Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
7 Film yang Berkesan di 2020: Film Deddy Mizwar hingga Robert De Niro
5 Desember 2020 9:07 WIB
Tulisan dari Katondio Bayumitra Wedya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pandemi corona menyelimuti tahun 2020. Bencana dunia ini memaksa kita mengurangi frekuensi keluar rumah. Mau tidak mau, berdiam di rumah adalah keputusan paling bijak jika memang tak ada yang mendesak.
ADVERTISEMENT
Alhasil, gua yang menjalani Work From Home (WFH) menjadi lebih produktif. Produktif nonton film.
Entah, sudah berapa judul film yang gua tonton sepanjang 2020. Yamg pasti, genrenya bervariasi. Kesannya ada yang bikin takjub, haru, bahkan jengkel.
Pada stori ini, gua menumpahkan unek-unek dan pujian gua terhadap beberapa film yang gua tonton di 2020, tujuh saja dulu mungkin, ya. Gua tak mencoba untuk menjadi kritikus film nomor wahid di sini, tetapi lebih kepada mencurahkan isi hati dan pikiran.
Selamat membaca. SPOILER ALERT!
1) Sang Dewi (2007)
Film ini dapat kalian tonton di Disney Hotstar+
Ceritanya tentang petinju bisu bernama Beno (Volland Humonggio) yang mencintai pelacur bernama Laras (Sabai Morscheck). Kesan gua terhadap Sang Dewi adalah penulisan skenarionya bagus, ada beberapa twist, tetapi eksekusinya kurang 'nonjok'.
ADVERTISEMENT
Namun, itu bukan masalah yang terlalu besar. Mungkin karena ada keterbatasan teknologi dan budget yang membikin eksekusinya sulit sempurna. Gua paham, mereka sudah coba yang terbaik, tetap apresiasi.
Intinya, buat gua, ini adalah film yang menarik, silakan ditonton. Masalah yang bikin gua kesal sampai ke ubun-ubun hanyalah ending filmnya!
(Spoiler)
Beno berduel dengan juara bertahan tinju nasional yang sombong nan sengak. Jika menang, dia akan menjadi juara nasional baru. Ingat, ya, ini duel tingkat nasional. Disiarkan di TV, diberitakan di media massa, menjadi daya tarik masyarakat luas.
Singkat cerita, saking sengitnya duel itu, kedua petinju terjatuh di akhir ronde pemungkas. Kena pukul secara bersamaan. Namun, cuma Beno yang mampu kembali berdiri. Lantas, wasit menobatkannya sebagai pemenang.
ADVERTISEMENT
Setelah itu, si Beno pingsan lagi. Di atas ring. Lalu, Laras yang datang telat ke arena berlari merangsek masuk ke ring saat melihat Beno tumbang. Laras naik ke ring dan menaruh kepala Beno--yang masih tak sadarkan diri--ke pangkuannya sambil menangis histeris.
Pertanyaan gua.... INI TIM MEDISNYA MANA!? Setelah si Laras masuk, hanya pelatih Beno dan dua asistennya juga ikut masuk ke ring. Apa yang mereka lakukan? BENGONG!
Ini petinju sudah pingsan, terkapar, enggak ada tim medis, hanya ada cewek mewek dan tiga pria dewasa yang terbengong-bengong sambil duduk di antara dua sujud. Medisnya mana!? Ini kompetisi NASIONAL, lho! Masa enggak ada tim medis yang disiapkan di area duel!?
Gua kesal karena beberapa hari sebelum menonton film itu gua lagi hobi-hobinya nonton duel MMA di YouTube. In real life, wasit hingga medis sangat sigap dengan kondisi petarung.
ADVERTISEMENT
Jangankan terkapar, si petarung masih bisa berdiri saja kalau terlihat sempoyongan atau matanya tampak sudah terlihat tak fokus, wasit berhak menyetop duel dan mengecek kondisinya. Kalau enggak yakin, wasit akan memanggil medis.
Lha, ini sudah pingsan tetapi medisnya tak sigap, pelatihnya cuma bengong. Gua berpikir, "Oke, mungkin si penulis skenario ingin Beno mati. Sad ending". Dan ternyata... si Beno-nya bangun lagi, dong! Habis itu langsung muncul kredit, tetapi medis tak jua muncul........ Oh my God.
2) Sabar Ini Ujian (2020)
Film ini dapat kalian tonton di Disney Hotstar+
Ini adalah langkah yang berani dibuat oleh sineas Indonesia. Anggy Umbara (sutradara sekaligus penulis skenario bersama Gianluigi Christoikov dan Erwin Wu) juga Manoj Punjabi (produser) layak dipuji karena sudah berani bikin eksperimen ini.
ADVERTISEMENT
Sabar Ini Ujian adalah film bertema time-loop pertama di Indonesia. Akhirnya, Indonesia ada film yang kayak Groundhog Day (1993).
Ceritanya tentang Sabar (Vino G. Bastian) yang selalu bangun di pagi yang sama, di hari pernikahan mantan pacarnya. Nah, lho! Bagaimana solusi agar harinya tak kembali berulang?
Di situlah plot twist-nya. Intinya, ada urusan yang harus diselesaikan dulu agar hidup Sabar kembali normal. Inti masalah hidup itu terkadang bukan sesuatu yang jelas di depan mata, melainkan masa lalu kelam yang coba dikubur dalam-dalam dan dilupakan.
3) Nona (2020)
Film ini dapat kalian tonton di Disney Hotstar+
(Spoiler)
Cewek bernama Nona (Nadya Arina) bersahabat dengan cowok bernama Ogy (Augie Fantinus) sejak kecil hingga dewasa. Friend zone. Persahabatan mereka asyik-asyik saja hingga akhirnya Nona punya pacar bernama Steve (Rangga Nattra) yang overprotektif dan bastard.
ADVERTISEMENT
Hingga akhirnya, Ogy wafat. Itu juga karena kesalahan Nona. Lalu, arwah Ogy (atau cuma khayalan Nona) masuk ke boneka orang utan milik Nona yang merupakan hadiah ulang tahun dari Ogy. Kemudian, mereka berpetualang ke Azerbaidjan demi suatu tujuan.
Oke, ini film bagus. Hanya, ada satu adegan yang gua rasa enggak perlu. Jadi, ada momen Nona dan Ogy ini enggak komunikasi, lalu Nona kembali menghubungi Ogy, mengajak ketemuan. Mau curhat, ceunah.
Lalu, mereka ketemuan di kafe tempat Ogy bekerja--sekaligus punya Steve--dan ada Steve dan saudaranya di sana. Di situ, alih-alih bertemu Ogy untuk langsung curhat, tetapi yang ada malah si Nona bilang, "Gua enggak bisa ngomong di sini!"
Akhirnya, mereka naik gunung dan si Nona berencana curhat di sana. Maksud gua.... Kalau gitu, dari awal saja si Nona ini ngajakin Ogy ke gunung, kagak usah ke kafe itu dulu.
ADVERTISEMENT
Gua yakin, kalau itu dihilangkan tidak akan merusak cerita dan menghemat durasi atau sisa durasi bisa dipakai untuk menyempurnakan adegan lain. Kenapa?
Karena di gunung itu, Nona dan Ogy kembali bertemu saudaranya Steve. Jadi, agak mubadzir, sih, menurut gua. Dan mungkin, jika adegan kafe itu enggak ada, hasilnya bisa jadi lebih menguras emosi.
4) The Intern (2015)
Film ini dapat kalian tonton di Mola TV atau HBO GO
Gua sangat suka dengan ide cerita dari The Intern. Ceritanya, Ben Whittaker (Robert De Niro) yang merupakan seorang duda berusia 70 tahun sudah bosan dengan kehidupan pasca-pensiun.
Dia pensiun dengan kondisi finansial yang sangat cukup, bahkan bisa keliling dunia, tetapi tetap merasa hampa. Alhasil, Ben memutuskan untuk mencari kehidupan baru. Dia melamar sebagai pemagang di perusahaan fashion (semacam start up) yang digarap cewek milenial, Jules Ostin (Anne Hathaway).
ADVERTISEMENT
Melihat bagaimana seorang sepuh kembali bekerja di kantor yang atmosfernya berbeda jauh dengan tempat kerjanya dulu adalah sesuatu yang menarik. Dia harus beradaptasi dengan gaya anak muda.
Selain itu, di luar dari inti cerita, gua merasa agak tersentuh dengan adegan Ben mengunjungi pemakaman demi pemakaman. Sekali lagi, Ben sudah berusia kepala tujuh, jadi sudah banyak teman-teman seumurannya yang berpulang.
Gua membayangkan hidup ini laiknya sebuah fase. Sekarang, usia gua 26 tahun, masa ketika gua lagi giat-giatnya datang ke acara pernikahan teman-teman gua, dari kondangan yang satu ke kondangan yang lain.
Nanti, jika InsyaAllah diberi umur panjang (Aamiin ya Allah), gua mungkin akan mendatangi banyak pemakaman demi pemakaman teman-teman gua. Well, tetapi kalau datang ke pemakaman, gua tidak akan mendapat pertanyaan laiknya di kondangan, seperti "Kapan nyusul?"
ADVERTISEMENT
Anyway, balik lagi ke film The Intern. Ya, intinya, gua suka sama filmnya. Namun satu catatan dari gua adalah kayaknya, sih, cewek-cewek enggak akan suka sama ending filmnya.
5) The Social Dilemma (2020)
Film ini dapat kalian tonton di Netflix
Buat teman-teman gua yang baca ini, mohon maaf kalau sekarang gua enggak tahu kalian lagi sibuk apa, bisnis apa, sudah lahiran atau belum, habis jalan-jalan ke mana, hingga apa menu sarapan kalian pada tanggal 1 Desember 2020 (misalnya). Sebab, gua lagi jarang banget main media sosial.
Kenapa? Karena The Social Dilemma, gua menjadi bertekad untuk mengurangi frekuensi gua bermedia sosial (Twitter, Facebook, Instagram). Dan itu sudah gua lakukan.
Kalau kalian menonton film ini, mungkin kalian akan sama kayak gua. Media sosial adalah candu, yang dari luar tampak bukan masalah besar, tetapi tak jarang dari sanalah masalah besar berakar.
ADVERTISEMENT
Teori konspirasi, gerakan-gerakan ala aktivis yang ngawur, opini-opini sok tahu, hingga ekspresi kebahagiaan palsu ada semua di media sosial. Pada akhirnya, itu semua meracuni pikiran lu, pola pikir lu, hingga prasangka lu. Hati-hati.
Sedikit mengenai isi filmnya, The Social Dilemma mengundang sejumlah tokoh eks pekerja di perusahaan-perusahaan di Silicon Valley untuk berbicara, bersaksi, dan menyebarkan pesan tentang apa yang dulu mereka kerjakan dan kenapa media sosial menjadi candu dunia.
Ada eks pegawai Facebook, Google, Instagram, Reddit, dan sebagainya. Menarik untuk disimak.
6) Train to Busan Presents: Peninsula (2020)
Film ini sudah tayang di CGV
Ternyata, orang Korea Selatan bisa juga membuat film yang bikin penontonnya kesal, secara harfiah. IMDB memberi nilai 5,4 pada film Train to Busan Presents: Peninsula dan awalnya itu membuat gua heran.
ADVERTISEMENT
Kenapa? Padahal, film Train to Busan (2016) cukup sukses dan bagus. Gua suka film itu.
Namun akhirnya, gua tetap memutuskan untuk menonton film ini. Sebab, gua merasa kadang rating itu salah, lalu berkaca juga dari menariknya film yang pertama, mengingat bahwa film-film Korea Selatan kerap bisa membuat gua takjub, dan pada dasarnya gua adalah penggemar film zombie.
Sepanjang film, gua tidak merasa ini adalah film yang sangat buruk. Seru, bahkan, ada adegan kejar-kejaran mobil laiknya Fast and Furious! Namun... ya, agak lebay juga, sih, masa mobil sudah nabrak orang berkali-kali kagak ringsek. Well, namanya juga film.
(Spoiler)
Dan ternyata, pada akhir film, gua tahu kenapa ini film enggak layak dapat rating mencapai 6. Ending-nya riweuh banget, bos! Kesal saya!
ADVERTISEMENT
Sebelumnya gua kasih tahu, nih, pada awal film, karakter utama lelaki Jung-seok (Gang Dong-won) tega mengacuhkan perempuan bernama Min-jung (Lee Jung-hyun) dan suaminya beserta anaknya yang meminta tumpangan ke pelabuhan dengan tujuan lari dari Korea Selatan yang sudah diinvasi zombie.
Empat tahun berselang, mereka bertemu lagi di Korea Selatan, dengan anak-anak Min-jung yang sudah remaja dan satu lagi seusia TK. Kali ini, di ending film, mereka hendak kabur dari kejaran zombie dengan menggunakan pesawat dari PBB.
