Konten Media Partner

5 Ciri-Ciri Usus Buntu, Penyebab, dan Cara Mengobatinya

17 Oktober 2022 13:27 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Apa saja ciri-ciri usus buntu? Foto: Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Apa saja ciri-ciri usus buntu? Foto: Unsplash
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Usus buntu adalah kondisi peradangan yang terjadi di sekitar usus buntu. Gangguan kesehatan ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti sumbatan karena benda asing, tumor, hingga tinja. Adapun beberapa ciri-ciri usus buntu yang dirasakan, mulai dari rasa tidak nyaman di perut, kesulitan BAB, dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
Untuk mengatasinya, perlu diketahui terlebih dahulu seberapa parah kondisi usus buntu yang dialami. Apabila kondisi usus buntu yang dirasakan cukup parah, dokter mungkin akan merekomendasikan operasi. Ingin tahu lebih lengkap ciri-ciri usus buntu? Simak informasinya pada artikel di bawah ini.

Ciri-Ciri Usus Buntu

Demam jadi ciri-ciri usus buntu. Foto: Unsplash
Dalam dunia medis, usus buntu dikenal dengan istilah apendisitis. Lebih lengkap, usus buntu adalah kondisi ketika usus besar yang terletak di sisi kanan bawah perut mengalami peradangan. Karena gangguan kesehatan ini, sistem pencernaan tubuh pun tidak berfungsi dengan baik.
Menurut laman Medical News Today, usus buntu termasuk ke dalam organ sistem pencernaan, yakni usus besar. Organ tubuh ini menonjol dari sisi kanan usus besar yang menyerupai umbai cacing dengan tujuan untuk menyerap nutrisi dari makanan yang dikonsumsi, seperti lemak, karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral.
ADVERTISEMENT
Dibandingkan anak-anak, usus buntu lebih sering dialami oleh seseorang yang menginjak usia 18-35 tahun. Lantas, apa saja ciri-ciri usus buntu yang perlu diketahui? Menyadur laman Mayo Clinic, berikut informasinya.

1. Nyeri perut di bagian kanan bawah

Ciri-ciri usus buntu yang kemungkinan besar dirasakan adalah rasa nyeri di bagian kanan bawah. Kondisi ini semakin dirasakan apabila pengidapnya menarik napas dalam-dalam, bergerak, bersin, batuk, hingga ketika perut ditekan.

2. Mual dan muntah

Pengidap usus buntu juga bisa mengalami mual dan muntah yang biasanya muncul setelah keluhan nyeri perut dan penurunan nafsu makan. Kondisi ini terjadi karena adanya sumbatan atau obstruksi usus karena munculnya peradangan di usus buntu.

3. Sembelit

Sembelit adalah ketika seseorang mengalami buang air besar kurang dari tiga kali seminggu. Kondisi ini biasanya diikuti oleh gejala lainnya, seperti kesulitan susah buang angin dan perut terasa kembung.
ADVERTISEMENT

4. Demam dan menggigil

Ciri-ciri usus buntu yang dirasakan adalah demam dan menggigil. Kondisi ini dipicu karena terjadinya peradangan, sehingga tubuh memberikan respons demam hingga menggigil.

5. Kencing terasa sakit

Kencing terasa sakit juga bisa menjadi ciri-ciri usus buntu yang terjadi karena adanya komplikasi lain, seperti batu ginjal. Selain rasa sakit ketika kencing, pengidap usus buntu juga kerap merasa kesulitan ketika akan buang air besar dan kecil.

Penyebab Usus Buntu

Usus buntu terjadi karena adanya peradangan di sekitarnya. Hal ini bisa dipicu oleh kebiasaan-kebiasaan yang berdampak buruk untuk kesehatan usus buntu.
Menyadur laman The National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases, berikut beberapa pemicu usus buntu yang perlu untuk diketahui.

1. Sering menahan kentut

Kondisi ini bisa memicu radang usus buntu karena gas yang berada di dalam saluran pencernaan menjadi tertahan. Akibatnya, dinding usus menjadi lebih tipis, sehingga risiko peradangan usus buntu menjadi lebih tinggi.
ADVERTISEMENT

2. Gemar mengonsumsi makanan yang dibakar

Makanan bakar mengandung zat karsinogen yang bisa memicu kanker serta gejala usus buntu. Adapun beberapa jenis makanan bakar yang perlu dihindari, seperti sate, ayam bakar, hingga ikan bakar.

3. Mengonsumsi daging kalengan

Daging kalengan termasuk makanan yang menyebabkan usus buntu karena adanya kandungan zat karsinogen. Sama seperti makanan yang dibakar, kandungan zat karsinogen berpotensi memicu radang usus buntu.

4. Jajan sembarangan

Radang usus buntu juga bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, yakni Salmonella dan E. Coli. Apabila kebiasaan jajan sembarangan ini dilakukan setiap hari, bakteri tersebut berpotensi masuk ke dalam tubuh dan menyebabkan radang usus buntu.

Apakah Usus Buntu Bisa Sembuh Sendiri?

Operasi jadi salah satu pengobatan dari usus buntu. Foto: Unsplash
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, usus buntu sulit untuk disembuhkan dengan sendirinya apabila gejala yang dirasakan sudah sangat parah, kecuali melakukan operasi. Sebaliknya, apabila kondisi masih ringan, usus buntu bisa diobati dengan mengonsumsi obat-obatan yang disarankan dokter.
ADVERTISEMENT
Lantas, bagaimana cara pengobatan penyakit usus buntu? Menyadur laman Medscape, berikut beberapa cara untuk mengobati penyakit usus buntu.

1. Memberikan obat pereda nyeri

Usus buntu bisa diobati dengan memberikan obat pereda nyeri. Seperti yang diketahui, gejala usus buntu yang paling sering dirasakan adalah nyeri perut di bagian kanan bawah. Untuk meredakannya, ada beberapa obat yang membantu meredakan gejala nyeri tersebut.

2. Mengonsumsi antibiotik

Usus buntu bisa terjadi karena infeksi bakteri. Untuk mencegah penyebaran bakteri ke organ-organ tubuh lainnya, dokter mungkin akan menyarankan Anda untuk mengonsumsi antibiotik. Antibiotik bekerja dengan membunuh bakteri-bakteri tidak baik yang ada di dalam tubuh.

3. Operasi

Pengidap usus buntu yang mengalami gejala parah mungkin memerlukan operasi. Operasi ini disebut dengan pengangkatan usus buntu atau apendiktomi.
Apendiktomi dilakukan oleh dokter spesialis bedah di bawah bius total dengan cara operasi terbuka (laparatomi) atau laparoskopi (prosedur operasi minim sayatan).
ADVERTISEMENT
Menyadur laman Cleveland Clinic, apabila usus buntu telah membentuk abses, pengeluaran cairan dan nanah disertai dengan pemberian antibiotik mungkin diperlukan. Setelah itu, operasi baru dapat dilakukan beberapa minggu usai infeksi sudah teratasi.
Artikel ini telah direview oleh dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.
(JA)