‘Peluit Panjang’ di Kolaborasi kumparan

Katondio B Wedya
Jurnalis kumparan
Konten dari Pengguna
29 September 2019 8:00 WIB
comment
18
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Katondio B Wedya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kolaborasi kumparan pada suatu waktu.
zoom-in-whitePerbesar
Kolaborasi kumparan pada suatu waktu.
ADVERTISEMENT
Rabu, 1 Agustus 2018. Itu adalah kali pertama gua menginjakkan kaki di kantor kumparan di daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
ADVERTISEMENT
Tujuannya wawancara kerja. Perasaan gua deg-degan. Asli, enggak bohong. Ya, mau bagaimana lagi? Mungkin karena kumparan adalah perusahaan media idaman gua.
Nah, akibat kurang santuy, gua merasa wawancara hari itu--dengan Mas Habibi (Kepala Peliputan kumparan) selaku pewawancaranya--tidak berjalan sesuai ekspektasi. Benar-benar nge-blank. Tegang. Padahal, Mas Habibi santai aja gitu, enggak ada pressure dari dia juga.
Bahkan konyolnya, saking nervous-nya, nih, ada kalanya gua menjawab pertanyaan Mas Habibi sambil garuk pantat. Asli. Goblok banget.
Kalau lu-lu pada baca ‘tips wawancara kerja’ di situs atau buku mana pun, lu pasti menemukan tips bahwa mulai dari posisi duduk aja itu sudah harus diperhatikan, tegak dan meyakinkan, serta menjawab pertanyaan pewawancara pun harus lugas. Lha ini, sudah jawab pertanyaan pakai acara diawali dengan “ham-hem-ham-hem”, posisi duduk enggak bener, garuk pantat pula!
ADVERTISEMENT
Ditambah lagi, gua enggak pede gara-gara enggak sempat ganti baju. Jadi, hari itu, paginya gua sempat kerja dulu seperti biasa, lalu izin masuk setengah hari, dan cuss langsung ke kumparan. Alhasil, gua wawancara buat masuk kerja di kumparan itu masih pakai seragam bank tempat gua kerja.
‘Kan aneh, ya, yang ada orang-orang ngeliat gua mungkin mikir, “ini sales perbankan ngapain? Mau nawarin kartu kredit?”
Sudah disiasati pakai jaket, sih, tapi tetap not my best outfit dan jadinya berpengaruh ke kepercayaan diri. Singkat cerita, pas wawancara selesai, Mas Habibi mukanya datar. Excited kagak, kecewa juga tidak.
“Lu tunggu seminggu lagi, nanti kita kabari,” katanya. Gua merasa ini bukan pertanda baik.
ADVERTISEMENT
Namun, gua yang akhir-akhir itu sering mendengar ceramah Ustaz Yusuf Mansur (UYM) di YouTube mendapat sebuah pemikiran: Kalau gua mau sesuatu, gua harus salat di tempat sesuatu itu berada. Itu bukan quote UYM, tetapi itu yang bisa gua simpulkan sendiri dari salah satu ceramahnya.
Karena gua pengin kerja di kumparan, ya sudah, gua salatlah di musala kantornya. Oh iya, karena gua merasa ibadah apa pun itu harus lillahita’ala, jadi gua coba meluruskan niat bahwa salat gua itu niatnya, ya, karena Allah SWT, karena itu perintah-Nya, dengan tujuan mencari rida-Nya, bukan karena mau kerja di kumparan. Setelah salat, barulah berdoa.
Kelar salat, gua keluar menuju pos satpam untuk ambil KTP yang gua titipkan di sana. Di dekat pos satpam itu, gua melihat sosok pria berkepala plontos, dengan outfit kemeja biru muda, celana putih, dan sepatu putih, sedang merokok sambil bengong. Tapi gua bodo amatlah, enggak kenal.
ADVERTISEMENT
Di pos satpam, ada orang lain yang juga habis wawancara. Jadi, habis ambil KTP, gua mengobrol sebentar sama dia. Pas mau udahan, balik badan, ketemu sama karyawan kumparan, Mbak Nadila--pernah kerja sama dengan dia sebelumnya, untuk suatu proyek tulisan di kumparan.
“Mbak Nadila! Wah, ini aku di kumparan habis wawancara, nih,” sapa gua sambil melambaikan tangan.
“Eh Katon, apa kabar?” sapa dia balik.
