Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Konten dari Pengguna
Kisah Bibras Natkho: Kapten Timnas Sepak Bola Israel yang Beragama Islam
14 April 2018 9:42 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
Tulisan dari Katondio Bayumitra Wedya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bibras Natkho (Foto: REUTERS/Marko Djurica)
Kita tidak bisa memesan kepada Tuhan di mana kita mau dilahirkan. Sang Maha Pencipta punya hak prerogatif untuk menentukan tempat di mana tangisan pertama kita terdengar. Sang Maha Kuasa juga adalah Yang Maha Berhak menentukan kita lahir di keluarga yang seperti apa. Kemudian, kala langkah kaki pertama dipijakkan, maka kita juga tidak benar-benar tahu ke mana ribuan langkah selanjutnya menuntun, tetap menjadi rahasa Ilahi.
ADVERTISEMENT
Apapun ketetapan Tuhan, sudah tentu harus dijalani. Lha wong Dia Yang Punya Hidup.
Begitu juga dengan kisah pesepak bola bernama Bibras Natkho.
Kota Kfar Kama di Negara Israel telah ditetapkan Tuhan sebagai tempat lahirnya anak manusia bernama Bibras Natkho. Sebagai seorang anak yang lahir dari orang tua berdarah etnis Circassian, maka Bibras menjalani hidup layaknya sebagian besar orang-orang dari etnis tersebut, termasuk menganut agama orang tuanya, sekaligus agama mayoritas yang dianut oleh etnis tersebut, yaitu Islam. Circassian adalah etnis Muslim (sunni) minoritas di Israel, yang mayoritas penduduknya beragama Yahudi. Penduduk Israel keturunan Circassian hanya ada sekitar 5000 jiwa dari total populasi Israel yang lebih dari 8 juta jiwa.
Dari sekian banyak pilihan jalan hidup yang tersedia, pria yang lahir pada 18 Februari 1988 ini memilih jalan menjadi seorang pesepak bola profesional. Pada usia 12 tahun, Bibras meninggalkan kampung halamannya untuk bergabung dengan akademi sepak bola Hapoel Tel Aviv, klub raksasa di Israel, salah satu yang terunggul. Bibras Natkho, yang memang dianugerahi bakat sebagai seorang pesepak bola yang hebat, tidak menemui banyak kesulitan selama berada di akademi Hapoel sambil meneruskan pendidikannya di salah satu boarding school di Holon, kota di garis pantai tengah sebelah selatan Tel Aviv. Pesepak bola yang memilih berposisi sebagai gelandang ini memulai debutnya dengan tim senior Hapoel Tel Aviv pada bulan November 2006 kala usianya masih 18 tahun.
ADVERTISEMENT
Ia tetap rajin berlatih dan bekerja keras sebagai pesepak bola profesional. Salah satu orang yang paling berjasa mengasah bakatnya adalah Eli Guttman, seorang pelatih sekaligus kawakan asal Israel yang pada periode 2007-2011 menangani Hapoel Tel Aviv. Ia kerap mempercayai lini tengah kepada Bibras dan berkat kepiawaiannya, ia menyulap Bibras yang memang sudah berbakat itu menjadi salah satu bintang/pemain penting di Hapoel.
Eli Guttman (Foto: UEFA)
Bagi Bibras, sepak bola bukan hanya sekedar pilihan karir tapi juga sebagai pelarian dari segala masalah dan duka dunia. Bibras memiliki seorang suporter setia, tak lain dan tak bukan, adalah ayahnya sendiri, Akram Natkho. Sayangnya, ia harus kehilangan figur seorang ayah di tahun 2008. Kala sedang olahraga jogging di sebuah taman di Rishon Lezion, Akram tiba-tiba tak sadarkan diri dan meninggal seketika pada usia 49.
ADVERTISEMENT
Sepeninggal ayahnya, Bibras menjadi akrab dengan sang paman, yaitu Avram Natkho. Avram adalah salah seorang yang dekat dengan Bibras. Akan tetapi, cobaan itu kembali menghampiri kurang lebih setahun setelah kematian sang ayah. Avram meninggal akibat serangan jantung. Bibras kembali kehilangan sosok penting dalam hidupnya.
