Konten dari Pengguna

Pertambangan dalam Pertimbangan Islam: Bolehkah Public Goods Dikelola Swasta?

Depid Ismail
Praktisi dan Konsultan Bisnis Syariah - Dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
19 Juni 2024 8:12 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Depid Ismail tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi tambang batu bara. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tambang batu bara. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3 menerangkan bahwa “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
ADVERTISEMENT
Uraian di atas memberikan gambaran bahwa kekayaan alam merupakan public goods yang tentunya harus dipergunakan hanya untuk public services, yaitu memenuhi berbagai kebutuhan primer seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.
Dengan kata lain bahwa UUD 1945 tidak membenarkan public goods menjadi private goods yaitu dimiliki dan dikuasai oleh personal atau swasta, apalagi hasilnya dipakai untuk kepentingan private services yang menjadikan kenikmatan dan kesejahteraan hanya diperuntukkan bagi personal atau swasta.
Dalam pandangan Islam mengelola sumberdaya daya alam yang termasuk di dalamnya yaitu pertambangan, benar-benar harus dipertimbangkan sedemikian rupa. Karena selain membutuhkan knowledge, skill, dan teknologi yang mumpuni, pengelolaan sebuah pertambangan besar merupakan kewajiban negara sebagai bukti pelayanan kepada masyarakat sebagai pemilik public goods.
ADVERTISEMENT
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam menyampaikan dalam sebuah hadits,
اَلْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلاَثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلإِ وَالنَّارِ وَثَمنَهُ حَرَامٌ
"Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput dan api; dan harganya adalah haram." (HR. Ibnu Majah)
Hadits di atas memberikan gambaran bahwa dalam kehidupan kaum muslimin (dalam riwayat lain menggunakan lafadz "annaas" yang artinya manusia) ada yang dinamakan dengan public goods, yaitu sumber daya alam atau kekayaan dari alam yang merupakan milkiyah ammah (milik umum) dan dipergunakan untuk public services secara cuma-cuma (wa tsamanahu haramun).
Dalam hadits lain menerangkan bagaimana Rasulullah shalallahu alaihi wasallam tetap menjaga dan memelihara sebuah pertambangan agar tidak dimiliki, dikelola, dan dimanfaatkan hasilnya oleh personal ataupun swasta.
ADVERTISEMENT
عَنْ أَبْيَضَ بْنِ حَمَّالٍ أَنَّهُ وَفَدَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَاسْتَقْطَعَهُ الْمِلْحَ فَقَطَعَ لَهُ فَلَمَّا أَنْ وَلَّى قَالَ رَجُلٌ مِنَ الْمَجْلِسِ أَتَدْرِى مَا قَطَعْتَ لَهُ إِنَّمَا قَطَعْتَ لَهُ الْمَاءَ الْعِدَّ. قَالَ فَانْتَزَعَهُ مِنْهُ.
Dari Abyad bin Hammal, ia mendatangi Rasulullah ﷺ dan meminta beliau ﷺ agar memberikan tambang garam kepadanya. Nabi ﷺ pun memberikan tambang itu kepadanya. Ketika Abyad bin Hamal ra. telah pergi, ada seorang lelaki yang ada di majelis itu berkata, “Tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepadanya? Sesungguhnya, Anda telah memberikan kepadanya sesuatu yang seperti air mengalir (al-maa’ al-‘idd).” Ibnu al-Mutawakkil berkata, “Lalu Rasulullah ﷺ mencabut kembali pemberian tambang garam itu darinya (Abyad bin Hammal).” (HR Abu Dawud dan At-Timidzi)
ADVERTISEMENT
Jadi perlu dipertimbangkan jika pihak swasta diberi hak untuk mengelola public goods seperti pertambangan, baik dalam bentuk privatiasi dengan menjual saham perusahaannya ataupun memberikan hak pengelolaannya. Akhirnya menyebabkan perubahan status dari public goods menjadi private goods, yang tentu hasilnya pun tidak akan sampai kepada masyarakat dalam bentuk public services.
Inilah pertimbangan Islam sebagai bukti kehebatan Islam dalam mendistribusikan kekayaan dan kesejahteraan, sekaligus menjadi salah satu perbedaan antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi kapitalis yang terus memperlebar jarak antara si kaya dan si miskin. Yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin, karena public goods telah dirampok oleh segelintir para pemilik modal.
Menempatkan pertambangan sebagai milkiyah ammah menjadi gambaran bahwa apabila sistem ekonomi Islam diterapkan akan mewujudkan pemerataan kekayaan dalam kehidupan manusia, sebagai wujud Islam yang rahmatan lil 'alamin.
ADVERTISEMENT