Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Haruskah Generasi Sandwich Belajar Berkata “Tidak”?
24 November 2024 12:02 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Nanda Kartika Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Istilah Generasi Sandwich pertama kali diperkenalkan oleh Dorothy A. Miller, seorang profesor di bidang pekerjaan sosial asal Amerika Serikat. Generasi sandwich adalah istilah yang merujuk pada individu yang berada di tengah-tengah tanggung jawab besar untuk merawat orang tua yang semakin tua sekaligus mendukung anak-anak yang masih membutuhkan perhatian baik secara finansial, emosional maupun fisik. Mereka dalam posisi ini seperti terjepit di antara dua lapisan beban yang berat. Biasanya, generasi sandwich berasal dari orang tua yang sudah tidak produktif lagi (Aziz, 2024). Salah satu isu yang sering muncul dalam kehidupan generasi sandwich adalah kesulitan untuk berkata "tidak".
ADVERTISEMENT
Kemampuan untuk berkata tidak sering kali dipandang sebagai sikap egois. Banyak individu dalam generasi ini merasa bahwa mereka harus memenuhi semua kebutuhan keluarga mereka dan itu berarti mengorbankan kesehatan fisik, mental dan emosional mereka sendiri. Apakah selalu bijak untuk berkata "ya" dalam segala situasi? Apakah generasi sandwich seharusnya belajar untuk berkata "tidak"? Tulisan ini mengupas terkait dengan pertanyaan tersebut.
Tekanan yang Dihadapi Generasi Sandwich
Posisi mereka itu diibaratkan dengan isian roti lapis yang harus menanggung beban kedua lapis “roti” atau generasi yang ada di atas (orang tua) dan di bawah (anak). Kutipan tersebut penulis temukan dalam website kompas.com yang dikemukakan oleh Muhammad Choirul Anwar dengan judul tulisan ”Generasi Sandwich Itu Apa? Pahami Arti dan Dampak Generasi Sandwich (2021). Penulis dari kutipan tersebut memahami bahwa posisi ini mencerminkan tekanan emosional, finansial dan fisik yang harus mereka hadapi dalam menjalankan peran ganda.
ADVERTISEMENT
Membiayai kebutuhan sehari-hari, pendidikan anak dan perawatan orang tua dapat menjadi beban besar, terutama bagi mereka yang penghasilannya terbatas. Mereka yang berpenghasilan terbatas tentu akan merasa keberatan untuk menanggung biaya hidup orang tua dan anaknya apalagi belum termasuk kebutuhan mereka sendiri. Setiap hari mereka harus memutarkan uangnya untuk menanggung semua kebutuhan tersebut. Selain itu, ada tekanan emosional yang tidak kalah besar. Orang tua yang semakin tua sering kali membutuhkan dukungan emosional, sementara anak-anak juga memerlukan perhatian yang konsisten. Hal ini sering membuat individu dalam generasi sandwich merasa kewalahan, seolah-olah mereka harus selalu hadir untuk semua orang di sekitar mereka.
Tuntutan dari dua arah ini sering kali membuat generasi sandwich merasa tidak memiliki waktu untuk diri sendiri. Mereka kesulitan untuk fokus pada kesehatan mereka sendiri, beristirahat atau bahkan mengejar hal-hal yang mereka inginkan dalam hidup. Mereka dalam kondisi ini menjadi rentan terhadap stres, kelelahan bahkan masalah kesehatan mental seperti kecemasan atau depresi.
ADVERTISEMENT
Sulitnya Berkata “Tidak”
Kesulitan berkata "tidak" biasanya berakar pada berbagai faktor. Salah satunya adalah budaya yang menanamkan nilai pengabdian kepada keluarga. Di masyarakat, mendukung orang tua adalah tanggung jawab moral yang dianggap tidak bisa ditawar. Generasi sandwich sering merasa bersalah jika mereka tidak memenuhi harapan keluarga mereka bahkan jika itu berdampak buruk pada diri mereka sendiri.
Selain itu, ada tekanan sosial yang mendorong mereka untuk terus memenuhi ekspektasi keluarga. Banyak individu dalam generasi ini merasa takut dihakimi jika mereka menolak membantu orang tua atau tidak memberikan yang terbaik untuk anak-anak mereka. Selain itu, karena faktor ketidakmampuan untuk menetapkan prioritas. Generasi sandwich sering kali terjebak dalam kebutuhan untuk memenuhi semua permintaan tanpa membedakan mana yang penting dan mana yang bisa ditunda. Akibatnya, mereka merasa harus mengatakan "ya" pada hampir setiap permintaan tanpa memikirkan dampaknya pada diri sendiri.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, ketidakmampuan untuk berkata "tidak" dapat berdampak besar pada kehidupan generasi sandwich. Dampak ini tidak hanya dirasakan oleh individu itu sendiri tetapi juga oleh orang-orang di sekitarnya. Tekanan terus-menerus tanpa istirahat dapat menyebabkan kelelahan kronis, stres berkepanjangan bahkan depresi. Banyak dari generasi ini mengabaikan kesehatan mereka sendiri demi mendahulukan kebutuhan keluarga. Kurangnya waktu untuk diri sendiri dapat mengarah pada burnout yang pada akhirnya memengaruhi produktivitas dan kemampuan mereka untuk mendukung keluarga (Andi, 2023).
Mereka juga bisa kehilangan identitas diri. Ketika semua waktu dan energi dihabiskan untuk orang lain, individu dalam generasi sandwich sering kehilangan rasa identitas diri. Mereka merasa tidak punya waktu untuk mengejar impian, hobi bahkan sekadar menikmati hidup. Hal ini dapat membuat mereka merasa tidak puas dan terjebak dalam rutinitas yang monoton.
ADVERTISEMENT
Mulailah Belajar Berkata “Tidak”
Melihat banyaknya tekanan yang dialami generasi sandwich, penulis memahami bahwa pentingnya belajar berkata "tidak" pada generasi sandwich. Mereka harus menetapkan batasan. Menetapkan batasan bukan berarti mengabaikan tanggung jawab keluarga. Akan tetapi, ini adalah cara untuk memastikan bahwa seseorang dapat memberikan yang terbaik tanpa mengorbankan diri mereka sendiri. Mereka juga harus menetapkan prioritas. Berkata "tidak" membantu individu fokus pada apa yang benar-benar penting. Tidak semua permintaan atau tanggung jawab harus dipenuhi. Selain itu, selalu mengatakan "ya" dapat membuat anggota keluarga terlalu bergantung pada kita. Dengan berkata "tidak" pada situasi tertentu, generasi sandwich dapat membantu orang lain belajar untuk mandiri dan bertanggung jawab atas kebutuhan mereka sendiri.
ADVERTISEMENT
Generasi sandwich memang menghadapi tantangan yang tidak mudah, tetapi itu tidak berarti mereka harus selalu menanggung semuanya sendiri. Berkata "tidak" adalah cara untuk menjaga keseimbangan hidup, melindungi kesehatan mental dan memastikan bahwa mereka tetap bisa memberikan yang terbaik untuk orang-orang tercinta. Belajar berkata "tidak" bukanlah tindakan egois, melainkan langkah bijak untuk menghadapi tanggung jawab yang kompleks. Generasi sandwich dengan memahami pentingnya menetapkan batasan, dapat menemukan cara untuk menjalani kehidupan yang lebih sehat, bahagia dan bermakna.
Nanda Kartika Putri Mahasiswi Cendekia UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan