Konten dari Pengguna

Akhir Zaman Tanpa Internet, Mungkinkah?

Katondio Bayumitra Wedya
Moslem. Author of Arsenal: Sebuah Panggung Kehidupan
4 Januari 2022 7:06 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Katondio Bayumitra Wedya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Sebelum pandemi corona merebak di Indonesia, saya beberapa kali menghabiskan waktu untuk nongkrong di kafe bersama teman kuliah saya. Itu berarti sekitar 2 tahun lalu, saya menghabiskan waktu berkumpul bareng mereka setiap sebulan sekali atau dua kali.
ADVERTISEMENT
Ada saja bahasan yang muncul. Salah satu yang terkenang di kepala saya adalah pembicaraan soal akhir zaman.
Namun, yang paling 'mengganggu' pikiran saya bukan soal kehadiran dajjal ataupun yajuj & majuj. Namun, soal 'punahnya' internet di akhir zaman.
Kata teman saya, ketika akhir zaman nanti, dunia akan masuk ke era ketika teknologi akan hancur. Tidak ada internet, semua orang kembali hidup dengan cara tradisional.
Ilustrasi. Foto: Pixabay
Saya mengernyitkan dahi kala mendengar cerita teman saya, yang saya lupa ia dapatkan teori itu dari mana. Sebab, saya pikir, kehancuran zaman justru akan datang karena perkembangan teknologi, terutama internet, yang kian masif.
Teknologi bisa membantu umat manusia memecahkan segala masalah. Namun di sisi lain, teknologi juga bisa dijadikan senjata untuk menghancurkan peradaban.
ADVERTISEMENT
Jadi, saat itu, saya tidak sepakat dengan teman saya. Saya menyatakan argumen saya, dia tetap pada argumennya, dan pembicaraan itu diakhiri dengan kata "Wallahualam (Dan Allah lebih tahu)".
Beberapa waktu setelah itu, lebih dari setahun usia pandemi corona, saya membaca stori yang mengejutkan. Ini ditulis oleh rekan saya, sesama jurnalis kumparan, judulnya "Ilmuwan Peringatkan Badai Matahari Bisa Picu Kiamat Internet, Kok Bisa?" yang diunggah pada September 2021.
Ilustrasi badai matahari Foto: NASA/flickr
Sangeetha Abdu Jyothi, asisten profesor di University of California, Irvine, mengatakan bahwa badai matahari ekstrem bisa menyebabkan 'kiamat' internet. Dampaknya, sebagian besar masyarakat dunia tidak bisa mengakses layanan internet dalam waktu yang cukup lama, berminggu-minggu sampai berbulan-bulan.
Dalam sejarah, hanya dua badai ekstrem yang tercatat berdampak langsung ke Bumi, yakni pada 1859 dan 1921. Insiden yang dikenal sebagai Carrington itu menciptakan gangguan geomagnetik parah di Bumi, sehingga kabel telegraf terbakar dan aurora terlihat di dekat khatulistiwa Kolombia.
ADVERTISEMENT
"Yang benar-benar membuat saya berpikir tentang ini adalah bahwa dengan pandemi, kita melihat betapa tidak siapnya dunia. Tidak ada protokol untuk menanganinya secara efektif, dan itu sama dengan ketahanan internet. Infrastruktur kami tidak siap untuk peristiwa matahari skala besar," kata Abdu Jyothi kepada WIRED.
Saya lantas mengontak langsung teman saya itu untuk mendiskusikan soal ini. Kesimpulan yang bisa diambil, fenomena ini bisa saja terjadi di masa depan, entah kapan.
Ilustrasi internet. Foto: Istimewa
"Tidak bisa diprediksi, paman. Cuma biasanya badai matahari terjadi setiap 25 tahun sekali. Mungkin setelah kita tiada, wkwkwkwk," katanya dalam pesan teks.
Saya juga tidak tahu kapan kiamat atau akhir zaman itu akan tiba. Namun, kalau pada masa lalu saja badai matahari bisa membuat kekacauan, bukan tak mungkin bahwa ratusan atau ribuan tahun lagi (kalau memang umur dunia sampai segitu) badai matahari akan merusak teknologi.
ADVERTISEMENT
Atau barangkali, ada hal lain yang lebih buruk yang bakal menghancurkan teknologi di akhir zaman. Atau sebaliknya, teknologi bisa jadi akan tetap atau bahkan semakin berjaya.
Wallahualam. (4/365)