Konten dari Pengguna

Linkin Park Rasa Baru: Dari Rasa Getir, Perlahan Mulai Gurih

Katondio Bayumitra Wedya
Moslem. Author of Arsenal: Sebuah Panggung Kehidupan
5 Oktober 2024 16:14 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Katondio Bayumitra Wedya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Vocalis baru dari grup musik Linkin Park Emily Armstrong tampil di Los Angeles, Amerika Serikat, Kamis (5/9/2024). Foto: Jordan Strauss/AP Photo
zoom-in-whitePerbesar
Vocalis baru dari grup musik Linkin Park Emily Armstrong tampil di Los Angeles, Amerika Serikat, Kamis (5/9/2024). Foto: Jordan Strauss/AP Photo
ADVERTISEMENT
Linkin Park adalah band yang memiliki arti tersendiri dalam hidup saya. Adanya vokalis baru membuat hati yang berkecamuk. Sebab, sulit untuk menggantikan masa lalu.
ADVERTISEMENT
***
Tanggal 21 Juli 2017, subuh hari, saya bangun dengan suasana hati yang kalut. Memang selalu begitu waktu masih kerja di kantor lama, tapi berita yang saya dapatkan kala itu semakin bikin saya cemberut.
Itu adalah hari ketika berita kematian Chester Bennington mulai tersebar. Si vokalis Linkin Park mengakhiri hidupnya, meninggalkan kehidupan dunia yang dianggapnya terasa sangat berat.
Saya memang bukan fan berat Linkin Park, tapi lagu-lagu mereka sudah menemani saya sejak masih kanak-kanak. Suara khas pria kelahiran Arizona itu tetap awet dalam benak.
Saya sedih sekaligus kecewa. 'Kenapa harus bunuh diri, sih? Bukannya hidup lu sudah enak secara finansial, popularitas, dan lu punya keluarga pula?'
Aksi panggung Chester Bennington Foto: REUTERS/Steve Marcus/File Photo
Ada kalau tidak salah sekitar 3 bulan saya tidak mau mendengar lagu Linkin Park selain 'Invincible' karena di lagu itu tidak ada suara vokal Bennington.
ADVERTISEMENT
Waktu berlalu, Linkin Park pun mati suri. Sebagai 'penggemar biasa', saya tidak pernah mengharapkan band rock dari California itu bangkit dari kubur. Biarlah tetap 'mati' bersama Chester Bennington dan biarkan karya-karya lama tetap abadi.
Lalu tiba-tiba, 5 September lalu, Linkin Park mengumumkan vokalis baru: Perempuan bernama Emily Armstrong.
Jujur, sampai sekarang, saya masih rada kurang sreg dengan format baru ini. Ini bukan masalah gender, mau vokalisnya cowok lagi pun saya bakal butuh waktu untuk menerima Linkin Park yang sekarang ini.
Vocalis baru dari grup musik Linkin Park Emily Armstrong tampil di Los Angeles, Amerika Serikat, Kamis (5/9/2024). Foto: Jordan Strauss/AP Photo
Saya telah mendengarkan dan menonton beberapa video aksi panggung Linkin Park bersama Armstrong saat membawakan lagu-lagu lama band tersebut. Namun tetap saja, hawanya hanya seperti Linkin Park feat Emily Armstrong, belum benar-benar menyatu.
ADVERTISEMENT
Lagu 'The Emptiness Machine' yang menjadi single anyar mereka juga terasa kurang menggigit. Ini bukan perkara saya meragukan skill Armstrong, cuma lebih kepada saya belum bisa menerima kehadiran vokalis baru.
Lalu, muncullah single kedua, 'Heavy is the Crown', lagu yang sepertinya mulai bisa mengubah cara pandang saya terhadap era baru Linkin Park kali ini. Sebab, lagu yang menjadi main them resmi turnamen esport League of Legends World Championship 2024 ini justru mengingatkan saya dan banyak orang dengan era-era Hybrid Theory dan Meteora.
Betotan bass, gebukan drum, hingga suara rap Shinoda serasa membawa saya ke masa lalu. Dan yang tak kalah mengagetkan adalah lengkingan scream dari Armstrong. Untuk pertama kali, karena lagu 'Heavy is the Crown', saya menaruh respek padanya.
Vocalis baru dari grup musik Linkin Park Emily Armstrong tampil di Los Angeles, Amerika Serikat, Kamis (5/9/2024). Foto: Jordan Strauss/AP Photo
ADVERTISEMENT
Liriknya kurang lebih bercerita soal beratnya menjadi seorang juara bertahan. Ya, mungkin karena menyesuaikan dengan kebutuhan sebagai main theme turnamen League of Legends itu.
Namun, seperti biasa, semua orang berhak memberi penafsiran sendiri-sendiri terhadap makna sebuah lagu. Kalau saya, sih, tertarik untuk menyoroti penggunaan kalimat "This is what you asked for (Ini kan yang lu minta?)"
Menaruh kalimat itu pada awal reff seolah-olah Linkin Park menyiratkan pesan kepada para pembenci dan peragu Emily Armstrong. Sebab, pengganti Chester Bennington harusnya seorang yang memiliki warna suara mirip dengannya.
Kalau saya pribadi, memang baru mulai menemukan 'kegarangan' Armstrong pada lagu 'Heavy is the Crown' ini. Dari skeptis menjadi optimistis, well, sepertinya masa depan Linkin Park tidak akan buruk, meski kenangan lama tidak akan pernah terganti.
ADVERTISEMENT
Menerima Linkin Park 'rasa baru' ini mungkin ibarat menjajal menu baru di restoran favorit. Boleh jadi, awalnya terasa getir di lidah, tetapi perlahan mulai ketemu letak gurihnya.