Namun, semua itu tidak membuat Bibras menyerah dalam kedukaan. Ia tetap bersemangat dalam menjalani hidupnya sebagai seorang pesepak bola profesional. Prestasi terbaiknya bersama Hapoel Tel Aviv adalah gelar Israel State Cup musim 2006/2007. Ia juga membantu Hapoel Tel Aviv menjadi runner up Liga Primer Israel musim 2008/2009. Pada musim 2009/2010, terjadi perubahan format Liga Primer Israel, di mana juara ditentukan berdasarkan playoff dan Hapoel menjadi juaranya.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, Bibras tidak ada di tim itu karena sudah keburu dikontrak Rubin Kazan pada Maret 2010. Namun, setidaknya Bibras sudah berjasa membantu Hapoel untuk dapat masuk jajaran tim top 6 guna mendapat jatah playoff tersebut, tepatnya finish di peringkat ke-2 klasemen reguler. Jasa terbesar Bibras di turnamen Eropa adalah membawa Hapoel Tel Aviv memuncaki klasemen grup C UEFA Europa League (UEL) musim 2009/2010, mengungguli Hamburg SV (Jerman), Celtic (Skotlandia), dan Rapid Wien (Austria). Langkah Hapoel harus terhenti di babak 32 besar kala klub berjuluk The Red Demons tersebut takluk dari Rubin Kazan dengan skor agregat 3-0.
Bibras Natkho berkostum Rubin Kazan (Foto: Wikimedia)
Permainan impresif Bibras menuntun langkahnya menuju tempat bertualang yang baru, yaitu FK Rubin Kazan asal Rusia, sebagaimana yang tadi telah dituliskan. Bibras tetap mejadi sosok penting di Rubin Kazan. Gelar Russian Cup musim 2011/2012 dan Russian Super Cup 2012 ia bantu sumbangkan untuk raksasa Rusia. Pada Januari 2014, ia pindah ke Yunani membela klub PAOK Saloniki. Setelah 6 bulan menjadi bagian penting PAOK, ia kembali Rusia, kali ini dan hingga sekarang membela CSKA Moscow, dan sudah menyumbangkan satu gelar Russian Premier League 2015/2016.
ADVERTISEMENT
Ada sebuah kejadian menarik saat ia masih membela Rubin Kazan. Sekelompok suporter muslim Rubin Kazan membentangkan spanduk bertuliskan huruf Hebrew di dalam stadion. Jika diartikan ke dalam Bahasa Indonesia, maka isinya adalah ucapan terima kasih kepada pemain yang dijuluki Xavi Hernandez-nya Israel atau Xavi Hernandez asal Circassian tersebut. Artinya adalah: "Terima kasih Bibras, kami mencintaimu!"
Spanduk untuk Bibras Natkho (Foto: Who Ate All the Pies)
Lalu bagaimana dengan perjalanan Bibras Natkho di tim nasional sepak bola Israel? Sebelum menjalani debutnya dengan timnas senior, Bibras sudah lebih dulu dikenal sebagai kapten timnas U-19 Israel. Pertama kali Bibras dipanggil timna senior adalah untuk pertandingan persahabatan melawan Irlandia Utara, 12 Agustus 2009. Namun, ia tidak dimainkan di laga itu.
ADVERTISEMENT
Pada 3 Maret 2010, hanya berselang 5 hari sebelum transfernya ke Rubin Kazan diresmikan, sekitar 16.000 penonton yang hadir di Stadion Dan Paltinisanu, Timisoara, Romania menjadi saksi Bibras Natkho pertama kalinya menginjakkan kaki di lapangan sepak bola dengan kostum timnas sepak bola senior Israel. Ia masuk di menit ke-70 menggantikan Gil Vermouth, Israel menang 2-0. Gol pertamanya untuk Israel ia cetak pada 7 September 2012 pada sebuah pertandingan melawan Azerbaijan, di mana skor akhir imbang 1-1. Hingga artikel ini diterbitkan, Bibras Natkho telah membukukan 49 laga dan 1 gol.
