Konten dari Pengguna

One Day Trip to Pulau Sangiang: Memecahkan Semua Ekspektasi

Kathleen Alicia Bong
Mahasiswa di Universitas Multimedia Nusantara
30 Juli 2024 11:48 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kathleen Alicia Bong tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pulau Sangiang, Banten (dok. pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Pulau Sangiang, Banten (dok. pribadi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Minggu lalu, saya mengunjungi Pulau Sangiang bersama dengan empat sahabat saya. Awalnya, kami berlima tidak berekspetasi tinggi, apalagi tour guide kami, Kak Dinda, pada saat itu juga menyarankan, “jangan berekspektasi terlalu tinggi”. Namun, Pulau Sangiang malah menjadi tempat wisata yang bolak-balik muncul di mimpi saya seminggu belakangan ini.
ADVERTISEMENT
Pulau Sangiang sendiri terletak di Selat Sunda antara Pulau Jawa dan Sumatra. Secara administratif, pulau ini diakui sebagai bagian dari Kecamatan Anyer, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Pulau ini berluas wilayah 700 hektare dan hanya dihuni oleh sekitar 50 rumah tangga. Untuk mencapai pulau ini, kami menempuh waktu perjalanan sekitar 1 jam menggunakan kapal dari Pelabuhan Paku Anyer.

Tanjung Bejo

Waktu satu jam yang terasa begitu lama di atas kapal langsung terbayarkan ketika kami berhenti di spot snorkeling Tanjung Bejo. Bagai dibutakan oleh laut yang amat jernih dan pantulan terumbu karang di bawah air, saya langsung turun nyemplung dengan masker snorkeling saya.
Karena terlalu rakus ingin menikmati pemandangan air di depan mata, saya sampai lupa melindungi kaki saya dengan sepatu katak. Alhasil, kaki saya berdarah karena tergores terumbu karang.
Snorkeling di Tanjung Bejo (dok. pribadi)
Bukan hanya saya yang bar-bar, teman saya juga muntah sekantong karena tidak sengaja minum air laut. Meskipun begitu, semua itu sepadan dengan pengalaman yang kami nikmati; langit biru, suasana tenang, kami pun melihat berbagai ikan loreng-loreng, ikan pari kecil, bahkan ubur-ubur yang menyengat salah satu teman saya sampai sekujur punggungnya merah-merah.
ADVERTISEMENT

Hutan Bakau

Usai snorkeling, kami melanjutkan perjalanan menyusuri hutan bakau dengan suasana yang menyerupai Sungai Amazon. Pohon-pohonnya sangat rimbun dan rerantingan bakau tampak tumpah-tumpah sampai ke air. Semakin dekat pulau, airnya pun semakin hijau.
Sesampainya di Pulau Sangiang, kami disambut bukan hanya oleh warga setempat yang ramah, tetapi juga oleh sekumpulan unggas yang langsung mengarak kami sampai ke sebuah warung. Wangi semerbak ikan bakar yang sedang dimasak oleh warga setempat juga tak mau kalah ikutan menyambut kehadiran kami di Pulau Sangiang.
Sekumpulan unggas yang menyambut kami dengan hangat (dok. pribadi)
Usai menggantungkan baju renang kami yang masih basah di jemuran warga setempat, Kak Dinda langsung mengarahkan kami untuk lesehan di sebuah teras rumah kayu yang berada di sebelah warung. Ikan bakar yang masih hangat disajikan di hadapan kami bersamaan dengan semacam cumi kuah santan, tempe goreng, dan nasi hangat yang pulen. Ikan gorengnya tidak amis sama sekali dan cuminya diolah dengan sangat baik sehingga terasa seperti sedang makan bakso.
ADVERTISEMENT
Salah satu teman saya cukup stres harus makan lesehan bersama dengan kucing dan ayam-ayam besar yang terus manjat ke teras, seakan mengharuskan kami berbagi makanan lezat ini dengan mereka. Bagaikan sedang makan prasmanan nikahan, ia makan di luar teras sambil kadang lari-larian dikejar ayam.
“Tara, jangan makan sambil berdiri gitu, ah. Di sini aja! Kita bantu usir ayam sama kucingnya,”
Masalahnya, tempat ini sudah menjadi teritori para unggas dan kucing tersebut sehingga kami tidak bisa melakukan apa-apa selain menertawakan Tara yang teriak-teriak tiap dihampiri unggas-unggas itu.

