Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Kisah Hakeem Olajuwon, Karier Basket Fantastis hingga Keislamannya
6 Mei 2019 8:40 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
Tulisan dari Katondio Bayumitra Wedya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Abike Olajuwon melahirkan anak ketiga dari hasil pernikahannya dengan sang suami, Salim, di Lagos, Nigeria, 21 Januari 1963. Sang anak dinamai Akeem Abdul Olajuwon, dan setelahnya ia melahirkan lima anak lagi. Namun, sang anak ketigalah yang di masa depan dikenal dunia sebagai Hakeem Olajuwon, salah satu center terbaik dalam sejarah basket NBA.
ADVERTISEMENT
Menurut situs resmi NBA, nama ‘Olajuwon’ sendiri berarti ‘always being on top’. Sebuah nama keluarga yang akhirnya menjadi doa yang terkabul bagi si anak, yang memulai kariernya di liga basket paling bergengsi di Amerika Serikat dan dunia itu pada tahun 1984 dan mengakhirinya pada tahun 2002.
Jatuh Cinta pada Basket
Dari kecil hingga remaja, Olajuwon lebih akrab dengan sepak bola (ia kerap menjadi penjaga gawang) dan bola tangan (handball). Ia baru bermain basket di akhir usianya yang ke-15 tahun, tepatnya saat ia sudah SMA.
Saat pertama kali bermain basket, Olajuwon tampaknya langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Walau tidak simsalabim langsung jago, tetapi tetap gigih dan berlatih keras.
“Basket adalah sesuatu yang sangat unik. Segera setelah saya memainkannya dan, anda tahu, (saya) menyadari bahwa ini (basket) adalah kehidupan bagi saya. Semua olahraga lain menjadi tak menarik," katanya dalam siaran bertajuk ‘Hakeem Olajuwon: Hakeem the Dream’ yang disiarkan NBA TV pada 1 Maret 2007.
ADVERTISEMENT
Menuju Houston, Walau Sempat Ditentang Orang Tua
Singkat cerita, selepas SMA, Olajuwon pindah dari Nigeria ke Houston, Texas, Amerika Serikat, pada tahun 1980, untuk mengejar kariernya sebagai pebasket profesional. Ia berkuliah di jurusan hukum bisnis di University of Houston dan memperkuat tim basket kampusnya itu, Houston Cougars, di kejuaraan National Collegiate Athletic Association (NCAA).
Namun, ternyata orang tuanya sempat tidak setuju dengan keputusannya pindah ke Amerika Serikat, kalau ‘hanya’ untuk bermain basket.
“Mereka berpikir itu (basket) hanya membuang-buang waktu. Pelatih di Nigeria datang untuk berbicara kepada ayah perihal saya bermain (basket di Amerika Serikat), dan selama di hadapannya (pelatih), ayah saya setuju dengannya. Setelah ia (pelatih) pulang, ia (ayah) menggelengkan kepala dan berkata tidak,” kisah Olajuwon kepada Spokane Chronicle, April 1983.
ADVERTISEMENT
Alasan ketidaksetujuan kedua orang tuanya adalah karena orang Nigeria pada umumnya pergi ke Amerika Serikat untuk belajar, tetapi Olajuwon malah ingin jadi atlet basket. Namun akhirnya, ia berangkat juga ke Amerika Serikat. Mungkin karena ia bermain basket sambil kuliah juga.
Kedua orang tuanya tak pernah melihatnya bermain pada masa-masa itu, bahkan ketika prestasinya di tingkat kampus sudah gemilang sekali pun. “Ayah saya masih belum tahu. Ia berpikir saya akan menggeluti dunia bisnis semen bersamanya,” kata Olajuwon.
Pernah suatu waktu, saat Olajuwon baru selesai memenangkan sebuah pertandingan bersama Cougars, ia menelepon orang tuanya untuk mengabarkan kemenangan tersebut. Lalu sang ibu, di ujung telepon, hanya merespons dengan datar, “Bagus. Lanjutkan”. Sebab, ibunya tak begitu paham tentang dunia basket yang digelutinya.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, orang tua tetaplah orang tua. Kasih sayangnya tak lekang oleh waktu. Olajuwon bercerita bahwa ia masih tetap mendapat kiriman uang dari orang tuanya selama berkuliah di University of Houston. Saat ditanya seberapa sering orang tuanya mengirimkan uang, ia menjawab, “Kapan pun. Begitulah cara saya tetap bertahan di kampus”.
Pada akhirnya, didikan orang tuanya jugalah yang menjadi bekal sukses Olajuwon di kemudian hari. Dari orang tuanya juga, ia terinspirasi untuk jadi orang sukses, meski mengambil jalan yang berbeda dari sang ayah, yang merupakan pebisnis semen.
"Mereka mengajarkan kami (saya dan kakak-adik) untuk jujur, bekerja keras, menghormati orang yang lebih tua dari kami, percaya pada diri sendiri," ujar Olajuwon dilansir situs resmi NBA.
