Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Lewis Hamilton, Rasisme, dan Keberanian Mendobrak Batasan
8 Januari 2019 12:17 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
Tulisan dari Katondio Bayumitra Wedya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Lewis Carl Davidson Hamilton baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke-34 pada 7 Januari 2019. Pebalap andalan Mercedes di ajang Formula 1 (F1) itu lahir di Stevenage, Inggris, pada 1985.
ADVERTISEMENT
Hamilton mulai menjajal karting pada 1993, saat usianya masih 8 tahun. Pada 2001, ia melanjutkan kariernya ke ajang balap mobil single seater, hingga kemudian, lewat perjuangan dan kerja keras, memulai debut balapan di F1 pada tahun 2007. Sisanya adalah sejarah.
Akan tetapi, menjadi seorang Lewis Hamilton tidaklah mudah. Juara dunia F1 lima kali ini agak berbeda dengan kebanyakan pebalap F1 dari masa ke masa. Ya, bisa dibilang, Hamilton adalah pebalap berkulit hitam pertama dan satu-satunya (sampai saat ini) yang berhasil melakukan debutnya di F1.
Dulu, tahun 1986, sebenarnya sudah pernah ada seorang pebalap kulit hitam yang menjajal mobil F1. Namanya William Theodore Ribbs Jr. asal San Jose, California, Amerika Serikat. Pria kelahiran 3 Januari 1955 itu diketahui sebagai the first African-American man yang pernah melakukan tes mobil F1, tepatnya mobil tim Brabham yang dipunyai oleh Bernie Ecclestone. Sayangnya, Ribbs sama sekali tidak pernah mendapat kesempatan untuk balapan di F1.
ADVERTISEMENT
Dan akhirnya, Hamilton, pria Afro-Carribean asal Inggris, mendobrak stereotipe yang mengesankan seolah F1 hanya untuk pebalap kulit putih (walau sudah pernah ada pebalap dari Asia). Pada musim pertamanya di F1, sebagai rookie, ia nyaris langsung menjadi juara dunia andai mobil McLaren-Mercedes yang dikendarainya tidak mengalami kendala pada girboks.
Setahun kemudian, barulah Hamilton merengkuh gelar juara dunia perdananya pasca-balapan super menegangkan di Sirkuit Interlagos, Brazil.
Hamilton, pebalap dengan warna kulit minoritas di F1, telah mengoleksi lima gelar juara dunia (2008, 2014, 2015, 2017, 2018); menyamai rekor Juan Manuel Fangio, hanya kalah banyak dari Michael Schumacher (tujuh kali). Tak hanya itu, Hamilton pun hingga 2018 sudah memenangkan 73 Grand Prix (GP), terbanyak kedua setelah Schumacher (91).
ADVERTISEMENT
Namun, tetap saja bukan hal yang mudah bagi Hamilton untuk mencapai itu semua. Tak peduli sehebat apa kamu, cacian pasti ada saja.
Pada Februari 2008, Hamilton mendapatkan perlakuan rasis dari sejumlah penonton pada sesi tes di Sirkuit Katalunya. Disinyalir, pelaku tindak rasisme adalah orang-orang Spanyol yang motifnya berkaitan dengan konflik Hamilton dengan Fernando Alonso pada tahun 2007.
Marca, dilansir Independent, menyebutkan bahwa orang-orang itu berteriak "puto negro" dan "negro de mierda". Well, mungkin kalian bisa coba cari artinya sendiri di Google Translate. Menurut laporan The Guardian, ada juga orang-orang yang menghitamkan wajah mereka (dengan cat atau semacamnya) dan mengenakan wig hitam ala Afro, serta mengenakan kaos bertuliskan "Hamilton's Family".
Toni Calderon adalah salah satu dari empat orang dengan ciri-ciri yang disebutkan The Guardian. Menanggapi tindakannya itu, ia bersikeras, "saya tidak rasis".
ADVERTISEMENT
"Jika saya tahu ini akan terjadi, saya tidak akan pernah berpakaian (seperti itu), tetapi saya ingin menjelaskan bahwa kami tidak pernah bermaksud untuk menyinggung," kata pembelaannya, dilansir The Independent, Februari 2008.
Fédération Internationale de l'Automobile (FIA) selaku badan yang menaungi F1 mengaku terkejut dan kecewa atas tindak rasisme itu. FIA akhirnya berencana melakukan kampanye anti-rasisme bertajuk "Racing against Racism" untuk GP Spanyol pada Bulan April tahun yang sama.
Fernando Alonso bahkan membela Hamilton atas kejadian itu. "Jika itu benar, jelas (tindakan rasisme) ini tidak dapat diterima. Pada 2008, kita tidak bisa memiliki orang (rasis) seperti ini di dunia kita. Bukan hanya Formula 1, bukan hanya olahraga, juga di kehidupan normal," kata Alonso, dilansir Reuters, 1 November 2008.
ADVERTISEMENT
6 November 2008, Bernie Ecclestone, yang saat itu masih menjabat CEO Formula One Group, memberi pernyataan terkait tindakan rasisme yang ditujukan kepada Lewis Hamilton. Ia berkata, "saya berpikir semua itu adalah omong kosong".
"Saya tidak berpikir tindakan itu ada hubungannya dengan rasisme. Ada beberapa orang di Spanyol dan itu mungkin dimulai sebagai lelucon dan bukan sesuatu yang kasar. Saya pikir orang melihat dan membaca hal-hal yang tidak ada di sana. Saya tidak mengerti mengapa orang-orang harus (dihina karenanya). Hal-hal ini adalah (cara) orang-orang mengekspresikan diri mereka," katanya kepada BBC Radio Five Live, dilansir The Guardian.
