Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Konten dari Pengguna
Mengenal Triple Crown of Motorsport: 3 Gelar untuk 'Keabadian'
1 Desember 2018 23:51 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
Tulisan dari Katondio Bayumitra Wedya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Fernando Alonso telah resmi meninggalkan Formula 1 (F1). F1 Grand Prix (GP) Abu Dhabi 2018 menjadi ajang perpisahan sang juara dunia dua kali (2005, 2006).
ADVERTISEMENT
Jika tak ada halangan, tahun depan, pebalap kelahiran 29 Juli 1981 itu akan balapan di seri balap Indianapolis 500 (Indy500), bagian dari IndyCar Series, bersama McLaren. Untuk kemungkinan mengikuti IndyCar Series secara penuh, Alonso mengatakan bahwa ia butuh waktu rehat.
Namun, jika memang begitu, lalu mengapa Alonso ngotot untuk mengikuti, bahkan memenangkan Indy500? Jawabannya adalah karena ia mengincar gelar Triple Crown of Motorsport.
Apa itu Triple Crown of Motorsport?
Triple Crown adalah pencapaian prestisius tidak resmi di dunia balap roda empat. Maksudnya, ini bukan gelar yang dibikin oleh federasi balap internasional, macam FIA atau sejenisnya, tetapi lebih kepada pengakuan publik. Artinya, jika ada pebalap yang berhasil memenangkan Triple Crown of Motorsport, ia layak dikenang abadi sepanjang masa dan diakui sebagai salah satu yang terhebat di dunia.
ADVERTISEMENT
Jelas, namanya saja "Triple", sehingga ada tiga seri balap yang harus dimenangi, yakni GP Monako (sekarang bagian dari F1), Le Mans 24 Jam (sekarang bagian dari World Endurance Championship), dan Indianapolis 500 (sekarang bagian dari IndyCar Series). Dalam versi lain, bolehlah seorang pebalap tidak memenangkan GP Monako asalkan mampu menjadi juara dunia F1.
Berbeda dengan konsep Treble Winners yang ada di sepak bola, di mana tiga gelar sekaligus harus direngkuh pada satu musim yang sama. Masing-masing kemenangan seri yang menjadi bagian dari Triple Crown boleh diraih pada tahun yang terpisah.
Graham Hill
Dalam sejarah, hanya ada satu orang yang berhasil merengkuh Triple Crown of Motorsport. Ia adalah pebalap asal Inggris, Graham Hill. Pebalap kelahiran 15 Februari 1929 tersebut memenangkan 5 kali GP Monako (1963, 1964, 1965, 1968, dan 1969) dan 2 kali juara dunia F1 (1962, 1968).
ADVERTISEMENT
Sementara itu, ia memenangkan Indy500 pada tahun 1966 dan Le Mans 24 Jam pada tahun 1972. Pria kelahiran Hamstead, London, itu wafat pada 29 November 1975 di Arkley, London Raya. Hingga kini, belum ada yang mampu menyamai pencapaiannya.
Kemudian, yang menjadi pertanyaan banyak orang, kenapa tiga seri balap itu yang dijadikan patokan, terpilih menjadi bagian dari Triple Crown of Motorsport? Semua itu tidak terlepas dari sejarah dan seberapa menantangnya masing-masing seri. Mari kita bahas bersama.
1. GP Monako dan Gelar Juara Dunia F1
GP Monako sudah ada sejak tahun 1929. Ya, sebelum pertama kali F1 diselenggarakan tahun 1950, Kota Monte Carlo sudah terbiasa dengan suara bising dari mesin-mesin yang dihasilkan dari mobil-mobil yang melaju cepat di lintasan Sirkuit Monako. Ini adalah salah satu seri balap tertua di dunia, khususnya yang bertipe balapan sirkuit jalan raya, yang sampai sekarang masih eksis dan berkelas internasional.
ADVERTISEMENT
Selain sejarah panjangnya, balapan GP Monako dinilai amat menuntut dan menguji keterampilan pebalap. Sirkuit Monako ini unik karena tidak ada run-off area, jalurnya sempit, bahkan sangat sempit kalau boleh dibilang. Sebuah kesalahan, bahkan yang kecil sekalipun, dapat membuat pebalap mengakhiri balapannya lebih awal.
