8 Penyebab Biduran Tak Kunjung Sembuh dan Lama Penyembuhannya

Konten Media Partner
19 Januari 2023 14:50 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi biduran bisa muncul pada bagian tubuh manapun termasuk punggung. Foto: Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi biduran bisa muncul pada bagian tubuh manapun termasuk punggung. Foto: Unsplash
ADVERTISEMENT
Biduran atau dikenal juga sebagai urtikaria adalah kelainan kulit yang menyebabkan munculnya bilur berwarna merah atau putih dan terasa gatal. Bilur ini awalnya muncul di satu bagian tubuh dan akhirnya menyebar ke area lainnya.
ADVERTISEMENT
Bilur yang muncul pada kulit biasanya sangat gatal dan ukurannya berkisar dari beberapa milimeter hingga seukuran telapak tangan. Meskipun area kulit yang terkena dapat berubah tampilannya dalam waktu 24 jam, bilur ini umumnya akan hilang dalam beberapa hari.
Namun, ada beberapa kondisi yang menyebabkan proses penyembuhan biduran menjadi lama. Lantas, apa yang menjadi penyebab biduran tak kunjung sembuh?

Penyebab Biduran yang Tak Kunjung Sembuh

Ada bermacam-macam penyebab biduran. Terkadang, penyebab kelainan kulit ini mudah diidentifikasi. Misalnya, Anda mengalami biduran karena reaksi alergi terhadap serbuk sari atau bulu hewan peliharaan.
Namun, biduran bisa muncul secara tiba-tiba dan tidak mudah diketahui penyebab pastinya. Jika mendapat penanganan yang salah, kondisi ini dapat menyebabkan biduran bertahan lama dan tidak kunjung sembuh.
ADVERTISEMENT
Biduran dapat bersifat akut (berlangsung kurang dari 6 minggu) atau kronis (lebih dari 6 minggu). Biduran yang tak kunjung sembuh dapat dikategorikan sebagai biduran kronis.
Dirangkum dari Healthline, adapun beberapa penyebab biduran yang tak kunjung sembuh, antara lain:

1. Infeksi Virus dan Bakteri

Ilustrasi infeksi bakteri pada kulit dapat menyebabkan biduran. Foto: Pexels
Biduran yang menyebabkan gatal-gatal dapat disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh yang berusaha melawan infeksi virus, seperti pilek. Dalam kondisi ini, biduran sering muncul menjelang akhir infeksi virus.
Selain virus, infeksi bakteri seperti radang tenggorokan atau infeksi saluran kemih terkadang juga dapat memicu biduran karena tubuh Anda bereaksi terhadap bakteri tersebut. Jika infeksi tidak ditangani, biduran biasanya akan bertahan lama dan baru menghilang setelah pengobatan dilakukan.

2. Alergi

Alergi tertentu umumnya menjadi penyebab utama biduran yang tak kunjung sembuh. Namun, kondisi ini lebih sering disebabkan oleh alergi makanan.
ADVERTISEMENT
Biduran kronis yang disebabkan alergi makanan dapat dipicu oleh bahan tertentu yang terkandung dalam makanan, termasuk pewarna buatan, bumbu penyedap, dan pengawet. Selain itu, kondisi gatal-gatal juga bisa terjadi karena alergi obat-obatan.
Beberapa obat-obatan, termasuk obat antiinflamasi non-steroid, antibiotik, dan opioid dapat menyebabkan reaksi alergi pada kulit. Kondisi ini biasanya terjadi selama penggunaan obat.
Namun, perlu diwaspadai apabila biduran muncul setelah pengobatan yang disertai gejala lain. Kondisi ini bisa menjadi tanda dari keadaan darurat medis yang disebut anafilaksis (syok berat akibat reaksi alergi). Gejala anafilaksis lainnya termasuk sesak napas, mengi, muntah, dan kehilangan kesadaran.

3. Penyakit Autoimun

Biduran tak kunjung sembuh atau bertahan lebih dari 6 minggu bisa jadi merupakan gejala penyakit autoimun, seperti lupus, diabetes tipe 1, dan penyakit tiroid. Biduran ini tidak akan hilang dengan sendirinya dan bisa bertahan selama penderita melakukan pengobatan.
ADVERTISEMENT

4. Stres

Ilustrasi faktor stres dapat menyebabkan munculnya biduran pada kulit. Foto: Pexels
Stres dapat meningkatkan suhu tubuh internal Anda serta melepaskan adrenalin dan bahan kimia lain yang dapat memicu munculnya biduran.
Biasanya, biduran yang disebabkan oleh stres muncul di area wajah, leher, dada, dan lengan. Kondisi ini juga lebih sering dialami pada orang yang memiliki eksim, alergi, atau kulit sensitif.

5. Perubahan Suhu

Ketika tubuh Anda menghadapi perubahan suhu panas atau dingin, seperti mandi air panas atau berenang di kolam renang, kondisi ini dapat menyebabkan tubuh melepaskan histamin.
Histamin adalah bahan kimia yang diproduksi saat tubuh mengalami alergi. Kondisi ini dapat menyebabkan area kulit menjadi kemerahan dan gatal-gatal.

6. Memakai Pakaian Ketat

Pakaian ketat dapat menyebabkan gesekan antara kulit dan bahan pakaian, sehingga berisiko menimbulkan iritasi dan gatal-gatal. Pakaian yang menempel di kulit juga dapat mendorong pertumbuhan bakteri ke dalam pori-pori kulit dan folikel rambut.
ADVERTISEMENT

7. Efek Olahraga

Ilustrasi olahraga dapat memicu pelepasan bahan kimia yang menyebabkan gatal-gatal pada kulit. Foto: Pexels
Saat berolahraga, tubuh melepaskan bahan kimia yang disebut asetilkolin. Asetilkolin dapat mempengaruhi sel-sel kulit Anda serta menyebabkan iritasi dan gatal-gatal.
Gatal-gatal akibat kondisi ini dikenal sebagai urtikaria yang diinduksi oleh olahraga. Selain biduran, beberapa orang memiliki gejala penyerta lainnya, seperti sesak napas, sakit kepala, dan kram perut.

8. Peradangan Pembuluh Darah

Peradangan pembuluh darah atau dikenal sebagai vaskulitis dapat menyebabkan gatal-gatal pada kulit yang tampak seperti biduran dan terasa nyeri.
Vaskulitis termasuk kondisi medis yang serius dan memerlukan perawatan medis segera. Kondisi ini dapat meninggalkan memar di kulit Anda dan bertahan selama jangka waktu tertentu.

Berapa Lama Penyakit Biduran yang Tak Kunjung Sembuh?

Dalam kondisi ringan, biduran biasanya akan hilang dalam waktu beberapa hari hingga kurang dari 6 minggu. Namun, sebagian orang dapat mengalami biduran yang tak kunjung sembuh.
ADVERTISEMENT
Menurut American Academy of Dermatology, biduran yang bersifat kronis bisa datang dan pergi atau bertahan dalam waktu lama. Biduran yang tak kunjung sembuh biasanya berlangsung selama lebih dari 6 minggu.
Jika mengalami biduran yang tak kunjung sembuh, segera periksakan diri ke dokter kulit. Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik menyeluruh untuk mengetahui penyebab pasti biduran dan memberikan penanganan yang tepat.
Artikel ini telah direview oleh dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.
(SFR)