Masalahnya, Min-jung ini terluka, kakinya pincang, kagak bisa lari kencang. Alhasil, ketika anak-anaknya beserta Jung-seok sudah sampai di dekat pesawat PBB, Min-jung masih ketinggalan di belakang dan pasukan zombie mengejar mereka.
Terus, si Min-jung masuk ke dalam truk. Dia terjebak di tengah kepungan zombie karena dia menekan klakson, dengan tujuan agar para zombie itu mengerubunginya saja, memakannya saja, agar anak-anaknya selamat dan lari bersama pasukan PBB.
EH! ternyata.... anaknya Min-jung yang remaja, Jooni (Lee Re), merajuk. Dia tidak mau naik ke pesawat pasukan PBB tanpa sang ibu. Begini, jarak antara truk tempat Min-jung bersembunyi dan spot landing pesawat PBB itu lumayan jauh.
ADVERTISEMENT
Anehnya, si Min-jung bisa ngeh bahwa anak-anaknya kekeh enggak mau pergi. Terus, dia memutuskan ingin bunuh diri, menodongkan senapan ke dagu.
Di situ gua mikir, "Oke, si ibu akan bunuh diri dan anak-anaknya beserta Jung-seok bakal cabut". Namun ternyata, TIDAK!
Jung-seok berlari bak pahlawan untuk menyelamatkan Min-jung yang sudah dikepung zombie dan Min-jung sendiri pun enggak jadi bunuh diri. Ia lantas membuka pintu truk, menembaki beberapa zombie, lalu menyambut Jung-seok yang ingin menyelamatkannya.
Di situ gua mikir, "Oke, Jung-seok mati dan Min-jung selamat". Namun ternyata, TIDAK!
Jung-seok berhasil lari dengan cepat lalu menahan satu batalyon zombie menggunakan dua pintu mobil sedan. Padahal, sepanjang film, kita diperlihatkan bahwa zombie-zombie itu kuat, tetapi melewati pintu mobil sedan enggak bisa.
ADVERTISEMENT
Dan yang paling bikin gua kesal adalah ketika Min-jung berlari terpincang-pincang ke arah pesawat PBB dan dua anaknya berlari menyambutnya. Saat mereka bertemu di tengah pelarian, mereka berhenti dan berpelukan sambil menangis.
Zombie-nya masih mengejar, tetapi MEREKA BERHENTI! WOY! BISA DI-PENDING DULU ENGGAK 'UNYU-UNYU'-ANNYA! ZOMBIE-NYA CUMA KEHALANG PINTU SEDAN ITU!
Dan akhirnya, pasukan PBB datang memapah mereka. Bagaimana dengan Jung-seok? Oh, dia selamat, bahkan berjalan 'santuy' ke pesawat sambil menghadap belakang. Tampaknya, dia sangat yakin dengan kekuatan pintu mobil sedan itu.
7) Sejuta Sayang Untuknya (2020)
Film ini dapat kalian tonton di Disney Hotstar+
Ketika Deddy Mizwar kalah di Pemilihan Gubernur Jawa Barat 2018, gua senang banget. Bukan... bukan karena gua adalah fan sekaligus voter Ridwan Kamil, bukan pula hater-nya beliau.
ADVERTISEMENT
Justru, gua adalah penggemar Deddy Mizwar, pencinta karya-karya filmnya. Gua yakin, kalau sudah tak lagi berpolitik, Deddy bakal kembali membuat film yang bagus. Film Sejuta Sayang Untuknya ini adalah contohnya.
Ini film sangat ngena di gua karena... Hmm... hidup ini kadang tidak berjalan seperti maunya kita. Idealisme dalam berkarya tidak selalu bisa memberi kita modal untuk makan, apalagi untuk hal-hal lainnya.
Makanya, dalam berkarya, tak jarang kita dipaksa berkhianat, menyimpang dari jalur yang idealnya demi pasar, demi uang, demi maunya bos. Itu menjijikkan, tetapi alhamdulillah masih belum keluar jalur.
Akan tetapi, bukan tak mungkin, ada situasi kita dipaksa untuk juga meninggalkan jalur itu secara penuh, menjadi pribadi yang lain, karena tuntutan hidup yang sudah kadung mendesak. Kurang lebih begitulah gambaran film ini.
ADVERTISEMENT
Good job, bapak Deddy Mizwar. Dua jempol untuk Anda.