Permintaan Maaf Saya untuk Arsenal

Katondio Bayumitra Wedya
Moslem. Author of Arsenal: Sebuah Panggung Kehidupan
Konten dari Pengguna
17 April 2023 21:43 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Katondio Bayumitra Wedya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Selebrasi gol Arsenal saat lawan Fulham dalam pekan ke-27 Liga Inggris 2022/23 di Stadion Craven Cottage, London, pada Minggu (12/3/2023). Foto: REUTERS/David Klein
zoom-in-whitePerbesar
Selebrasi gol Arsenal saat lawan Fulham dalam pekan ke-27 Liga Inggris 2022/23 di Stadion Craven Cottage, London, pada Minggu (12/3/2023). Foto: REUTERS/David Klein
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Saya mungkin agak keterlaluan ketika sangat berharap dan kelewat meyakini Arsenal akan menjadi juara Premier League 2022/23. Untuk itu, saya meminta maaf.
ADVERTISEMENT
Musim ini, saya mungkin agak melewati batas waras sebagai fan Arsenal. Besarnya peluang mereka menjadi juara Premier League membuat saya menjadi 'agak gila'.
Ada beberapa fan lain, termasuk beberapa teman dan kenalan, menanggapi keberadaan Arsenal di puncak Premier League dengan santai dan bijak. Mereka paham jika Arsenal menjadi runner up atau peringkat 3 pun itu sudah jauh melebihi ekspektasi.
Mereka sadar bahwa skuad Arsenal yang diisi anak-anak muda ini bukanlah endgame. Tim yang sekarang masih bisa dilengkapi dengan pemain-pemain baru di musim panas mendatang, lalu diolah menjadi lebih garang oleh Mikel Arteta.
Dan bicara soal Mikel Arteta, dia jelas pelatih cerdas. Tapi harus diakui, pria Spanyol itu belum lama membesut sebuah tim dengan sejarah besar seperti Arsenal. Dia masih sangat bisa melakukan kesalahan dan kesulitan mencari jalan keluar dari tekanan. Ini perkara pengalaman.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya, saya pun tahu akan semua itu. Namun, saya egois. Saya menuntut Martin Odegaard dan kawan-kawan menjadi juara musim ini juga. Itulah yang membuat saya menjadi tidak waras.
Duel Arsenal vs Man City di Liga Inggris. Foto: David Klein/REUTERS
Kenapa saya egois? Pertama, karena saya takut. Musim depan, Manchester City tetaplah akan menjadi Manchester City yang hebat. Manchester United bisa saja tampil lebih baik jika membeli striker yang tepat. Newcastle United juga bisa mengandalkan Arab Money mereka untuk menjadi lebih kuat.
Chelsea dan Liverpool? Sebusuk-busuknya mereka musim ini, bisa saja bangkit di musim depan. Adalah wajar bukan jika tim kandidat juara tiba-tiba jeblok dalam satu musim? Jika semua dugaan saya tepat, kian berat bagi Arsenal untuk bisa juara Premier League, sebagus apa pun skuad musim depan.
ADVERTISEMENT
Kedua, rasa tidak terima ketika melihat sejarah. Ada yang bilang bahwa kedalaman skuad Arsenal 2022/23 tidaklah oke. Maksudnya, starting XI biasa diisi oleh dia lagi-dia lagi, kadang beberapa pemain dipaksa main sampai 90 menit, berbeda dengan City yang bisa 'agak bebas' bongkar pasang.
Saya merasa tidak bisa menerima alasan begitu. Sebab, di era modern ini ada, kok, tim yang kedalaman skuadnya enggak mewah tapi bisa juara Premier League. Siapa lagi kalau bukan Leicester City di musim 2015/16. Kondisinya sama, beberapa tim unggulan lagi jeblok waktu itu, The Foxes pun bisa memanfaatkannya. Saya rada enggak terima jika Arsenal tidak bisa.
Mereka yang membawa Leicester juara. Foto: REUTERS/Darren Staples
Ketiga, ini menyangkut soal kebanggaan. Ini adalah faktor yang paling parah. Dalam hidup ini, saya bukanlah orang yang banyak punya prestasi atau pencapaian. Sekarang pun rasanya enggak ada hal yang bisa benar-benar saya banggakan dalam hidup.
ADVERTISEMENT
Namun, saya merasa "punya" Arsenal. Tim yang sudah menemani perjalanan hidup saya sejak SD hingga hampir menyentuh usia kepala tiga sekarang. Seumur-umur jadi penggemarnya, saya hanya pernah menjadi saksi layar kaca The Gunners mengangkat trofi FA Cup dan Community Shield, sedangkan momen juara Premier League cuma bisa saya lihat flashback di media sosial.
Saya bukannya enggak bersyukur. Saya selalu memandang FA Cup sebagai turnamen bergengsi karena merupakan kompetisi sepak bola tertua yang masih ada sampai sekarang. Alhamdulillah, Arsenal masih menjadi pemegang titel terbanyak FA Cup sampai sekarang.
Pemain Arsenal merayakan gelar juara Piala FA di Stadion Wembley, London, Inggris. Foto: Catherine Ivill/REUTERS
Namun, Premier League ini beda, bos. Rasanya, ada kebanggaan lebih kalau bisa juara liga. Makanya ketika peluang juara itu tampak terbuka lebar, saya merasa, "Arsenal harus juara sekarang, mau kemudian juara lagi 10 tahun kemudian, gimana entar, bodo amat,". Stres.
ADVERTISEMENT
Makanya, ketika Arsenal gagal menang di sejumlah laga Premier League musim ini, saya pasti menjadi uring-uringan. Puncaknya kemarin, Minggu (17/4), untuk kali pertama dalam hidup, saya menangis sehabis menonton Arsenal. Iya, laga yang sempat Arsenal unggul 2-0 terus akhirnya ditahan 2-2 sama West Ham itu.
Saya sadar bahwa peluang juara sudah semakin tipis, City sudah mendekat, mungkin mereka yang juara. Hilanglah sudah asa meraih kebanggaan dalam hidup.
Maka dari situlah, saya hendak meminta maaf. Sebab, logikanya, tidak sepatutnya saya menuntut kebanggaan untuk diri saya dari hasil keringat orang lain.
Sekarang, Arsenal masih di puncak klasemen dengan 74 poin dari 31 kali main. City ada di urutan kedua dengan 70 poin dari 30 kali main.
ADVERTISEMENT
Jadi, yang bisa menentukan bisa juara apa enggak, ya, Arsenal sendiri. Bukayo Saka dan kolega harus berjuang terus menang di laga sisa, termasuk pas nanti jumpa City di Etihad. Sulit bergantung pada tim lain karena Erling Haaland cs kadung perkasa 'melindas' siapa pun yang mengadang mereka.
Dari sini, saya pun menyadari, kalau mau mencari kebanggaan, enggak bisa terus bergantung ke orang lain. Itu adalah hal yang harus saya usahakan sendiri. Semoga saya dan Arsenal beruntung menemukan pride yang masing-masing kami cari dalam hidup ini sampai titik akhir. Until the very end.