Gua Kelelawar

Usai mengisi perut kami dengan seafood dan tempe yang terasa seperti comfort food, kami berangkat trekking ke gua kelelawar. Karena buta itinerary, kami hanya membawa segentong sunscreen dan tidak terpikir harus memakai autan kalau tidak diingatkan oleh warga setempat. Kami pun berujung membeli autan sachetan terlebih dahulu di warung.
ADVERTISEMENT
Perjalanan trekking sedikit menantang karena jalanan yang “beranjau” batu, ranting, dan batang pohon yang besar-besar. Yang namanya petualangan belum seru kalau tidak ada tragedi kecil. Sendal teman saya robek sana-sini sedangkan kaki saya digigit ulat. Mulut terus misuh dari tadi, tapi seketika tak berhenti mengucapkan pujian sesampainya di depan gua kelelawar.
Gua Kelelawar (dok. pribadi)
Pemandangan di gua kelelawar ini sangat indah. Deburan ombak terus memasuki gua dengan kencang, dan gua dipenuhi oleh suara ratusan kelelawar. Airnya tidak hanya berwarna biru, tetapi tampak kerlap-kerlip bagai kristal karena kejernihannya.
“Ikan hiu suka datang ke sini nih, naik ke permukaan untuk makan kelelawar yang jatuh ke air,” jelas Kak Dinda.
Kami pun langsung sok ngide mau berburu hiu. Namun, kata Kak Dinda, peristiwa tersebut langka terjadi. Pengunjung juga disarankan untuk datang di bulan Mei hingga Agustus untuk melihat kejadian tersebut.
ADVERTISEMENT
Selain itu, ada satu kata untuk nyamuk-nyamuk di sana: bengis. Meskipun ditepis tangan, nyamuk-nyamuk itu terus hinggap di sekujur tubuh, bahkan di kelopak mata. Untungnya, kami sudah memakai dua bungkus autan; jika tidak, pulang-pulang kami mungkin sudah bentol-bentol digigit nyamuk.

Bukit Begal dan Puncak Harapan

Kami melanjutkan trekking ke Bukit Begal, dan dari puncaknya, kami kembali dikejutkan oleh pemandangan yang fantastis.
Bukit Begal (dok. pribadi)
Dari sini, kami dapat melihat Pantai Sepanjang dengan air yang sangat jernih, ombak yang begitu menenangkan, dan pemandangan yang seolah-olah diambil dari lukisan cat minyak.
Tebing-tebing hijau yang mengelilingi area tersebut serta pantai yang tampak tidak tersentuh dan bersih tanpa sampah menambah keindahan pemandangan. Pokoknya pemandangannya sebelas dua belas dengan Uluwatu, Bali.
ADVERTISEMENT
Setelah itu, kami lanjut trekking ke Puncak Harapan. Selama trekking, kami terus diikuti oleh seekor kambing.
“Itu kambingnya khodam lu kali, ngekor mulu,”
Berswafoto di Puncak Harapan (dok. pribadi)
Tampaknya kambing itu hanya ingin ikut menikmati pemandangan di Puncak Harapan. Meski mirip Bukit Begal, Bukit Harapan tetap menyuguhkan pemandangan yang tak kalah indah dan asri.

Pantai Sepanjang

Tak terasa, kami sudah tiba di penghujung acara. Seperti dessert yang manis, Pantai Sepanjang menjadi destinasi penutup kami di Pulau Sangiang.
Pantai Sepanjang (dok. pribadi)
Pantai ini memiliki pasir putih yang sangat bersih. Di pesisir pantai, banyak batu karang yang memperindah pemandangan. Ombak terus datang menyambut kami, menciptakan suasana yang menenangkan.
Air laut yang biru jernih menggoda kami untuk segera menceburkan diri. Kami pun berlari-larian di pantai yang sepi, serasa di drama Korea Twenty Five Twenty One.
ADVERTISEMENT
Awalnya disarankan untuk tidak berekspektasi tinggi, Sangiang malah memecahkan seluruh ekspektasi saya dengan keindahannya yang luar biasa. Jangan segan-segan berkunjung ke Pulau Sangiang kalau kalian singgah ke Anyer, ya!