Berkat Jadi Wartawan, Saya Sampai di Mandalika

Katondio Bayumitra Wedya
Moslem. Author of Arsenal: Sebuah Panggung Kehidupan
Konten dari Pengguna
27 Juni 2022 17:20 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Katondio Bayumitra Wedya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sirkuit Internasional Mandalika di Lombok Tengah, NTB. Foto: Bay Ismoyo/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Sirkuit Internasional Mandalika di Lombok Tengah, NTB. Foto: Bay Ismoyo/AFP
ADVERTISEMENT
Pada 2017, saya mematok sebuah mimpi. Bagi saya, Sirkuit Mandalika adalah 'tanah terjanji' yang harus dikunjungi suatu hari nanti. Ketika itu, sirkuit yang terletak di Nusa Tenggara Barat itu belum jadi. Namun, saya percaya, itu akan menjadi tuan rumah ajang balapan bergengsi.
ADVERTISEMENT
Empat tahun berlalu, Sirkuit Mandalika akhirnya rampung dibangun. Dan benar saja, para pebalap ternama dunia mampir ke sana untuk berpacu. Diawali oleh Asia Talent Cup dan Kejuaraan Dunia Superbike pada November 2021.
Saya berkunjung ke sana beberapa hari sebelum balapan Asia Talent Cup (ATC) dan sebelum sesi latihan bebas Superbike. Ya, saya memang tidak berkesempatan melihat langsung balapan di sana. Saya meliput hal menarik lain yang ada di sana.
Namun, bisa datang ke sana menginjak aspal dan gravel-nya saja sudah menyenangkan. Terasa tidak salah, saya mengambil profesi sebagai wartawan.
Saya di Mandalika. Foto: Aditya Noviansyah
Memang, jadi wartawan tidak mudah. Saya harus memiliki fisik yang prima untuk turun lapangan, belum lagi merayu narasumber untuk diwawancarai. Namun, ada sejumlah keuntungan.
ADVERTISEMENT
Misalnya, berprofesi sebagai wartawan membuat saya bisa berinteraksi dengan tokoh-tokoh olahraga nasional. Dahulu, saya cuma bisa melihat mereka dari layar kaca. Sekarang, saya dapat bertemu langsung atau sekadar berbincang di telepon.
Hariyanto Arbi, Doni Tata Pradita, Peri Sandria, Alexander Pulalo, Eduard Ivakdalam, hingga Nur'alim adalah contoh nama-nama legenda olahraga Indonesia yang pernah saya ajak berbincang. Menyenangkan rasanya bisa mendengar langsung kisah-kisah mereka semasa jaya.
Hariyanto Arbi dan saya. Foto: Raihandika Priamdimas Wahyudi
Saya dan abang. Foto: Tarrasch Parikesit
Contoh narasumber yang berkesan bagi saya adalah Muamar Qadafi dan Mugiyono. Keduanya merupakan contoh putra bangsa Indonesia yang boleh dibilang sukses di luar negeri.
Qadafi adalah seorang pebulu tangkis yang melanglang buana ke Benua Amerika, negara yang sebetulnya sangat asing dengan olahraga tepuk bulu. Namun, dengan tangan dinginnya, ia bisa mengantar Kevin Cordon asal Guatemala berbicara banyak di Olimpiade.
ADVERTISEMENT
Sementara, Mugiyono merupakan tokoh penting di balik aksi para pebalap Kejuaraan Dunia MotoGP. Ia adalah orang yang mengurus helm sejumlah pebalap dan mendengar kisahnya sangatlah inspiratif. Silakan baca hasil kerja jurnalistik saya di sini.
UKW. Foto: kumparan
Sebagai wartawan yang belum empat tahun bekerja, saya tentu masih banyak kekurangan. kumparan mengadakan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) pada 25-26 Juni 2022. Saya senang karena bisa menyerap banyak ilmu dari kegiatan ini.
Saya bukan lulusan kuliah jurusan jurnalistik. Jadi, saya sebelumnya tidak tahu banyak tentang dunia kewartawanan. Dan akhirnya, hadirlah UKW yang memberi saya pengetahuan lebih tentang Kode Etik Jurnalistik, cara menulis yang baik, dan banyak ilmu lainnya. Dan alhamdulillah, saya dinyatakan lulus.
Ada satu kalimat menarik dari penguji saya di UKW kali ini, yakni ibu Aprida M. Sihombing. Beliau mengaku tidak pernah memberi nilai 100 kepada wartawan yang diujinya. Dia memiliki alasan yang sangat bagus.
ADVERTISEMENT