ADVERTISEMENT
Berguru pada Moses Malone hingga Julukan ‘The Dream’
Salah satu sosok yang berperan besar terhadap peningkatan performa Olajuwon adalah Moses Malone, pemain andalan Houston Rockets pada era 80-an dan sudah dua kali (kelak tiga kali) meraih gelar MVP NBA saat bertemu dengannya. Mereka bertemu pada pertengahan 1982, saat off season.
Ia berlatih keras dengan mengikuti standar latihan Malone. Bahkan, Olajuwon mengatakan, ia kerap berduel satu lawan satu dengan Malone. Hasil dari latihan bersama itu adalah skill Olajuwon jadi meningkat pesat.
Bahkan, ia menjadi andal untuk urusan melakukan dunk. Alhasil, julukan ‘The Dream’ disematkan padanya, karena orang kerap dibuat terkagum-kagum saat melihatnya melakukan dunk dengan ‘mudahnya’, serasa melihatnya dalam mimpi (dream).
ADVERTISEMENT
Memulai musim baru NCAA, 1982/1983, tim basket Cougars mendapat julukan 'Phi Slama Jama', lantaran kehebatan Olajuwon dan rekan-rekannya membuat tim asuhan Guy Lewis--salah satu pelatih ternama di NCAA--itu begitu disegani. Julukan yang lahir dari skuat yang begitu andal melakukan dunk dan bermain cepat.
Karier Profesional: Juara NBA hingga Five-by-Five
Pada NBA Draft 1984, Olajuwon dipilih oleh Houston Rockets. Saat itu, selain dirinya, ada beberapa pemain lain--yang kelak jadi legenda basket NBA--yang direkrut oleh beberapa klub berbeda, yakni Michael Jordan (Chicago Bulls), Charles Barkley (Philadelphia 76ers), hingga John Stockton (Utah Jazz). Nama resminya untuk NBA saat itu adalah Akeem Olajuwon, tanpa “Abdul”. Ia baru resmi menggunakan nama Hakeem Olajuwon pada tahun 1991.
ADVERTISEMENT
Selama bermain untuk Rockets hingga tahun 2001, ia dua kali menjuarai NBA. Pertama pada musim 1993/1994. Ditemani Otis Thorpe, Kenny Smith, Sam Cassell, dkk, Olajuwon membawa Houston Rockets menumbangkan New York Knicks, 4-3, di partai pemungkas.
Uniknya, New York Knicks diperkuat oleh Patrick Ewing, pemain yang membawa tim basket dari Georgetown University menjuarai NCAA dengan mengalahkan Houston Cougars yang diperkuat Olajuwon satu dekade sebelumnya.
Semusim berikutnya, gelar juara NBA berhasil dipertahankan. Anak asuhan Rudy Tomjanovich mengalahkan Orlando Magic yang diperkuat oleh Shaquille O'Neal hingga Penny Hardaway. Rockets menang telak 4-0. Gelar ini terasa spesial bagi Olajuwon karena di tim juara musim itu ada sosok Clyde Drexler, mantan rekan setimnya di Cougars.
Pencapaian fantastis Olajuwon lainnya adalah mampu enam kali melakukan five-by-five. Five-by-five adalah istilah untuk seorang pemain yang mampu mencetak minimal 5 poin, 5 rebound, 5 asis, 5 steal, dan 5 blok sekaligus dalam sebuah pertandingan.
ADVERTISEMENT
Dalam sejarah NBA, selain Olajuwon, hanya ada 11 pebasket lain yang mampu melakukan five-by-five, tapi tidak ada selain dirinya yang sampai enam kali. Pesaing terdekatnya adalah Andrei Kirilenko, yakni tiga kali.
Untuk gelar individual, prestasi Olajuwon berjubel. Namun, beberapa yang paling penting adalah:
Ia tak menampik bahwa keahliannya melakukan blok adalah berasal dari pengalamannya bermain sepak bola, kerap jadi penjaga gawang, sedari kecil hingga remaja. “Sebagai seorang penjaga gawang di sepak bola, tujuan utama Anda adalah untuk mempertahankan gawang (agar tak kebobolan),” kata Olajuwon, dilansir situs resmi NBA, tahun 2006.
ADVERTISEMENT
“Jadi pengalaman itu (jadi penjaga gawang) sangat bermanfaat bagi saya. Memblokir tembakan adalah seni, yang semuanya tentang antisipasi dan waktu. Saya kira kemampuan itu datang secara alami kepada saya. Menjadi seorang shotblocker memungkinkan Anda untuk mengintimidasi dan mendominasi di tengah dan itulah nilai dari pria besar sejati,” sambungnya.
Muslim yang Taat
Meski lahir di tengah keluarga muslim, pernah ada suatu masa di mana ia tidak taat-taat amat menjalankan ajaran Islam. Selama berkarier di NCAA dan tahun-tahun awal di NBA, Olajuwon sering tidak disiplin, kerap berkonflik dengan wasit, terlibat perkelahian ringan dengan rekan setim, dan ‘rajin’ membuat pelanggaran teknis.