Bibras Natkho, kapten timnas sepak bola Israel (Foto: The Jerusalem Post)
Pada 24 Maret 2018, sejarah itu tercipta. Ia didapuk menjadi kapten timnas Israel kala bersua (lagi-lagi) Romania sejak awal laga, bermain sepanjang 80 menit dan mencetak satu assist. Pertama kali Bibras melakoni debut bersama timnas senior Israel adalah melawan Romania, dan pertama kali Bibras menjalani laga sebagai kapten timnas Israel sejak awal pertandingan adalah melawan Romania pula. Namun, tim besutan caretaker Alon Hazan itu harus mengakui kehebatan Romania di kandang mereka sendiri, Netanya Stadium, Netanya, Israel dengan skor 1-2.
ADVERTISEMENT
Menurut The Independent, Bibras Natkho tercatat sebagai pesepak bola muslim pertama dan pesepak bola berdarah Circassian pertama yang menjadi kapten timnas Israel. Sumber lain, Ynetnews (media daring asal Israel) mengatakan bahwa pernah ada pemain muslim lain yang pernah menjadi kapten timnas Israel, yaitu Walid Badir. Beberapa hari setelah laga melawan Romania tersebut adalah peringatan satu dekade kematian sang ayah. Ia amat bangga karena harapan sang ayah agar suatu hari nanti ia menjadi kapten timnas akhirnya terwujud.
"Ini adalah suatu kehormatan besar untuk saya menjadi kapten tim nasional, dan ini adalah salah satu impian ayah saya," kata Bibras kepada The Independent jelang pertandingan leg pertama perempat final UEL 2017/2018 melawan Arsenal.
ADVERTISEMENT
"Saya selalu tahu apa yang dia inginkan dari saya. Pengaruh ayah saya pada saya sebagai pribadi sangat besar. Dia berpikir bahwa saya harus menjadi pemimpin di mana pun saya pergi - bukan hanya pemain lain dalam skuad. Dia sangat bangga ketika saya menjadi kapten tim muda di semua level. Itu wajar bahwa melakukan hal yang sama untuk tim nasional senior menjadi salah satu target saya. Saya senang untuk secara bertahap membuat semua keinginan ayah saya menjadi kenyataan," lanjutnya.
Bibras juga menekankan bahwa terpilihnya ia menjadi kapten ini juga merupakan momen penting untuk masyarakat muslim Circassian di Israel. Ia menuturkan, "Menjadi kapten adalah penting bagi komunitas kami. Saya selalu merasakan dukungan mereka, dan itu adalah momen yang sangat istimewa bagi mereka juga. Mereka bangga".
ADVERTISEMENT
Dukungan juga mengalir dari seluruh pemain timnas senior akan kepemimpinannya di lapangan. Ia tidak merasakan adanya diskriminasi atau penolakan dari anggota tim hanya karena ia seorang muslim. Bibras menjelaskan, "Di tim nasional, kami adalah grup yang bersatu. Kami tidak menekankan perbedaan agama. Rekan tim saya memberi selamat kepada saya dan mengucapkan semoga saya beruntung - dan itu saja".
Kritik justru datang dari luar. Eyal Berkovic, legenda sepak bola Israel yang pernah berkarir di West Ham dan Glasgow Celtic, tidak senang dengan sikap Bibras yang enggan menyanyikan lagu kebangsaan Israel, Hatikvah. Berkovic berkata, "Seorang kapten tim nasional bagaimana pun juga harus menyanyikan lagu kebangsaan. Siapa pun yang menolak untuk melakukannya tidak layak mengenakan ban kapten!"
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, pembelaan hadir dari mantan kapten timnas Israel, Eran Zahavi yang baru saja pensiun tahun lalu. Ia berkata dalam sebuah wawancara untuk situs Walla, "Ini tim nasional Israel, bukan (tim nasional) orang-orang Yahudi!"
Bibras memiliki alasan yang cukup kuat enggan menyanyikan Hatikvah, yaitu karena pada lirik lagu tersebut terdapat pujian-pujian khas Yahudi. Bibras yang seorang muslim jelas tak dapat menyanyikannya. Sebenarnya, Bibras juga dulu, pada tahun 2015 pernah menjadi kapten sementara di tengah-tengah pertandingan kualifikasi Piala Eropa 2016 melawan Andorra. Tal Ben Haim yang aslinya menjadi kapten ditarik keluar oleh Eli Guttman, dan ban kapten diserahkan Ben Haim kepadanya.
