Kebiasaan Banyak Orang, Sebagian Orang, dan Sedikit Orang

Katondio Bayumitra Wedya
Moslem. Author of Arsenal: Sebuah Panggung Kehidupan
Konten dari Pengguna
23 Februari 2020 20:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Katondio Bayumitra Wedya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi jurnalisme. Foto: Pixabay/Skitterphoto
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi jurnalisme. Foto: Pixabay/Skitterphoto
ADVERTISEMENT
Gua sedang mencoba untuk mengurangi kebiasaan yang kurang bagus. Itu adalah kebiasaan menggunakan kata "banyak", "sebagian", ataupun "sedikit" di depan kata "orang" ketika menulis.
ADVERTISEMENT
Sebab, hmm... Gua merasa kurang bertanggung jawab saja, sih, jika menggunakan beberapa gabungan kata di atas. Maksudnya, ya, gua merasa tak berhak mengeklaim bahwa ada banyak atau sedikit orang yang punya asumsi tentang sesuatu.
Terlebih, "banyak" atau "sedikit" itu sifatnya relatif. Orang bisa berbeda-beda dalam menafsirkan kata "banyak" atau "sedikit".
Gua merasa cuma berlindung dari kemalasan mencari data/angka yang pasti ketika menggunakan kata "banyak", "sebagian", dan "sedikit" di depan kata "orang" ketika menulis. Dan, ya, gua merasa cukup bersalah karenanya.
Starter pack jurnalis era digital. Foto: Pixabay/Free-Photos
Kayak, misalnya, "Banyak orang menganggap bahwa Zlatan Ibrahimovic adalah legenda sepak bola". Tahu dari mana coba gua bahwa memang "banyak orang" yang menganggap penyerang Swedia itu sebagai legenda?
Jujur saja, kadang itu cuma asumsi gua karena orang-orang di sekitar gua, di lini masa media sosial gua, hingga di tongkrongan gua bilang begitu. Plus, opini pribadi gua. Jelas, tidak mewakili "banyak orang".
ADVERTISEMENT
Kalau memang mau mendeskripsikan Ibrahimovic dengan kalimat bernada 'mengagungkan' karier sepak bolanya, maka mungkin bakal lebih bijak kalau langsung saja gua tulis, "Zlatan Ibrahimovic adalah penyerang yang tajam", dengan ditambah data-data statistik yang memperkuat hal itu.
Zlatan Ibrahimovic melakoni debut bersama Milan. Foto: Reuters/Daniele Mascolo
Contoh selanjutnya, "Sedikit orang yang tahu bahwa klub sepak bola tertua di dunia didirikan di Sheffield pada 1857". Ini juga kurang bijak.
Karena kalau lagi-lagi asumsinya dari pergaulan atau linimasa, maka jelas tak mewakili "sedikit orang". Sebab, gua bergaul dengan orang Indonesia dan lebih banyak follow orang Indonesia dibanding orang Inggris.
Bagi orang Indonesia, mungkin enggak tahu soal itu. Namun kalau di Inggris, mungkin banyak orang tahu tentang klub sepak bola tertua di dunia didirikan.
ADVERTISEMENT
Jadi, pengamatan 'asal-asalan' begitu tidak mewakili semua orang di dunia. Kalaupun dimodifikasi jadi "Sedikit orang Indonesia yang tahu..." itu menurut gua juga bukan solusi. Sebab, tidak pernah membicarakan bukan berarti tidak tahu. Bisa jadi, gua yang baru tahu.
Bramall Lane, Stadion Sheffield United, 'tempat lahirnya' sepak bola. Foto: Shutter Stock
Contoh lain, "Sebagian orang merasa bahwa VAR membuat keseruan sepak bola berkurang". Lagi-lagi, gua membikin kalimat kayak begini ini berdasarkan komentar pundit hingga warganet di media sosial saja.
Cuma mungkin, menurut gua, "sebagian orang" masih lebih mending daripada langsung men-judge dengan memakai "banyak orang" atau "sedikit orang" yang mengandung unsur dominasi.
Sebab, ya, pada dasarnya memang ada orang yang kontra dengan VAR, tetapi ada juga yang pro. Jadi, sepintas, tampak sah jika menggunakan "sebagian orang".
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, kayaknya ke depannya, gua tetap berusaha mengurangi penggunaan gabungan kata semacam itu. Kenapa? Karena tetap terasa kurang bijak saja. Seolah-olah, kondisinya memang 50:50.
Padahal, gua enggak pernah tahu. Bisa saja lebih banyak yang kontra VAR dibanding yang pro. Who knows? Sehingga, kalau pakai "sebagian orang", gua seperti menggiring opini bahwa situasinya 50:50.
Keputusan pembatalan gol lewat VAR ditampilkan di layar besar. Foto: Reuters/David Klein
Namun, kalaupun ada yang lebih menyebalkan dari tiga contoh di atas, maka menurut gua itu adalah penggunaan "Tidak dapat disangkal". Buset, mutlak sekali, kesannya.
"Tidak dapat disangkal bahwa Brasil adalah negara yang dikenal dunia karena banyak pesepak bola bertalenta".
Sebenarnya, bisa saja, lho, disangkal. Sebab, negara di Amerika Selatan itu tak cuma punya 'produk' berupa pesepak bola. Mereka juga punya produk kopi yang diekspor ke berbagai belahan dunia dan hutan hujan Amazon yang sekitar 60% wilayahnya masuk teritori mereka.
Pemain-pemain Brasil merayakan gol Neymar di laga melawan Kolombia. Foto: RHONA WISE / AFP
Jadi, ya, intinya gua mau sedikit mengurangi kebiasaan penggunaan klaim-klaim seperti itu. Pemahaman jurnalisme gua belum terlalu mendalam, sih.
ADVERTISEMENT
Entah, apakah sebenarnya 'halal-halal' saja memakai klaim seperti itu di dunia penulisan dan jurnalistik atau tidak. Namun setidaknya, gua pribadi mau berusaha lebih bijak dalam menulis.