Ketika Anya Bikin Mata Berkaca-kaca

Katondio Bayumitra Wedya
Moslem. Author of Arsenal: Sebuah Panggung Kehidupan
Konten dari Pengguna
22 Juni 2022 21:41 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Katondio Bayumitra Wedya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Spy X Family. Foto: Netflix
zoom-in-whitePerbesar
Spy X Family. Foto: Netflix
ADVERTISEMENT
Buat saya, episode 7 serial Spy X Family terasa aneh. Sebab, sepanjang 6 episode awal, saya merasa senang-senang saja menyaksikan anime yang tayang di Netflix itu.
ADVERTISEMENT
Saya selalu terhibur dengan tingkah polah Anya Forger dan kedua orang tua palsunya. Ada saja, adegan yang membuat saya tertawa atau sekadar tersenyum.
Buat yang belum tahu, Spy X Family itu adalah anime tentang mata-mata dengan nama alias Loid Forger. Ia dibebani misi yang tujuannya adalah menciptakan perdamaian dunia.
Salah satu cara untuk menyukseskan misi itu adalah dengan membentuk keluarga. Jadilah, dia mengadopsi seorang anak perempuan dan mengajak seorang wanita muda tinggal bersama, seolah mereka memang keluarga ideal.
Spy X Family. Foto: Netflix
SPOILER DIKIT: Singkat cerita, cara lain untuk menyukseskan misi adalah si anak, Anya Forger tadi, harus masuk ke sekolah elite di negaranya dan itu berhasil. Namun, enggak cukup sampai di situ, Anya juga harus menjadi salah satu siswi terbaik agar misi Loid berhasil.
ADVERTISEMENT
Saya enggak mau banyak spoiler, tetapi intinya begini: Anya bukan tipikal anak cerdas. Hingga suatu hari, pada episode 7, Loid begitu keras pada Anya soal pelajaran. Ia benar-benar memaksa Anya belajar sampai paham, hingga memberi ancaman pada Anya jika tak kunjung memahami matematika.
Kemudian, Anya berontak, menangis, dan berteriak, "ANYA TIDAK MAU BELAJAR!" seraya mengunci diri di dalam kamarnya.
Di adegan itu, mata saya berkaca-kaca. Begitu juga ketika mengingatnya kembali saat menulis tulisan ini.
Spy X Family. Foto: Netflix
Saya kadang menjadi tipe pria yang berpikir kejauhan. Kayak gini misalnya, masih jomblo saja sudah kepikiran tentang bagaimana nanti kalau sudah punya anak-istri.
Serius, saya kepikiran tentang bagaimana kalau saya punya anak nanti. Dari sekarang saja, saya sudah memiliki ego agar anak saya suatu hari bisa menjadi the best dalam sebuah bidang.
ADVERTISEMENT
Barangkali, saya akan menjadi orang tua yang memaksakan kehendak. Boleh jadi, anak saya bakal sukses dan berterima kasih kepada saya kelak. Worst case scenario, dia akan membenci saya.
Namun intinya, saya takut menjadi orang tua yang akan 'memecut' anaknya sendiri. Sebab, saya tidak mau memiliki anak yang tumbuh menjadi seperti diri saya sekarang: Seorang pecundang yang sekadar menikmati gaji setiap bulan.