Bibras Natkho pada sebuah pertandingan kualifikasi Piala Eropa 2016 melawan Andorra (Foto: Wikimedia)
ADVERTISEMENT
"Pada pertengahan babak (halftime), Tan Ben Haim memberikan pada saya ban kapten, sebagaimana Eli Guttman (pelatih timnas Israel) instruksikan kepadanya," ujar Bibras sebagaimana dikutip dari Ynetnews 9 Juli 2015. Lagi-lagi, Eli Guttman menjadi sosok penting dalam perjalanan karir sepak bolanya.
Pada masa itu, Bibras sudah pernah menyatakan keberatannya menyanyikan lagu kebangsaan Israel. Ia bercerita, "Ketika saya masih muda, saya menyanyikan lagu kebangsaan, dan saya tidak mengerti arti per katanya".
"Sejauh yang saya ketahui, menyanyikan 'nefesh yehudi homiyah' ('jiwa Yahudi masih merindukan'), atau 'eretz-Zion vi-Yerushalayim' ('tanah Zion dan Yerusalem'), tidak menghormati lagu kebangsaan," lanjutnya. Itu adalah penggalan lirik yang diresahkan oleh Bibras.
Walau bagaimanapun, ia tetap menganggap bahwa menjadi bagian dari timnas Israel adalah penting. Ia berkata, "tim dan negara adalah sangat penting untukku tapi saya seorang (keturunan) Circassian dan muslim dan jadi saya tidak dapat menyanyikan beberapa kata".
ADVERTISEMENT
Kembali kepada pernyataan Berkovic yang terdengar lumayan menyayat hati, tetapi Bibras sendiri tak ambil pusing akan hal tersebut. Ia justru menyerang balik Berkovic, dan orang-orang yang sepaham dengan Berkovic hanya mencari sensasi.
"Mereka hanya membuat klaim seperti itu untuk mendapatkan publisitas dan perhatian. Sangat disayangkan bahwa mereka mencoba untuk menghancurkan negara kita yang indah, tetapi kita harus hidup dengan itu. Setiap orang bisa mengatakan apa pun yang mereka mau. Kami tidak perlu mendengarkan", ujarnya.
Bibras Natkho, CSKA Moscow (Foto: Wikimedia)
Bibras Natkho bukan satu-satunya orang dari keluarganya yang memilih berkarir sebagai seorang atlet. Sepupu dari Bibras, Nili Natkho merupakan mantan anggota tim nasional basket wanita Israel, yang meninggal pada 5 November 2004 di utara Israel akibat kecelakaan mobil. Mobil Ford Focus Nili bertabrakan dengan sebuah mobil jeep, yang mengakibatkan ia dan adiknya, Diana tewas. Padahal, sebenarnya Nili adalah pebasket yang berbakat, dan ia pun sempat dipanggil timnas untuk membela Israel di ajang EuroBasket Women 2003. Nili dan Diana adalah dari Avram Natkho.
ADVERTISEMENT
Kemudian, di dunia sepak bola, Bibras tak sendiri karena sepupunya yang lain, yaitu Amir Natkho juga seorang pesepak bola. Amir sempat bermain untuk Barcelona Juvenil A pada tahun 2014-2015. Kemudian, ia sempat bergabung dengan CSKA Moscow pada tahun 2015. Kini, sejak tahun 2017, ia bermain untuk Lokomotiv Moscow. Ayah dari Amir, yaitu Adam Natkho juga merupakan pesepak bola yang banyak menghabiskan masa karirnya sebagai pemain bersama FC Druzhba Maykop, sebuah klub dari Republik Adygea, yang masuk ke dalam struktur persepakbolaan di Rusia.
Pada akhirnya, Bibras Natkho ternyata adalah sosok pesepak bola muslim yang amat tegar. Prinsip hidupnya sebagai seorang muslim tidak melunturkan hasratnya untuk tetap menjadi pesepak bola asal Israel yang hebat. Begitu pula sebaliknya. Bagi Bibras Natkho, jabatan kapten timnas senior Israel amatlah penting bagi dirinya dan orang-orang yang ia cintai.
ADVERTISEMENT