Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Benarkah Pekerja Wanita Lebih Sering Mengalami Burnout Dibanding Pria?
5 Februari 2024 14:12 WIB
Tulisan dari Karolina Anggie tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Apa Itu Burnout?
ADVERTISEMENT
Burnout didefinisikan sebagai pengalaman kelelahan dan penurunan minat dalam jangka waktu yang lama, biasanya terjadi di tempat kerja. Burnout biasanya digambarkan sebagai sindrom multidimensi yang terdiri dari tiga komponen: kelelahan emosional, depersonalisasi, dan penurunan pencapaian pribadi.
ADVERTISEMENT
Ketika sumber daya emosional terkuras, pekerja menjauhkan diri secara “emosional dan kognitif” dari pekerjaannya dan menjauhkan diri secara “depersonalisasi”. Berkurangnya prestasi pribadi mengacu pada kecenderungan untuk mengevaluasi diri sendiri secara negatif, terutama dalam hal pekerjaan.
Faktor Penyebab Burnout
Situasi kerja yang memberikan tuntutan tinggi pada pekerja lainnya seringkali menyebabkan pekerja tidak dapat menangani pekerjaan mereka yang akhirnya menimbulkan beban kerja yang berlebihan. Akibatnya, pekerja yang tidak dapat menangani pekerjaan mereka seringkali menimbulkan masalah kelelahan berkepanjangan, yang dapat menyebabkan stres kerja. Stres pekerjaan mencakup kondisi fisik dan mental yang memengaruhi produktivitas, efektivitas, kepuasan kerja, dan kualitas layanan yang diberikan.
Stres yang berhubungan dengan pekerjaan dikaitkan dengan banyak efek negatif terhadap kesehatan fisik dan mental, dan ini telah menjadi masalah yang semakin besar bagi pekerja, dunia usaha, departemen kesehatan kerja dan lain sebagaimana. Ada korelasi kuat antara stress yang berhubungan dengan pekerjaan dan tingkat ketidakhadiran di tempat kerja.
ADVERTISEMENT
Di dalam organisasi biasanya terjadi komunikasi yang buruk. Ketika ini terjadi antara manajemen dan karyawan, atau antara rekan kerja sendiri, itu akan menghambat pekerjaan. Ini juga dapat menyebabkan kebingungan, frustasi, dan konflik.
Status perkawinan merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya risiko kelelahan. Memang benar, ketika tanggung jawab seperti pernikahan atau keluarga mulai meningkat dan terlebih jika ia menduduki posisi yang lebih tinggi di bidang pekerjaannya, mungkin akan sulit bagi pekerja tersebut untuk menyeimbangkan kehidupan keluarga dan pekerjaan. Misalnya, dengan kepotongnya waktu bermain dan merawat anak di rumah.
Selain itu, bekerja dengan sistem shift ini juga dapat mempengaruhi hubungan dekat bersama keluarga dan mempengaruhi kesehatan. Misalnya, seorang ibu yang bekerja dengan shift pagi dan pulang saat larut malam sudah tidak bisa berinteraksi dengan anak-anaknya yang sudah tertidur. Oleh karena itu, hal ini juga mempunyai pengaruh yang signifikan jika dikaitkan dengan kurang tidur setelah bekerja malam, gangguan ritme sirkadian akibat jam kerja yang tidak teratur, dan konflik dalam kehidupan keluarga.
ADVERTISEMENT
Dan mengapa wanita lebih sering mengalami burnout?
Hal ini karena wanita tidak hanya bergelut dengan tekanan pekerjaan. Namun, juga menghadapi tuntutan yang semakin meningkat di rumah, termasuk merawat orang tua yang menua dan membesarkan anak. Khususnya bagi wanita yang sudah menikah.
Banyak perempuan yang merasa lelah karena sepulang kerja harus menanggung perintah untuk tetap berada di rumah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tuntutan yang tinggi di tempat kerja, yang diikuti dengan tuntutan yang lebih tinggi dalam kehidupan keluarga, menghambat wanita untuk bersantai seperti halnya laki-laki.
Wanita memiliki pekerjaan yang sangat menuntut (misalnya, kecepatan yang tidak henti-hentinya, tidak cukup waktu untuk melakukan pekerjaan, atau terlalu banyak pekerjaan). Namun, lebih dari itu, mereka yang sering kelelahan seringkali belum memiliki keterampilan dalam pemecahan masalah yang baik tentang cara melakukan pekerjaan tersebut. Hal ini menyebabkan kesehatan fisik dan mental mereka memburuk.
ADVERTISEMENT
Jadi, artinya baik pria maupun wanita dapat mengalami burnout ketika menghadapi tingkat stres yang tinggi dan terus-menerus di tempat kerja, dan baik pria maupun wanita sama-sama berisiko terkena masalah jantung dan stroke. Namun, wanita lebih terkena dampaknya dibandingkan pria.
Ada dua jenis strategi penanggulangan utama yang bisa diterapkan:
Fokus utama penyelesaian masalah ini adalah untuk memperbaiki masalah atau mengatasi keadaan yang menimbulkan stres dan kelelahan. Strategi ini cenderung mencari solusi spesifik untuk mengubah atau mengatasi situasi stres. Misalnya, merencanakan tindakan, mencari informasi, atau mengambil langkah spesifik untuk memecahkan suatu masalah. Bagi yang tidak bisa mengelola masalahnya sendiri, jangan pernah sungkan untuk meminta bantuan orang lain atau rekan yang terpercaya.
ADVERTISEMENT
Fokus koping ini adalah untuk mengelola emosi yang muncul sebagai respon terhadap stressor. Singkatnya, penanggulangan berbasis emosi ini melibatkan pengelolaan stres emosional. Diharapkan para pekerja akan menggunakan strategi ini untuk menemukan cara untuk mengurangi atau mengubah emosi mereka sebagai respons terhadap situasi stres. Misalnya, melibatkan dukungan sosial, bermeditasi, olahraga, atau aktivitas kreatif untuk mengurangi stres emosional.
Strategi Bagi Perusahaan
Menyadari bahwa stres di tempat kerja dapat membuat pekerja burnout, perusahaan harus menjaga pekerjanya dengan mengembangkan lebih banyak program dukungan organisasi. Elemen dari program tersebut dapat mencakup penyediaan manajemen diri pribadi untuk meningkatkan aktivitas fisik/olahraga (misalnya, dengan memberikan subsidi biaya untuk program olahraga), dukungan organisasi (seperti sesi pengawasan di klinik), dan outing pekerja.***
ADVERTISEMENT
Karolina Anggie, mahasiswa Psikologi Sanata Dharma.