Kejutan Parsel Buah Ulang Tahun

Katondio Bayumitra Wedya
Moslem. Author of Arsenal: Sebuah Panggung Kehidupan
Konten dari Pengguna
16 Desember 2019 20:56 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Katondio Bayumitra Wedya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi parsel buah ini terlalu bagus. Foto: Pixabay/HeVoLi
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi parsel buah ini terlalu bagus. Foto: Pixabay/HeVoLi
ADVERTISEMENT
Gua bukan tipe orang yang senang merayakan ulang tahun. Atau lebih tepatnya, gua enggak senang dengan perayaan. Apa pun. Kecuali merayakan Hari Raya Agama Islam.
ADVERTISEMENT
Kenapa?
Entahlah. Dari kecil, gua memang begitu. Kurang suka jadi pusat perhatian dalam sebuah perayaan. Ditambah lagi, menurut gua perayaan ulang tahun adalah sesuatu yang lebay.
Kini, beranjak dewasa, gua juga kerap tidak nyaman jika berada dalam suatu perayaan yang riuh. Risih, meski itu pesta ulang tahun orang lain. Kecuali banyak makanan enaknya, hehe...
Akan tetapi, kalau bicara soal momen ulang tahun, gua pernah dikasih kejutan oleh teman-teman gua semasa kuliah. Kejutan ulang tahun ala-ala anak milenial gitulah. Entah ini sial atau beruntung.
Happy birthday. Foto: Pixabay/Alexa_Fotos
***
16 Desember 2014.
Laiknya tanggal 16 Desember di tahun-tahun sebelumnya --juga setelahnya--, 0rang-orang mengucapkan selamat ulang tahun ke gua. Lewat WhatsApp, DM Instagram, atau langsung secara tatap muka.
ADVERTISEMENT
Tapi, ya, itu saja. Hari itu pun gua kuliah seperti biasa. Tidak ada perayaan atau tanda-tanda akan datangnya kejutan berarti. Tapi, ya, gua enggak peduli.
Namun, salah seorang teman seangkatan dan sejurusan gua, Emil --yang paling bangs*t--, tiba-tiba di kelas nyeletuk begini, "Eh, Ton. Lu 'kan ulang tahun. Nanti gua sama teman-teman lain ke rumah lu, ya."
"Apaan, sih, lebay lu," jawab gua, sambil berlalu meninggalkannya.
Itu kondisinya sudah selesai kelas, ya. Dan enggak ada jadwal perkuliahan lagi setelahnya. So, gua mau pulang.
Masih di dalam kampus, tepatnya di depan musala, gua ketemu lagi sama teman gua yang lain, Ikhlas. Si bodor ini juga bilang hal yang nyaris sama dengan Emil, "Ton, nanti kita ke rumah lu, ya. Jangan ke mana-mana lu."
ADVERTISEMENT
"Apaan, dah, aneh-aneh aja," sahut gua.
Singkat cerita, udah, nih, gua sampai rumah. Apa kegiatan gua? Main game doang, sih, palingan.
Hingga akhirnya, bakda asar, sekitar jam 4-an, tiba-tiba terdengar ada suara orang memanggil-manggil nama gua, diiringi suara mesin sepeda motor, dari arah pagar rumah.
Gua mengintip dari jendela, dan ternyata...,"Wong-wong gendeng ini ngapain datang kemari?"
Ya, ada tiga orang di luar pagar rumah gua. Mereka adalah --siapa lagi kalau bukan-- Emil, Ikhlas, dan satu lagi namanya Yoel.
Ngapain mereka?
Jadi, gua keluar pagar, dengan outfit kaos berwarna kuning dan sarung berwarna merah. Iya, kalau di rumah gua sarungan. Jangan dibayangin isinya. Isi rumah gua maksudnyaaaaa.
Dan ternyata, bangs*t-bangs*t itu memberikan gua kejutan ulang tahun. Gua enggak tahu harus terharu atau ngakak.
