Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Karena Ibu Lebih Dari Sekedar Pesulap
22 Desember 2017 20:55 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:13 WIB
Tulisan dari Katondio Bayumitra Wedya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jika ada yang bertanya pada saya tentang siapakah manusia tersakti di muka bumi, maka saya tidak akan menyebut nama Limbad, Deddy Corbuzier, apalagi Taat Pribadi. Jawabannya hanya satu, yaitu ibu. Iya, sosok perempuan yang sudah rela menghabiskan waktu 9 bulan untuk mengandung kita.
ADVERTISEMENT
Sosok perempuan tangguh yang mengorbankan segala kenyamanannya untuk menjaga kita dalam rahimmnya. Beliau pula yang mempertaruhkan nyawanya saat melahirkan kita. Beliau yang juga bersedia mengorbankan waktunya untuk merawat kita ketika sakit. Di bawah telapak kakinya ada surga yang dijanjikan Tuhan. Namun, tidak hanya pada kaki, Yang Maha Kuasa juga menganugerahkan keberkahan dan keajaiban kepada kedua tangan ibunda kita.
Siluet Sosok Seorang Ibu (Gambar: Innerlight Photo - Deviantart)
Ibu lebih dari sekedar pesulap. Tangannya penuh dengan magic. Ibu tidak melakukan sulapnya di atas panggung, melainkan di rumah. Tidak peduli seberapa jago kita mencari resep-resep makanan dari seluruh penjuru dunia maya, ibu kita, yang biasanya, hanya menggunakan smartphone miliknya untuk sekedar sms, telepon, dan WhatsApp-an itu lebih mampu meracik makanan yang lebih enak dibandingkan makanan dari resep yang ditelusuri lewat mesin pencari.
ADVERTISEMENT
Ibu lebih dari sekedar detektif. Boleh jadi kita pernah menjadi siswa ranking satu di sekolah. Atau mungkin kita seorang sarjana dari salah satu universitas ternama di Indonesia dengan IPK cum laude. Atau bisa jadi, sekarang kita sudah menjadi manajer di sebuah perusahaan. Tetap saja, pasti ada hal-hal konyol yang sering kita lakukan di rumah, seperti halnya tidak dapat menemukan barang yang amat ingin kita gunakan. Sebutlah gunting kuku, kunci motor, kunci pagar, kacamata, dan lain sebagainya. Dan ibu adalah pemecah kebuntuannya.
“Tolong ambilkan gunting kuku,” ucap ibu kepada anak.
20 menit kemudian.
“Mana gunting kukunya!?” ibu mulai tak sabaran.
“Iya, lagi dicari tapi gak ketemu-ketemu…” jawab si anak.
Ibu pun turun tangan menghampiri si anak, ”Halaaahh.. ini opo toh leeekk!!”. Ya, ternyata benda itu ada di depan mata. Hanya sedikit terkubur benda lain saja. Saya yakin banyak di antara kita yang pernah mengalami momen macam ini.
ADVERTISEMENT
Ibu memiliki kontak batin yang sangat kuat dengan anak-anaknya. Pernah ingin meminta sesuatu kepada ibu tapi malu-malu gengsi? Tidak perlu diucapkan, pikirkan dan khayalkan saja! Entah sudah berapa kali dalam hidup, saya memiliki pemikiran yang klop dengan ibu saya. Ada momen dimana saya menginginkan sesuatu, contohnya “saya ingin makan ayam goreng”. Belum sempat mulut berucap, belum sempat tangan mengirim pesan, tahu-tahu ibu saya sudah memberi kabar bahwa ayam goreng telah matang di rumah.
Oke sekarang kita beralih ke cerita sosok ibu yang lain.
Saya bekerja di sebuah Bank yang bersifat “Kantor Kas”. Kantor kecil dengan wewenang dan kebijakan transaksi yang amat terbatas. Anggotanya pun hanya ada 4 orang yang terdiri dari saya (Customer Service), rekan Teller, seorang Satpam, dan seorang Supervisor. Supervisor kami adalah seorang perempuan, emak-emak, yang secara tidak langsung, bertindak sebagai ‘ibu’ kami di kantor.