"Sebelum saya mulai mempraktikkan keyakinan saya (Islam), saya dulu sepenuhnya mengandalkan diri saya sendiri. Ketika saya telah melakukan yang terbaik, saya akan sangat frustrasi jika saya tidak menang. Itu akan membuat saya marah dan marah. Dan itu menyebabkan saya menjadi buruk kepada orang lain dengan berkelahi dan bersumpah (serapah)," jelasnya, dilansir Soundvision.com, tahun 2006.
Ia mengaku bahwa praktik Islam yang benar membawa dampak perubahan positif bagi dirinya. Olajuwon percaya bahwa semua hal yang terjadi di dunia sudah menjadi kehendak Tuhan.
ADVERTISEMENT
"Tetapi ketika saya mulai mempraktikkan iman saya, saya belajar bahwa hasilnya (pertandingan) bukan milik saya. Saya mulai melakukan yang terbaik tetapi kemudian saya meninggalkan kesuksesan dan kegagalan pada Pencipta saya. Sekarang saya tidak merasa terganggu oleh kegagalan dan tidak terlalu berlebihan oleh kesuksesan. Itu menyebabkan saya untuk tenang dan meningkatkan perilaku saya terhadap orang lain di tim saya dan kami menjadi sebuah tim," lanjutnya.
Pada tahun 1996, ia menerbitkan sebuah buku otobiografi dari hasil duet menulis dengan penulis ternama Amerika Serikat, Peter Knobler, yang berjudul Living the Dream. Laman Wikipedia menyebut bahwa pada halaman ke-207 buku itu Olajuwon mengungkapkan kegemarannya membaca Alquran.
"Saya mempelajari Alquran setiap hari. Di rumah, di masjid ... Saya akan membacanya di pesawat terbang, sebelum pertandingan dan setelahnya. Saya menyerap iman dan mempelajari makna baru setiap kali saya membalik halaman. Saya tidak iseng dalam beriman, saya menyerahkan diri untuk itu," ujar Olajuwon.
ADVERTISEMENT
Selama aktif bermain, Olajuwon tidak merasa didiskriminasi oleh rekan setim dan staf klub. Ia merasa, justru karena ia muslim, ia jadi lebih dihargai.
“Rekan satu tim, pelatih, dan eksekutif saya selalu menunjukkan kepada saya rasa hormat yang luar biasa dan penghargaan terhadap keyakinan saya. Saya pikir itu karena mereka menyaksikan saya berkembang dan makin dewasa selama saya meyakini kepercayaan saya. Prinsip-prinsip Islam adalah cara hidup yang paling lurus, dan ketika Anda mempraktikkannya, itu akan tercermin dalam karakter Anda,” ungkapnya, dilansir The Undefeated, Oktober 2017.
ADVERTISEMENT
Ramadan Bukan Halangan
Situs resmi NBA menjelaskan bahwa selama Ramadan, Olajuwon terbiasa bangun sebelum waktu subuh untuk makan tujuh buah kurma dan meminum banyak air. Setelah itu, ia salat, berdoa meminta kekuatan, dan tidak akan makan dan minum sampai waktunya berbuka (magrib).
Ketika Olajuwon memainkan pertandingan sore hari, ia akan tampak terengah-engah, tetapi tetap tidak minum setetes pun. "Aku mendapati diriku penuh energi, meledak. Dan ketika aku berbuka puasa saat matahari terbenam, rasa air sangat berharga," katanya, dilansir situs resmi NBA.
“Jika orang-orang makan dan minum di depanmu, iman seorang muslim semestinya semakin kuat. Itulah maksud dari Ramadan,” jelasnya, dilansir mainbasket.com.
Olajuwon dikenal sebagai pemain yang dapat bermain lebih baik selama bulan Ramadan. Pada tahun 1995, ia dinobatkan sebagai NBA Player of the Month di bulan Februari, meskipun Ramadan dimulai sejak tanggal 1 Februari tahun itu.
ADVERTISEMENT
Ia tak merasa ajaran Islam, khususnya puasa dan salat, adalah sesuatu yang memberatkan. “Islam itu sangat praktis, dan itu tidak dimaksudkan untuk mempersulit orang,” katanya dilansir The Undefeated.
Menolak Dibuatkan Patung
Olajuwon memang menutup kariernya di Toronto Raptors, tetapi 16 musim kariernya bersama Rockets dan banyaknya prestasi membuat namanya disegani sebagai legenda besar klub basket kebanggaan Kota Houston itu. Pernah ada rencana pihak klub membuatkan patung dirinya di area kompleks Toyota Center, markas baru Rockets menyambut musim 2003/2004.
Namun, sebagai muslim, ia menolak dibuatkan patung. Sebagai gantinya, pada tahun 2006, di area luar stadion, pihak klub mendirikan monumen perunggu berbentuk jersi basket Rockets no. 34, nomornya selama berkarier, yang hingga kini dipensiunkan oleh Rockets sebagai bentuk penghormatan.
Pada tahun 2008, ia terpilih masuk ke dalam daftar Naismith Memorial Basketball Hall of Fame. Pencapaian yang menandakan bahwa resmi sudah ia menjadi legenda basket Amerika Serikat, juga dunia.
ADVERTISEMENT