ADVERTISEMENT
Soalnya, mereka tidak membawa kue yang di atasnya diberi lilin, sebagaimana manusia milenial waras pada umumnya. Yang mereka bawa adalah..... Parsel buah!
Iya, parsel buah yang kayak buat orang sakit itu, lho. Plastiknya dibolongin, terus dikasih lilin. Gua disuruh tiup lilinnya dan make a wish. Sungguh pertemanan yang unyu sekali.
Ya, pada akhirnya, kita menghabiskan waktu sampai Magrib di rumah gua sambil ngobrol-ngobrol dan makan nasi goreng. Pengalaman yang absurd tapi berkesan hingga sekarang.
Kiri-ke-kanan: Emil, gua, Ikhlas, Yoel. Foto: Dok. Pribadi.
Wah, sayang sekali sarung saya tak terpotret di foto ini. Foto: Dok. Pribadi.
***
Apa alasan di balik mereka memberikan kejutan berupa parsel buah? Ini gua sempat lupa.
Kemarin. Kemarin banget. 15 Desember 2019. Gua ketemu lagi dengan Emil dan Ikhlas. Di situ, gua tanya sebenarnya apa alasan mereka memberi gua parsel buah.
ADVERTISEMENT
Apa jawaban mereka?
"Hah, kita? Ngasih parsel buah ulang tahun? Kapan?" jawab Emil 'si bangs*t'.
"Pernah, bego. Kita ngasih dia parsel buah pas dia ulang tahun zaman kuliah. Lu betulan enggak ingat, apa?" sahut Ikhlas.
"Oh, iya-iya! Gua ingat, hahahaha...," Yeee, baru ingat si kampret.
"Tapi kenapa, ya, Klas, kita ngasih si Katon parsel buah dulu?"
"Gua juga enggak ingat, sih, Mil. Tapi gua yakin kalau ide-ide aneh pasti datangnya dari lu, Mil."
Kemudian, Emil mulai mencoba mengarang teori. Mencoba menjawab dengan logika yang paling masuk akal.
"Ya, mungkin kita ngasih lu kejutan itu karena... Lu ulang tahun. Ah, teman gua ulang tahun, nih, yaudah gua mau kasih sesuatu, tapi kenapa parsel buah? Gua enggak ingat," ujar Emil.
ADVERTISEMENT
"Terus kenapa kita ngedatengin rumah lu, ya, karena lu 'kan dulu tipe orang yang kadang susah diajak nongkrong habis kuliah. Jadi, karena itu, kita datang ke rumah lu aja daripada ngajak lu pergi," sambung Ikhlas.
Sungguh tidak menjawab. Walau gua bisa terima logika mereka, sih.
Namun, tadi pagi, 16 Desember 2019, gua baru ingat. Kayaknya, sih, alasan tiga makhluk itu memberi parsel buah adalah karena dulu kami mahasiswa S1 Ilmu Gizi di Universitas Indonesia.
Jadi, kalau kue tart atau kue cokelat atau jenis kue apa pun itu 'kan mengandung banyak gula dan lemak. Enggak sehat sebenarnya --walau kami enggak nolak, sih, kalau dikasih.
Atas dasar itu, mereka memilihkan jenis pangan yang sekiranya 'sehat', yakni buah-buahan. Bisa membantu melancarkan pencernaan hingga membantu dalam berdiet. Masuk akal.
ADVERTISEMENT
Urusan kenapa mereka bisa lupa alasan ini, sih, gua enggak mempermasalahkan. Yah, namanya juga ide absurd yang lahir dari otaknya si Emil. Maklumin saja.
Foto bareng teman terbangs*t. Foto: Dok. Pribadi
Mungkin di antara kalian ada yang masih bertanya-tanya, dari segala jenis makanan 'sehat' di dunia, kenapa harus buah?
Yah, guys. Kami 'kan dulu masih mahasiswa. Pangan yang murah dan gampang dicari, ya, buah-buahan. Cuma, karena ceritanya mau kasih kejutan, jadi, ya, diniatkan sedikit untuk membelinya dalam bentuk parsel.
Terima kasih, ya, guys. Kalian TOP.