'Ditemani' John Mayer dari Stasiun Depok Baru hingga Pesing

Katondio Bayumitra Wedya
Moslem. Author of Arsenal: Sebuah Panggung Kehidupan
Konten dari Pengguna
9 Desember 2019 9:51 WIB
Tulisan dari Katondio Bayumitra Wedya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
John Mayer. Foto: AFP/Suzanne Cordeiro
zoom-in-whitePerbesar
John Mayer. Foto: AFP/Suzanne Cordeiro
ADVERTISEMENT
"Bro, kantor lu di mana? Gua mau kirim undangan, nih."
ADVERTISEMENT
Itulah kalimat yang dilontarkan oleh teman lamaku melalui fitur direct message Instagram pada 24 November 2019. Tiba-tiba saja.
Tak lama setelahnya, temanku itu mengirimkan foto softcopy undangan pernikahannya. Aku kaget. Ternyata, dia 'laku' duluan. Kok, bisa, ya? Ya, sudahlah. Meski begitu, aku tetap senang mendengarnya.
"Allahu Akbar. Subhanallah. Barakallah," responsku saat itu.
"Biar ngurangin dosa, bro, hahaha...," jawabnya. Ada benarnya, sih.
Cuma masalahnya, ada satu hal yang membuatku sedikit ragu untuk datang ke pesta pernikahannya itu. Akhirnya, aku jawab begini saja, "Diusahakan, bro [dan 'emote jempol']".
Sebenarnya, bukan ragu, sih. Bisa dibilang, aku sempat agak mager karena lokasi pernikahannya tertera di Pesing Poglar, Kelurahan Kedaung Kaliangke, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat.
ADVERTISEMENT
Jauh pisan, euy. Aku juga tidak tahu apakah bakal dapat jatah libur atau tidak di hari Sabtu, 7 Desember 2019 --Hari H acara.
"Hmm... Bagaimana, ya?" Foto: Pixabay
Namun akhirnya, aku membulatkan tekad untuk datang. Apalagi, ternyata jadwal liburku selama Desember 2019 adalah di hari weekend. Yoweslah.
Lagipula, aku juga sudah lama tak bersua dengan teman semasa aku bekerja di kantor lamaku dulu itu. Hitung-hitung silaturahmi. Juga cari inspirasi.
Oh iya, storiku kali ini mungkin agak disponsori oleh Tiara Hasna. Sebab, perempuan (yang mengaku) asal Bandung itu telah 'meracuniku' dengan lagu-lagu John Mayer selama beberapa hari belakangan ini.
Alhasil, karena aku tahu perjalananku dari Depok menuju Jakarta Barat itu bakal lama, jadilah aku memutuskan untuk mendengarkan lagu selama perjalanan di kereta. Biar enggak boring dan kian dapat inspirasi. Dan semua lagu itu adalah lagu John Mayer.
John Mayer 'New Light' Foto: Twitter @JohnMayer
Aku meninggalkan rumah sekitar pukul 10:00 WIB. Berangkat naik ojek online menuju Stasiun Depok Baru. Sesampainya di peron, langsung kusetel lagu John Mayer secara acak dari aplikasi musik JOOX.
ADVERTISEMENT
Lagu pertama yang muncul: 'Waiting on the World to Change'.
Meanwhile, I'm waiting for the train at Depok Baru Station.
Sebagai pendengar baru Mayer, mungkin aku bisa saja salah menginterpretasikan lagu ini. Namun, kalau membaca lirik dan penjelasan di baliknya, lagu ini berpusat soal pandangan Mayer terhadap kondisi dunia.
Dia mungkin merasa --ini boleh koreksi, ya, kalau salah-- generasi saat ini lamban merespons apa yang terjadi di dunia. Kalaupun mau berbuat, kita tak punya daya.