Maka dari itu, aksi salip-menyalip sulit (dan berisiko) dilakukan di Monako. Sekali memimpin, seorang pebalap bisa sulit disalip. Sekali berhasil disalip, akan sulit lagi merebut posisi.
Jika masih belum terbayang sempitnya seperti apa, pebalap legendaris F1, Nelson Piquet, menggambarkan bahwa balapan di Monte Carlo sudah seperti mengendarai sepeda di ruang tamu rumah.
Keunikan lainnya, Sirkuit Monako memiliki ketinggian lintasan yang berbeda di beberapa sudutnya. Jadi, pebalap akan merasakan sensasi menanjak dan menurun ketika balapan di Monako (pergeseran elevasi). Dan nampaknya, hanya Sirkuit Monako satu-satunya sirkuit yang memiliki terowongan. Sehingga ada sensasi gelap-terang ketika balapan, yang menjadi tantangan tersendiri.
ADVERTISEMENT
Dalam kalender balap F1 2018, Sirkuit Monako --bersama Sirkuit Spa-Francorchamps, Belgia -- adalah sirkuit dengan jumlah tikungan terbanyak ke-4, total 19 tikungan. Dulu, periode tahun 1986-2002, Sirkuit Monako punya 25 tikungan, lebih gila lagi 'kan?
Waktu pertama kali balapan diadakan (1929) hingga tahun 1972, jumlah tikungan hanya 14. Kemudian, dipugar menjadi 20 tikungan (1973-1975), dan sempat juga menjadi 23 tikungan (1976-1985).
Tahun 2018, jumlah lap GP Monako adalah 78 lap dengan total panjang sirkuit 3.337 kilometer. Dulu, zaman Graham Hill dan sebelum-sebelumnya, total lap yang harus ditempuh mencapai 100 dengan total panjang sirkuit lebih dari 3.100 kilometer.
Pemenang terbanyak F1 GP Monako adalah Ayrton Senna dengan 6 kemenangan (1987, 1989-1993). Akan tetapi, sebenarnya pencapaian Senna adalah pemecahan rekor dari pebalap yang dijuluki King of Monaco atau Mr. Monaco, yaitu Graham Hill dengan 5 kemenangan pada medio 60-an (1963-1965, 1968-1969). Michael Schumacher (5 kemenangan: 1994, 1995, 1997, 1999, 2001) menyamai pencapaian Hill. Sementara itu Alonso hanya dua kali memenangkannya (2006 dan 2007).
ADVERTISEMENT
Para pebalap yang tidak pernah jadi juara dunia F1 tapi pernah memenangi GP Monako, bolehlah berbangga hati karena pernah berhasil menaklukkan salah satu balapan di sirkuit paling tricky sedunia. Lalu, bagaimana ceritanya kemenangan di GP Monako bisa ditebus dengan gelar juara dunia F1 sebagai bagian dari kelengkapan Triple Crown of Motorsport?
Setidaknya, ada dua orang yang setuju akan hal tersebut. Pertama adalah Graham Hill. Dalam sebuah wawancara untuk program 'Drive In' di Thames Television pada tahun terakhir kehidupannya, penyiar Shaw Taylor menanyakan perihal Triple Crown, dan dalam jawabannya ia tidak menyebut GP Monako.
"Itu (Triple Crown of Motorsport) adalah world championship for drivers (maksudnya F1), Indianapolis (500) dan Le Mans 24 Jam," kata Graham Hill, tahun 1975.
ADVERTISEMENT
Kedua adalah Jacques Villeneuve, juara dunia F1 tahun 1997 dan pemenang Indy500 tahun 1995. Ia tidak pernah memenangkan GP Monako.
"Gelar kejuaraan dunia (F1) yang diperhitungkan (untuk Triple Crown of Motorsport)," katanya kepada Reuters.
"(GP) Monako hanya satu balapan yang merupakan bagian dari F1. Anda dapat memenangi Indy 500 dan Le Mans (24 jam) saja (tanpa ikut musim penuh kompetisinya), Anda tidak bisa hanya memenangkan Monako saja," lanjutnya.
