyaan kepo akan memunculkan bad mood sehingga mengakibatkan rasa malas berjumpa dan malas bersilaturrahmi dengan sanak saudara.
Di samping itu, lebaran juga sering dijadikan ajang adu nasib, berlomba-lomba memamerkan keadaan seperti pekerjaan, pendapatan atau pencapaian anak, jabatan baru dan lain-lain. Misalkan, anak saya baru diterima kerja di perusahan X dengan gaji Y, di mana hal tersebut diutarakan dengan niatan untuk membandingkan dengan anak lawan bicara.
Tak sampai di situ, momen lebaran juga jadi momen adu kekayaan, saling memamerkan harta, perhiasan, kendaraan baru, tas baru, baju dengan fashion terbaru, barang bermerek (branded) dan lainnya dengan tujuan flexing sehingga sering menyebabkan terjadinya tekanan sosial bagi mereka yang kurang finansial dalam merayakan hari lebaran.
ADVERTISEMENT
Lebaran tanpa kepo-isme. Lebaran adalah momen bahagia, momen silaturrahmi antar keluarga maupun sanak saudara. Maka sudah sepantasnya diisi dengan hal-hal positif yang menumbuhkan kasih sayang, menciptakan sikap kepedulian antar keluarga, merajut kebersamaan dan saling mencintai sehingga tercipta harmonisasi dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat.
Akan terasa sia-sia ketika momen kemenangan di hari lebaran tersebut justru malah dijadikan sebagai ajang untuk saling mencari kelemahan orang lain, saling merendahkan satu sama lain, saling sibuk mengurusi masalah pribadi orang lain dan saling flexing satu sama lain.
Oleh karenanya, mari kita jadikan lebaran sebagai momen mempererat tali silaturrahmi dan meningkatkan rasa kekeluargaan antar sesama karena momen lebaran merupakan momen untuk saling bermaaf-maafan.