Gua belum sempat jawab, tahu-tahu dia menyapa orang berkepala plontos yang lagi merokok itu, “Mas Gaga, ini kenalin, Katondio”.
Sekonyong-konyong, orang berkepala plontos itu bangkit dari duduknya dan berkata, “OH! Ini Katondio!?” katanya sambil menjulurkan tangan mengajak salaman.
Gua sambut, sih, ajakan bersalaman itu tapi gua bingung. Dalam hati, “Ini orang siapa? SKSD amat”.
ADVERTISEMENT
“Gua Rizki Gaga”. Saat itu gua baru ngeh. Di proyek yang gua kerja sama dengan Mbak Nadila itu, ada dia juga di grup WhatsApp-nya. Tapi baru pada momen itulah gua berkesempatan bertatap muka untuk pertama kalinya dengan pria bernama asli Muhamad Rizki itu.
Oooo…. gini muke lu!” gumam gua dalam hati.
Gua bilang ke dia bahwa gua habis kelar wawancara kerja. Saat itu juga, dia langsung nawarin gua kerja di divisi yang dipimpinnya: Kolaborasi kumparan.
Sebab, katanya dia akan segera ditinggal oleh dua anak buahnya yang mau resign, jadi butuh orang baru. Ya, Mas Gaga--sapaan akrabnya--menjabat sebagai Redaktur Kolaborasi kumparan.
Bahkan, di kemudian hari, gua tahu bahwa dia adalah salah satu redaktur senior di kumparan. One of the best, one of the most famous.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya, Mas Gaga juga harus tetap bersabar karena gua baru bisa resign dari bank pas kontrak gua habis pada November. Namun, ya, itu tadi, Mas Gaga mau sabar menanti hingga akhirnya, atas izin Allah SWT, gua benar-benar jadi bagian dari Kolaborasi kumparan per 5 November 2018.
***
Momen selfie pertama bareng kru Kolaborasi.
Gua banyak dapat ilmu selama bekerja di Kolaborasi kumparan, baik itu dari Mas Gaga langsung maupun dari hasil diskusi dengan teman-teman sedivisi. Pada intinya, kerjaan gua di Kolaborasi kumparan adalah mengedit berita atau stori dari user agar tulisannya lebih rapi, lebih mudah dimengerti, lebih enak dibaca, dan bisa lebih menonjolkan sisi menarik dari tulisan itu, tanpa mengubah konteksnya.
Satu hal yang selalu ditekankan Mas Gaga kepada kami semua saat mengedit adalah “jangan bertele-tele”. Jadi, sampaikan saja segala sesuatunya di dalam berita itu secara singkat, padat, dan jelas, serta lugas. Enggak perlu muter-muter cara penulisannya. To the point.
ADVERTISEMENT
Gua yakin, andai Mas Gaga pelatih sepak bola, dia pasti kontra dengan filosofi Pep Guardiola. Sebab, Pep kerap meminta anak asuhnya membuat banyak operan terlebih dulu untuk mencapai kotak penalti lawan, lalu mengubah peluang jadi gol. Tak pelak, tim yang dilatih Pep kerap unggul jumlah operan dan penguasaan bola.
Mendengarkan instruksi dari 'coach' Rizki Gaga.
Kalau ibarat pelatih sepak bola, Mas Gaga mungkin maunya simpel saja. Enggak perlu banyak operan untuk menghasilkan gol. Ada celah sedikit, langsung jadikan peluang. Namun, layaknya serangan balik, semua harus dieksekusi dengan cepat dan nircacat.
Terkait nircacat dalam konteks penulisan, maksudnya jelas: Typo itu haram. Bahkan, penempatan tanda baca dan penggunaan huruf kapital juga tak boleh salah kalau sama Mas Gaga.
ADVERTISEMENT
Judul juga harus bagus. Sebab, itu bisa menjadi ‘umpan kunci’ agar sebuah tulisan akhirnya diklik pembaca (gol). Namun harus elegan, tak boleh serampangan.
Selain itu, gua belajar bagaimana mengasah kepekaan gua terhadap suatu berita atau stori. Sebab, banyak tulisan yang masuk setiap harinya, dan kita harus peka, mana nih yang bagus buat diedit dan push.
Laiknya seorang pesepak bola memanfaatkan peluang di lapangan, peluang sekecil apa pun, kalau jeli memanfaatkanya bisa berubah menjadi gol. Begitu juga berita atau stori, kalau kita jeli bisa menangkap sisi menariknya, maka bisa jadi berita itu akan dibaca banyak orang, di mana itu adalah ‘gol’ yang diinginkan pewarta.