Lalu bagaimana tanggapan Hamilton? "Saya tidak begitu berpikir itu adalah lelucon," katanya kepada The Guardian, 6 November 2008.
ADVERTISEMENT
Dan bukan hanya tindak rasisme di dunia nyata saja yang harus dia hadapi. Di dunia daring, The Guardian mengungkapkan, ada sebuah situs kontroversial yang melakukan tindakan rasisme terhadap Hamilton. Diketahui, situs tersebut dimiliki oleh agen periklanan yang berbasis di New York, TBWA, yang merupakan bagian dari grup layanan media terbesar di dunia, Omnicom.
Diketahui pula bahwa situs tersebut milik kantor periklanan di Spanyol. Situs yang akhirnya ditutup tersebut berisi ujaran-ujaran kasar, seperti N-Word hingga hinaan terkait half-breed, dan ujaran-ujaran kasar lainnya. Ya, buat yang belum tahu, Hamilton memiliki ibu bernama Carmen Larbalestier, seorang perempuan kulit putih; sedangkan ayahnya, Anthony Hamilton, adalah seorang berkulit hitam. Keduanya orang Inggris.
Lalu kenapa pula ia disebut "Afro-Carribean"? Di situs resminya, Hamilton mengatakan bahwa banyak keluarga dekatnya yang berasal dari Trinidad dan Grenada, serta memiliki keluarga dan kerabat di Kepulauan Karibia. Tantenya juga tinggal di Grenada, sebagaimana ayah dari ayahnya tinggal di sana, sebelum akhirnya pindah ke Inggris.
ADVERTISEMENT
Beranjak ke tahun 2011, isu rasisme kembali menyelimuti perjalanan karier Hamilton. Di GP Monako, ia pernah sangat geram kepada para steward setelah dirinya dua kali diberi penalti terkait insiden selama balapan, di mana ia akhirnya finis keenam. Pebalap yang kala itu bernomor mobil 3 kesal dan berkata, "Mungkin karena aku berkulit hitam. Itulah yang dikatakan Ali G."
Sedikit mengenai Ali G (Alistair Leslie Graham), ia adalah nama karakter fiksi pria kulit hitam dalam sebuah seri televisi satir Inggris berjudul Da Ali G Show. Pemerannya adalah Sacha Noam Baron Cohen, pria Yahudi kulit putih asal Inggris. Dalam sebuah episodenya, Ali G tengah berbicara (dengan agak 'ngegas') di dalam sebuah persidangan. Kemudian, ia pun dikeluarkan oleh polisi dan berteriak, "Is it because I is black?"
Pada Maret 2018, usai menjalani konferensi pers jelang GP Australia, mantan kekasih Nicole Scherzinger itu mem-posting sebuah video yang menegaskan pentingnya F1 diisi oleh orang-orang dari berbagai etnis. Video itu menampilkan gambar suasana di dekat paddock tim Mercedes dan sebuah tulisan:
ADVERTISEMENT
"There's barely any diversity in F1. Still nothing's changed in 11 years I've been here. Kids, people, there's so many jobs in this sport of which anybody, no matter your ethnicity or background, can make it and fit in. #diversity #youcandoit"
Meski berasal dari orang tua beretnis campuran, tetapi Hamilton tak malu mengakui diri sebagai pebalap kulit hitam pertama di F1. Meski dulu, sewaktu masih membalap di Kejuaraan GP2, ia mengaku tidak tertarik disebut sebagai pelopor pebalap kulit hitam bertalenta.
"Saya tidak terlalu memerhatikan gagasan untuk menjadi pelopor (pebalap berkulit hitam di F1). Saya merasa normal, saya tidak merasa berbeda dengan pebalap lain selain memiliki tingkat kepercayaan tertentu pada apa yang dapat saya lakukan. Saya punya ambisi, dan itu untuk sampai ke Formula One," katanya pada tahun 2006, dilansir The Independent.
Seiring berjalannya waktu, Lewis Hamilton menegaskan kebanggaannya menjadi pebalap berkulit hitam. Ia senang menjadi orang yang menembus batas, serta menyatakan kekagumannya terhadap sejumlah atlet yang melakukan hal serupa, seperti Williams bersaudara (Tenis) dan Tiger Woods (Golf).
ADVERTISEMENT
Ketika saya pertama kali mengawali (karier) di Formula 1, saya mencoba mengabaikan fakta bahwa saya adalah pria kulit hitam pertama yang berlomba di olahraga (F1).
Namun, seiring bertambahnya usia, saya benar-benar mulai menghargai implikasinya.
Perasaan yang sangat keren untuk menjadi orang yang merobohkan batasan, seperti yang dilakukan kakak-beradik Williams di tenis atau Tiger Woods di golf.
Saya bertemu dengan anak-anak dari berbagai bangsa dan budaya yang berbeda berkata kepada saya sekarang, semua ingin menjadi pebalap F1. Mereka merasa olahraga ini terbuka untuk semua orang.
Kurang lebih, itulah yang tertulis di situs resmi Lewis Hamilton.
Kerja keras dan kemampuannya bekerja sama dengan seluruh elemen tim (juga dengan sedikit keberuntungan) membuahkan kesuksesan baginya sekarang. Walaupun ada berbagai kontroversi yang melibatkan dirinya di dalam dan di luar lintasan, tetapi inilah dia sekarang.
ADVERTISEMENT