Now we see everything that's going wrong
With the world and those who lead it
We just feel like we don't have the means
To rise above and beat it
Jadi, ya, tunggu saja sampai dunia ini berubah jadi lebih baik. Mayer dalam lagu ini tampak percaya, suatu saat generasinyalah yang bakal memimpin. Hmm... Tapi apakah itu jaminan dunia bakal lebih baik?
ADVERTISEMENT
Namun, terlepas dari itu semua, aku enggak menyangka pria kelahiran Connecticut ini ternyata cukup kritis juga. Enggak cuma jago bikin lagu cinta-cintaan. 'Waiting on the World to Change' juga agak menyindir perilaku korupsi para pemimpin dunia.
Ah, Indonesia.
Beberapa stasiun kemudian, lagu 'Vultures' berkumandang. Bagian chorus dari lagu ini menarik perhatianku.
Down to the wire
I wanted water, but I'll walk through the fire
If this is what it takes to take me even higher
Then I'll come through
Like I do when the world keeps testing me, testing me, now
Aku mengartikan penggalan lirik di atas sebagai curhatan soal cobaan hidup. Tan Malaka punya ungkapan lebih sederhana: Terbentur, terbentur, terbentur, terbentuk.
ADVERTISEMENT
Aku juga teringat ceramah-ceramah agama yang biasa disampaikan para ustaz. Intinya, Allah SWT. enggak selalu memberikan sesuatu persis yang kita inginkan. Kita mungkin berdoa pengin ikan, tetapi malah dikasih kail.
Namun dengan begitu, kita bisa jadi pemancing ikan andal. Menangkap ikan lebih banyak. Bisa buat kita makan sendiri dan memberikan kepada orang lain. Ya, begitulah caranya agar kita enggak '... being just a number'.
Ilustrasi gelombang gravitasi. Foto: Vimeo
Mendekati Stasiun Manggarai, lagu yang terputar adalah 'Gravity'. Ini adalah lagu yang si Tiara suka banget. Entah kenapa. Dia bahkan tak terima waktu kubilang aku lebih suka 'In Repair' --nanti kujelaskan kenapa.
Aku mencoba memahami liriknya dan mencari referensi di internet soal makna lagu ini. Ternyata, Mayer pernah bilang dalam konsernya di Eddie's Attic, Atlanta, Amerika Serikat, pada Desember 2005. Katanya, sih, ini lagu yang penting banget buat dia.
ADVERTISEMENT
Ini adalah lagu paling penting yang pernah kutulis, ini adalah lagu kapsul waktu. Aku akan mendengarkannya setiap hari dalam hidup jika perlu. Demi Tuhan, ini lagu paling penting yang pernah kutulis dalam hidupku, dan ini memiliki kata-kata yang paling sedikit.
Ungkapan 'kapsul waktu' ini menarik, sih, bagiku. Sebab, Stasiun Manggarai adalah tempat yang menyimpan memori tersendiri buatku.
Ya, dulu waktu di kantor lama, setiap mau berangkat dan pulang kerja naik kereta pasti lewat sini. Stasiun Manggarai bagai pintu masuk menuju kesemrawutan hari.
Di sisi lain, lewat sana juga aku kembali pulang. Pada sore atau malam hari yang nyaris tiada pernah lengang. Sehingga waktu kadang terasa jadi lebih panjang.
ADVERTISEMENT
Momen kembaliku ke Stasiun Manggarai kemarin bisa jadi nostalgia. Memori-memori masa lalu itu sempat menguar di kepala. Namun, mereka sudah jauh di belakang. Tak perlu dirisaukan.
Mau pada ke mana, sih, orang-orang ini? (Stasiun Manggarai, 7 Desember 2019)
Pemberhentian berikutnya: Stasiun Sudirman. 'I'm Gonna Find Another You' mengisi telingaku. Well, momen ini sempat bikin baper juga.
Aku sebenarnya benci Stasiun Sudirman. Baik pagi, sore, ataupun malam. Di pagi hari, aku kerap melihat budak-budak korporat lari tergesa keluar dari stasiun.
