Konten dari Pengguna

Stratifikasi Sosial dan Perspektif Islam Terhadapnya

Karnada Nasution
Mahasiswa PAI Program Pascasarjana UIN Syahada Padangsidimpuan Guru di MTs Negeri 4 Mandailing Natal
21 November 2022 21:55 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Karnada Nasution tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber Foto : FB Pemkab Madina
zoom-in-whitePerbesar
Sumber Foto : FB Pemkab Madina
ADVERTISEMENT
Beberapa hari yang lalu, saya hendak memotongkan rambut di salah satu barbershop yang cukup famous di daerah saya. Setibanya di tempat, saya sedikit bahagia karena melihat tidak adanya antrian dalam artian saya adalah giliran berikutnya. Tidak lama kemudian, datang juga lah seorang lelaki paruh baya dengan mengendarai Mobil dan berseragam dinas masuk sambil memegang kunci mobilnya. Tukang pangkas pun langsung bereaksi memberikan senyuman sambil menyapa si bapak tersebut dengan penuh keramahan yang saya sendiri sedari awal tidak mendapatkannya. Yang lebih parahnya lagi, dengan ketidakadilan si tukang pangkas pun mendahulukan si bapak tersebut dan mengutarakan maaf kepada saya karena mendahulukannya. Tanpa ambil pusing, saya pun bergegas pergi.
ADVERTISEMENT
Itu adalah sekeping pengalaman yang saya alami ketika saya menjadi korban stratifikasi sosial dan saya juga yakin masih banyak di luar sana yang sering menjadi korban dari pembagian kelas sosial tersebut di mana si kaya, si good looking akan sering menjadi prioritas dibanding si miskin dan si tidak good looking baik dalam pelayanan maupun sikap.
Disadari atau tidak, dalam kehidupan sehari-hari kita tidak pernah terlepas dari yang namanya “Stratifikasi Sosial” baik di lingkungan kerja, lingkungan organisasi dan lingkungan masyarakat. Sehingga terlihat seperti ada sekat antara si A dan si B, antara pegawai lama dan pegawai baru, antara si PNS dan si Honorer, antara si kaya dan si miskin dan lain lain. Hal itu tentunya menjadi bukti bahwa masih banyak di sekeliling kita yang membeda-bedakan manusia menurut kelas sosialnya.
ADVERTISEMENT
Sebagai negara yang berideologi pancasila tentunya kita sangat hafal sila kelima dalam pancasila yang berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia”. Namun apakah cukup hanya dengan hafal di kepala? Saya yakin 100% semua orang menginginkan keadilan sosial itu bukan hanya hafal di mulut karena kalau sekedar hafal anak taman kanak-kanak pun bisa hafal namun lebih dari itu juga perlu entitas dalam bentuk pengamalan. Salah satu bentuk perwujudan sila kelima dalam diri seseorang adalah dengan saling menghargai dan saling mencintai tanpa memandang status sosial.
Jika kita menelusuri stratifikasi sosial dalam ayat-ayat Al-qur’an tentunya kita akan menemukan bahwa dalam ajaran yang dibawa Nabi Muhammad saw tersebut tidak ada diskriminasi atau membedakan manusia karena status sosial tapi yang membedakan manusia di mata Tuhan adalah kadar ketakwaan.
ADVERTISEMENT
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Al-Hujurat : 13)
Senada dengan ayat di atas, dalam hadis juga disebutkan.
Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk rupamu maupun hartamu namun Allah melihat kepada hatimu dan Amalmu. (H.R Muslim No. 2564)
Hemat kata, kita selaku hamba Tuhan maka sudah selayaknya kita saling memperlakukan satu sama lain dengan baik dan bijaksana tanpa memandang status sosial tanpa pandang bulu. Layanilah pelanggan/tamumu dengan sepenuh hati tanpa melihat profesi atau jabatan, hargai orang-orang di sekelilingmu tanpa melihat keadaan sosial dan ekonominya dan jika kamu seorang pemimpin cintailah masyarakatmu tanpa pilah-pilih sehingga terwujudnya masyarakat yang saling mencintai dan menghargai.
ADVERTISEMENT