Secara pribadi, saya setuju jika memenangkan salah satu di antara GP Monako saja atau gelar juara F1 saja dapat diperhitungkan dalam Triple Crown of Motorsport. Bagi saya, cukup adil rasanya jika ada masing-masing satu wakil seri balap dari ajang yang berbeda sebagai bagian dari Triple Crown of Motorsport, terlebih sudah banyak alasan dipaparkan mengenai sejarah dan tantangan di GP Monako.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, F1 adalah salah satu ajang balap dengan mobil-mobil tercepat di dunia, salah satu kejuaraan paling tua di dunia, salah satu yang paling kompetitif di dunia, paling mahal, dan masih ada hingga sekarang. Bahkan, masih terus diimpikan walau untuk sekadar balapan di sana. Jangankan menang, dapat kesempatan balapan saja sudah bangga betul. Ingat Rio Haryanto?
Orang harus berkorban waktu, tenaga, dan uang untuk bisa juara di F1. Tanpa skill dan dana, seorang pebalap atau sebuah tim hanyalah 'pelengkap'.
See? Untuk menjadi juara dunia F1 butuh perjuangan, sehingga adil rasanya jika kegagalan memenangkan GP Monako ditebus dengan gelar juara dunia F1, vice versa.
2. Indianapolis 500
Balapan yang berlangsung di Indianapolis Motor Speedway ini sudah ada terselenggara sejak tahun 1911. Dijuluki The Brickyard karena permukaan lintasan balap dibuat dari batu bata pada tahun 1909.
ADVERTISEMENT
Pada bulan Oktober 1961, lintasan diaspal laiknya sirkuit pada umumnya, dengan pengecualian berupa garis batu bata setinggi tiga kaki pada garis awal-akhir. Pada akhirnya, itu menjadi ciri khas tersendiri.
Dari sisi sejarah, Indianapolis Motor Speedway adalah salah satu sirkuit paling tua di dunia yang masih eksis sampai sekarang. Secara otomatis, balapan Indy500 pun menjadi salah satu balapan tertua di dunia yang masih eksis hingga sekarang.
Sejak tahun 1911, hanya perang dunia saja yang dapat menghentikan perheletannya. Periode tahun 1917-1918 tidak ada balapan akibat Perang Dunia I dan 1942-1945 balapan Indy500 tidak dihelat lantaran Perang Dunia II. Tahun 2019 nanti, Fernando Alonso akan berlaga di balapan Indy500 yang ke-103.
Bagi orang Amerika Serikat, balapan ini terasa spesial karena selalu diadakan di bulan Mei, di mana di bulan yang sama diperingati pula 'Memorial Day'. Itu adalah hari untuk mengingat orang-orang yang meninggal saat bertugas di angkatan bersenjata negara.
ADVERTISEMENT
Indy500 telah menjadi bagian dari kalender balap F1 dari tahun 1950-1960. Pada tahun 1996 hingga sekarang, Indy500 berada di bawah naungan IndyCar Series.
Pada 2014, Business Insider mengeklaim IndyCar sebagai ajang balap tercepat di Amerika Serikat dengan puncak kecepatan mencapai 220 mil per jam di Indiana, Fontana, dan Texas. Kenyataannya, rekor lap tercepat Indy500 masih dipegang Arie Luyendyk tahun 1996 dengan kecepatan mobil 237,498 mil per jam (382,128 kilometer per jam) pada sesi kualifikasi.
Di Indy500, lebih dari 30 mobil melesat di sirkuit sepanjang 2,5 mil (4,0 kilometer) dengan kecepatan mendekati 230 mil per jam untuk 500 mil lintasan lurus. Hanya ada empat tikungan karena bentuk sirkuitnya hanya berputar-putar belok kiri, melawan arah jarum jam. Sejak pertama kali diselenggarakan, total lap yang harus ditempuh adalah 200.