Gila. Itu masih jam 6 pagi, kali. Kenapa harus terburu-buru? Takut dipecat atau didenda, ya, kalau telat?
Pada sore atau malam hari, penuhnya bukan main. Aku --yang berpostur agak lebar ini-- kerap enggak bisa masuk. Harus menunggu beberapa kereta kemudian agar bisa masuk. Huft.
ADVERTISEMENT
Oh, iya. Ngomong-ngomong soal 'I'm Gonna Find Another You', pernah ada suatu malam di mana aku ingin cepat-cepat pulang, tetapi masih harus menunggu kereta agak kosong.
Malam di mana hati ini serasa tertembus pedang tajam. Buatku ingin segera merabahkan raga dan terpejam. Namun sial, kereta kosong tak kunjung datang.
Bayangkan, dengan hati se-ambyar itu, aku masih harus menunggu. Menunggu lama kereta yang bakal membawaku menembus malam dingin. Kian kesal saja aku dengan Stasiun Sudirman.
It's really over
You made your stand
You got me crying
As was your plan
But when my loneliness is through
I'm gonna find another you
Di sudut itu aku pernah terduduk.
Pemberhentian berikutnya: Stasiun Duri. Nah, di sini aku turun. Setelah itu, aku naik kereta ke arah Tangerang. Nantinya, aku turun di Stasiun Pesing karena lokasi pernikahan temanku itu enggak jauh dari sana.
ADVERTISEMENT
Di Stasiun Duri, lagu 'Daughters' menyapa kupingku. Ini lagu yang menurutku amat menarik. Buatku teringat dengan ucapan Mbak Dhini Hidayati --Kepala Kolaborasi kumparan-- beberapa hari sebelumnya.
Fathers be good to your daughters
Daughters will love like you do
Girls become lovers who turn into mothers
So mothers be good to your daughters too
Nasehat yang bagus. Ya, aku juga harus jadi ayah yang baik jika sudah menikah nanti.
Stasiun Duri, 7 Desember 2019.
Singkat cerita, naiklah aku ke kereta arah Tangerang. Di perjalanan menuju Stasiun Pesing, aku sengaja mengulang 'In Repair' yang sempat terputar di beberapa stasiun sebelumnya. Kenapa? Sekali lagi, sebab so far, ini lagu John Mayer favoritku.
ADVERTISEMENT
Kenapa? Pertama, aransemennya asyik. Kedua, liriknya agak relate. So, sudah sewajarnya ini jadi lagu John Mayer yang paling sering kuulang-ulang.
Oh, it's taking so long I could be wrong
I could be ready
Oh, but if I take my heart's advice
I should assume it's still unsteady
I am in repair, I am in repair
Jadi, ya, kalau suka ada yang bertanya, kenapa aku ke kondangan selalu sendirian, maka aku jawabnya pakai lirik lagu di atas saja, ya. Tenang saja. Sekarang mungkin 'I'm not together' tapi InsyaAllah suatu saat 'I'm getting there', kok.
Sesampainya di Stasiun Pesing, aplikasi musik kumatikan. Mencoba mendengarkan lebih jelas bisingnya Pesing. Meresapi gerimis tipis yang mengelus jiwa.
Pemandangan tepat di samping Stasiun Pesing. Malah mengingatkanku dengan 'Waiting on the World to Change'.
Sekitar pukul 12:00 WIB, aku sampai di lokasi pernikahan temanku. Aku bahagia atas pencapaiannya itu. Semoga sakinah, mawaddah, warrahmah.
ADVERTISEMENT
Well, selain bahagia atas pernikahan temanku dengan perempuan pilihannya, aku juga lega karena tidak sempat bertemu sesosok insan puan di acara kondangan itu. Cuma kayaknya, enggak usah diumbar di sini.
Penasaran? Ini ada hubungannya dengan lirik 'I'm Gonna Find Another You'. Sejauh ini, cuma si Nurlaela yang pernah kuberitahu.
Semoga langgeng, bro.