Akan tetapi, bukan berarti menghalalkan segala cara. Ada kaidah-kaidah jurnalistik yang tak boleh ditabrak. Laiknya insan sepak bola mematuhi rules of the game.
ADVERTISEMENT
Nah, di Kolaborasi kumparan enggak cuma ada Mas Gaga. Ada juga Mbak Dhini selaku Head of Collaboration--atasan kami sekaligus atasan Mas Gaga. Gua takut betul waktu tatap muka dengan dia pertama kali. Entah waktu itu dia lagi bete atau kenapa, sebab tatapan pertamanya ke gua itu tajam dan menyeramkan.
Namun ternyata, orangnya baik banget dan berhati mulia, hehehe. Mbak Dhini tipe orang yang punya kepekaan tinggi terhadap kesusahan orang lain. Bawaannya tergerak ingin membantu. Untuk hal ini gua harus banyak belajar.
Mbak Dhini kini ditopang oleh ‘Tiga Srikandi’ yang amat gesit kala mengemban misi berbakti untuk NKRI. Mereka adalah Denia Oktaviani, Audrey ‘Sabariah’ Marianne, dan Anggita Aprilyani yang tergabung dalam Tim Akuisisi.
ADVERTISEMENT
Kalau gua, tergabungnya ke dalam Tim Timeline--dulu Anggita sempat jadi bagian dari tim ini. Kedua tim ini adalah bagian dari Divisi Kolaborasi kumparan.
Namun per 30 September 2019, gua harus berpisah dengan skuad asuhan Rizki Gaga ini. Masih di kumparan, hanya sudah beda job desk dan beda atasan. Ada tanggung jawab baru yang harus diemban, ada tantangan baru yang harus dihadapi.
Formasi terakhir Tim Timeline sebelum akhirnya gua meninggalkan Amil Road adalah gua, Tiara Hasna ‘Yayo’ Rachman, Selli Nisrina ‘Queen’ Faradila, Bagas Putra Riyadhana, Nurla-Ela, Elmalisa ‘Emong’ Bancin, Lolita Valda Claudia, Marissa Krestianti, Nadira, dan Ainul ‘Owi’ Qalbi.
Sebelumnya, ada juga rekan-rekan eks Kolaborasi kumparan yang sudah lebih dulu dipindah ke divisi lain. Sebut saja Muhammad ‘Ajo’ Darisman, Habib Allbi Ferdian alias Ben Virga, Nadila ‘Adel’ Eldia, dan Dian ‘Senja’ Rosalina. Dan beberapa orang yang tak bersama kami lagi di kumparan: Wandha, Rama, Mirna, Selma, Tyhan.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya ada lagi yang namanya Chairunissa ‘Cia’ Diya Silmi. Dia tadinya Sekretaris Kolaborasi kumparan. Sekarang, entah gua enggak ngerti apa jabatannya.
Hidup itu laiknya sepak bola. Banyak pesepak bola yang kerap bergonta-ganti klub. Waktu perpisahan mereka dengan klub yang dibelanya ditandai oleh peluit panjang tanda berakhirnya laga terakhir mereka bersama klub itu. Lalu berganti seragam, memulai sepak mula bersama klub baru.
Dan kini adalah waktunya ‘peluit panjang’ bagi gua di Kolaborasi kumparan serta ‘sepak mula’ di divisi baru. Adios.
Foto heboh kru Kolaborasi. Momen apa, ya?
Momen pertama kali dalam hidup saya makan all you can eat adalah bareng kawan-kawan Kolaborasi.
Nonton bareng The Avengers Endgame sekantor. Beberapa personel Kolaborasi berfoto di salah satu sudut bioskop. Apa kami terlihat seperti anak band?
Bukber 2019. Apakah kami terlihat seperti anak panti?
Tetap bekerja di Hari Raya Idul Fitri. Demi bakti kami kepada NKRI dan dalam rangka mencari rida Ilahi.
Melepas Wandha (paling tengah, yang ditunjuk), salah satu talenta terbaik yang pernah dipunyai divisi ini.
Melepas Rama (kiri kedua-bawah), anak magang yang perilakunya bisa mengingatkan kita kepada akhirat.
Momen melepas Mirna, anak magang kesayangan kita semua.
Perjamuan terakhir bareng kru Kolaborasi.