ADVERTISEMENT
Banyak pebalap datang dari seluruh penjuru dunia datang untuk bersaing merengkuh trofi juara. Selain Graham Hill, beberapa pebalap F1 yang nyaris Triple Crown'juga pernah memenanginya, yakni Jim Clark (1965), A.J. Foyt (1961, 1964, 1967, 1977), Mario Andretti (1969), Emerson Fittipaldi (1989, 1993), Jacques Villeneuve (1995), dan Juan Pablo Montoya (2000, 2015).
Butuh keberanian besar dan skill yang benar-benar mumpuni untuk bisa bersaing di Indy500. Balapan ini menggunakan mobil open-wheel dengan konsep single-seater, bukan stock car laiknya NASCAR. Mobil open-wheel itu lebih ringkih, kesenggol sedikit saja bisa rusak, berpengaruh kepada aerodinamika dan kestabilan suspensi, bahkan bisa hancur lebur jika mendapat benturan sangat keras.
Mobil open-wheel punya tingkat keamanan yang lebih rentan dibandingkan stock car. Kalian sudah dapat mengerti hanya dengan melihat desain mobilnya, sehingga kecelakaan bisa berdampak fatal (dan memang selalu berdampak besar), terutama jika menabrak dinding lintasan. Di Indy500, tabrakan antar mobil di tengah lintasan juga dapat berdampak pada mobil di belakangnya. Tidak banyak ruang untuk menghindar, kalau pun ada, harus cepat dan tangkas.
ADVERTISEMENT
Sejak tahun 1931 hingga tahun 1996, setidaknya sudah ada 15 pebalap yang meninggal di ajang Indy500. Sementara itu, dari segi sirkuit, Indianapolis Motor Speedway sendiri sudah memakan korban sebanyak 57 nyawa pebalap dari berbagai ajang balapan.
Ya, walaupun bentuk sirkuitnya terkesan simpel dan sederhana, tetapi tetap tricky. Selain urusan kecelakaan, saya kasih contoh gambaran unik lainnya, pebalap bernama Ralph DePalma pernah memimpin lomba selama total 196 dari 200 lap yang ada. Mirisnya, ia gagal memenangkan lomba yang diselenggarakan tahun 1912 itu dan harus puas finis di posisi ke-11. Pemenangnya justru seorang bernama Joe Dawson yang hanya berkesempatan memimpin lomba selama dua lap.
Di era milenium baru, nasib seperti itu pernah menimpa mendiang Dan Wheldon, di mana pebalap Inggris itu mampu memimpin lomba selama 148 lap tapi ujung-ujung hanya finis ke-4. Itu terjadi tahun 2006, di mana lomba dimenangkan oleh pebalap Amerika Serikat, Sam Hornish Jr., yang hanya total 19 lap memimpin balapan. Fernando Alonso juga pernah memimpin lomba selama 27 lap tapi hanya sanggup finis di posisi ke-24 pada 2017.
ADVERTISEMENT
Sejauh ini, belum ada yang mampu memimpin balapan selama 198 lap dan memenangi lomba seperti yang dilakukan pebalap Amerika Serikat, Billy Arnold, tahun 1930. Pebalap non-Amerika Serikat dengan rekor memimpin lap terlama (190 lap), kemudian memenanginya adalah Jim Clark (Inggris) tahun 1965.
Para pemenang, secara tradisional, akan mencium garis finis batu bata. Selain itu, jika kita kerap melihat para pemenang di berbagai ajang balap merayakan kemenangan di atas podium dengan minum atau saling menyiram sampanye, maka yang khas dari Indy500 adalah pemenang disajikan sebotol susu.
3. Le Mans 24 Jam
Le Mans 24 Jam (24 Hours of Le Mans) adalah balapan sports car jenis ketahanan (endurance) tertua di dunia yang masih aktif hingga sekarang. Diadakan setiap tahun sejak 1923 di dekat Kota Le Mans, Prancis, dan telah menjadi bagian dari World Endurance Championship (WEC) sejak tahun 2012. Hanya aksi buruh (1936) dan Perang Dunia II, sekaligus rekonstruksi Prancis (1940-1948), yang sanggup menghentikan penyelenggarannya.