ADVERTISEMENT
Beliau, panggil saja ibu DD, adalah tipe ibu-ibu yang tidak update dengan teknologi. Mengoperasikan software dan hardware pun tak begitu handal. Bahkan, untuk sekedar isi paket internet saja kadang harus meminta tolong salah satu di antara kami.
Ada satu kejadian menarik yang melibatkan kami dan ibu DD pada tanggal 22 Desember 2016, bertepatan dengan Hari Ibu Nasional setahun yang lalu. Itu terjadi sore hari, ketika saya harus mencetak laporan sore dengan printer jenis LQ. Alat pencetak laporan yang biasanya baik-baik saja itu, tiba-tiba sore itu berulah. Setiap kali akan mencetak laporan, kertasnya selalu kusut.
Printer LQ 2180 (Gambar: Epson)
Pertama, saya mencoba untuk memperbaikinya sendiri tapi gagal. Kedua, rekan satpam, yaitu mas Eko yang mulai turun tangan. Mas Eko, yang dulunya sempat jadi office boy, memang sangat handal untuk urusan memperbaiki perangkat-perangkat di kantor, tak terkecuali printer tersebut. Namun, sore itu berbeda. Ia kehilangan ‘magisnya’, printer masih urung membaik. Datang lagi seorang satpam lain (masih dari Bank yang sama) berkunjung. Melihat kami sedang mendapati masalah, ia pun juga berusaha membantu kami tapi hasilnya juga gagal. Rekan Teller saya pun juga tak berhasil memperbaikinya.
ADVERTISEMENT
Tiba-tiba ibu DD menghampiri kami dan berkata,”sini-sini, biar tante yang turun tangan!”
Apa yang ibu DD lakukan? Beliau melakukan hal yang sama persis dengan apa yang kami ber-4 lakukan. Tidak, bahkan lebih simpel dari itu. Beliau hanya membetulkan sedikit posisi kertas dan… JENG JENG! Printer kembali normal seperti semula.
“Gitu aja pada kagak bisa, ckckck…” ujarnya kepada kami. Sebuah keajaiban di hari ibu nasional.
Akan tetapi jika kita bicara soal hari ibu, saya sendiri tidak punya budaya turun temurun perayaan di dalam keluarga. Bagi saya, hari ibu sejatinya dirayakan dan diresapi setiap hari. Tidak hanya pada tanggal 22 Desember. Kasih sayang kepada ibu harus kita berikan setiap hari karena tidak pernah ada lewat satu hari pun beliau tidak memberikan kasih sayangnya pada kita.
ADVERTISEMENT
Namun, tetap tak ada salahnya memang memperingati hari ibu di tanggal 22 Desember setiap tahunnya. Kenapa? Karena terkadang manusia butuh momen. Sebuah momen berharga untuk memberikan hadiah, meminta maaf jika ada salah, menunjukkan bakti, dan lain sebagainya. Saya yakin, di antara kalian yang membaca artikel ini, mungkin kadang suka malu-malu mau memberikan sesuatu pada ibu, bingung bagaimana harus meminta maaf, dan darimana harus mulai berbakti. Lebih cepat memang lebih baik tapi tak ada salahnya juga Hari Ibu Nasional dijadikan sebagai momentum. Daripada tidak sama sekali, toh?
Saya akan menutup artikel ini dengan sebuah jokes yang ada hubungannya dengan sosok ibu:
Seorang anak akan selalu bertanya kepada ibunya tentang banyak hal.
ADVERTISEMENT
“Ibu, dimana bajuku?”
“Ibu, dimana sepatuku?”
“Ibu, dimana tasku?”
“Ibu, dimana dompetku?”
“Ibu, masak apa hari ini?”
Ketika ibu sedang tidak ada, maka barulah giliran sang ayah yang dijadikan tempat oleh anak untuk bertanya:
“Ayah, dimana ibu?”