ADVERTISEMENT
Teman-teman pasti pernah mendengar nama Sirkuit Bugatti (4.274 kilometer) di Le Mans, yang menjadi tempat MotoGP Prancis dihelat. Percayalah, itu hanya seuprit bagian dari sebuah sirkuit yang panjang sekali bernama Circuit de la Sarthe (13.626 kilometer).
Para pebalap yang berlaga di Le Mans 24 Jam harus memutari sirkuit secara bergantian dengan satu mobil selama 24 jam. Pada tahun 2018 alias penyelenggaraannya yang ke-86, Fernando Alonso bersama Sebastien Buemi dan Kazuki Nakajima sukses melahap total 388 lap dengan catatan waktu 24 jam lebih 52,247 detik di bawah tim Toyota Gazoo Racing.
Selain Hill dan Alonso, ada beberapa nama pebalap F1 yang 'nyaris Triple Crown' juga pernah memenangkannya, yakni Maurice Trintignant (1954), Mike Hawthorn (1955), Phi Hill (1958, 1961, 1962), Jochen Rindt (1965), Bruce McLaren (1966), dan A.J.Foyt (1967).
ADVERTISEMENT
Sejauh ini, rekor kemenangan terbanyak masih dipegang pebalap Denmark, Tom Kristensen, dengan 9 kali kemenangan (1997, 2000-2005, 2008, 2013). Sementara untuk gelar konstruktor, yang tersukses adalah Porsche (19 kemenangan) asal Jerman, disusul saingan senegaranya, Audi (13 kemenangan). Toyota menjadi konstruktor Jepang kedua yang memenangkan lomba setelah Mazda pada tahun 1991.
Keunikan lain dari balapan Le Mans 24 Jam dan balapan-balapan lain di WEC adalah dalam satu lintasan, kita dapat melihat mobil dengan besar dan bentuk yang berbeda-beda. Ya, karena memang balapan ini ada kelas-kelasnya, tetapi semua mobil yang terdaftar dari seluruh kelas di-tumplek-plek-kan dalam sekali balapan.
Itu sudah membudaya sejak pertama kali diselenggarakan. Kalau pada tahun 2018, timnya Alonso itu masuk kategori LMP1. Selain itu, ada juga kelas LMP2, LMGTE Pro, dan LMGTE Am.
ADVERTISEMENT
Nantinya, dapat diklasifikasikan siapa yang terbaik di masing-masing kelasnya berdasarkan peringkat finis. Akan tetapi, yang dihitung memenangi Le Mans 24 Jam adalah yang benar-benar pertama kali menyentuh garis finis, tidak peduli dari kelas yang mana.
Selain itu, balapan Le Mans 24 Jam juga unik karena pebalap benar-benar harus memiliki stamina yang kuat, strategi yang matang, dan skill yang mumpuni. Pebalap ganti-gantian dengan pebalap lain selama balapan karena seat mobil hanya satu. Di saat istirahat, mereka bisa makan, mengatur strategi, bahkan tidur sejenak.
Namun, jika tidak waspada tetap saja bisa terjadi kecelakaan fatal. Dari rentang tahun 1949 hingga 2013, setidaknya ajang Le Mans 24 Jam sudah menelan 10 nyawa pebalap. Itu belum termasuk insiden-insiden lain yang berakibat cedera fatal.
Dulu, waktu pertama kali diselenggarakan, satu mobil untuk dua pebalap bergantian. Tahun 1965, untuk pertama kalinya balapan satu mobil dengan tiga orang bergantian, tetapi pada tahun berikutnya hingga 1976 kembali ke format dua pebalap. Dari tahun 1977 hingga 1984, ada kalanya balapan kembali dengan tiga pebalap dan dua pebalap. Barulah pada tahun 1985 hingga sekarang, satu mobil selalu digunakan tiga pebalap bergantian.
ADVERTISEMENT
Agar pengemudi tetap aman, karena kompetisi 24 jam yang unik, peraturan dan regulasi telah berubah selama bertahun-tahun.
Jadi, itulah sekiranya fakta-fakta dan sejarah tentang Triple Crown of Motorsport. Memang tidak ada penilaian khusus dari FIA atau lembaga sejenis perihal kategorinya. Namun, penjelasan mengenai tiga seri balap paling prestisius tersebut bisa menjadi jawaban.