Bioskop Bisik, Karena Film Adalah untuk Semua

kawula muda
Lika-liku dunia anak muda
Konten dari Pengguna
24 April 2017 10:12 WIB
comment
35
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari kawula muda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Relawan dan Penonton Bioskop Bisik (Foto: Dok. Bioskop Bisik)
Menonton film adalah pemanjaan indera penglihatan dan pendengaran yang membahagiakan. Apalagi, kamu bisa memanjakan jiwa, raga, hati, dan intelektual. Ekspresi audiovisual yang dikemas dengan teknik yang memukau dan diproduksi melalui narasi apik yang menggugah perasaan adalah salah satu alasan mengapa film adalah harta karun terindah yang pernah ada di dunia.
ADVERTISEMENT
Namun, apakah semua orang yang berindera memiliki hak istimewa yang sama dalam menikmati gambar bergerak yang satu ini? Tidak. Mereka yang terlahir berkebutuhan khusus maupun berketerbatasan fisik, misalnya kaum tunanetra, tak dapat meresapi suguhan audiovisual dengan sempurna.
Lantas, bagaimana caranya tampilan visual yang disuguhkan itu dapat ditangkap dan dinikmati oleh kaum tunanetra sebagai hiburan? Apakah cukup bagi mereka hanya mendengar audio tanpa menyaksikan visualisasi film?
Well, selama film adalah sumber hiburan luhur yang universal dan menyasar semua orang tanpa terkecuali, dengan bangga saya berani bilang bahwa keterbatasan indera tak akan mampu menghalangi siapa pun untuk menikmati karya seni, termasuk film.
Sebab film diciptakan untuk semua jenis manusia tanpa terkecuali.
Bagaimana caranya membuat film menjadi hiburan yang dapat dinikmati oleh seorang tunanetra? Jawabannya: Bioskop Bisik!
ADVERTISEMENT
Logo Bioskop Bisik (Foto: Twitter Bioskop Bisik)
Apa itu Bioskop Bisik?
Bioskop Bisik adalah kegiatan sosial yang melibatkan para tunatera untuk menonton film. Di sisi lain, hadir para relawan yang akan mendampingi mereka menikmati jalannya film, yaitu dengan cara membisikkan detil visualisasi yang terdapat di setiap adegan. Since they can listen to voices, para relawan hanya perlu membisikkan deskripsi beberapa mise-en-scene film, seperti jenis kostum yang dipakai, warna kostum, detil latar (tempat dan waktu), ekspresi tokoh, gerakan tokoh, dan sebagainya.
Adalah Cici Suciati, salah satu penggerak kegiatan Bioskop Bisik yang sudah lebih dari 20 kali menggelar kegiatan serupa ini. Ia telah menggiati Bioskop Bisik sejak dua tahun lalu dengan merekrut orang-orang dengan visi yang sama untuk membantu para penyandang disabilitas menikmati film di bioskop.
ADVERTISEMENT
"Kita menyebut Bioskop Bisik ini sebagai acara nonton yang melibatkan satu tunanetra dan satu relawan bisik yang bertugas membisikkan deskripsi adegan film pada tunanetra. Kita bantu tunanetra menikmati film dan mengapresiasi film dengan lebih baik," ujar Cici.
Relawan dan penonton bioskop bisik (Foto: Dok. Bioskop Bisik)
Untuk menjadi relawan, hal yang diperlukan adalah mendaftar kepada tim Bioskop Bisik --yang dikelola oleh Cici bersama rekan-rekan dari digital agency-nya yang bernama Think.Web--. Kemudian, tim Bioskop Bisik akan mengacak nama-nama yang berkesempatan untuk menjadi relawan. Dikarenakan kuota terbatas dan jumlah para pendaftar melebihinya, relawan yang belum terseleksi akan mendapat peluang pada aktivitas Bioskop Bisik berikutnya.
And here I was that day.. Terpilih menjadi salah satu relawan. Senangnya enggak karuan! Yeaaaaay!!!
ADVERTISEMENT
Poster Kapan Kawin di Bioskop Bisik (Foto: Twitter Bioskop Bisik)
Saya masih ingat kala itu. Minggu, 26 Juni 2016 di Paviliun 28, Petogogan, Jakarta Selatan, dengan film yang diputar saat itu berjudul ‘Kapan Kawin', besutan Ody C. Harahap. Saya datang tepat pukul 15:00 WIB. Ketika masuk, saya disambut oleh Cici yang mempersilakan saya untuk duduk. Tak lama, Cici memperkenalkan saya dengan seorang tunanetra bernama William yang berusia 23 tahun, lebih tua setahun dari saya.
Untuk mencairkan kecanggungan antara pembisik dan penonton, kami diberi waktu untuk berkenalan lebih dekat dan ngobrol singkat selama setengah jam sebelum film diputar. Saya dan William berbincang seputar tempat tinggal, makanan kesukaan, musik, dan selebriti idola (anyway, he loves Beyonce’s voice, idolized her ‘Listen’ song and I told him how bootylicious she was. Tee-hee!).
ADVERTISEMENT
Akhirnya, film segera dimulai. Para pembisik memegang pundak atau tangan penonton agar mereka tak terpisah dan dapat duduk berdampingan di dalam ruang sinema.
“Duh, semoga bisa ya,” kata William saat film akan diputar.
“Kamu baru pertama kali emangnya?” tanya saya.
“Iya, ini baru pertama kali.”
“Sama, saya juga. Yaudah, kita coba bareng-bareng ya. Nanti aku deskripsiin dengan jelas dan singkat ya Insya Allah," jawab saya.
Setelah Cici menjelaskan teknis pembisikan kepada penonton, film dimulai.
Dan… Segala kekhawatiran akan ketidakmampuan men-deliver film kepada para penonton hilang sudah!
Semua berjalan asyik tanpa hambatan. William pun sangat suportif dan responsif, sehingga jika ia merasa belum dapat gambaran adegan yang cukup jelas, ia akan lekas bertanya dan meminta saya untuk menambahkan detil adegan.
ADVERTISEMENT
Misalnya, salah satu adegan ‘Kapan Kawin’ menampilkan adegan tokoh utama wanita (diperankan oleh Adinia Wirasti) sedang menyaksikan tokoh utama lelaki (diperankan oleh Reza Rahadian) yang sedang menampilkan aksi teatrikal di tempat umum. Ketika dirasa kurang dimengerti, William langsung bertanya,
“Aksi teater itu kayak gimana?”
“Itu, dia jadi berakting di tempat umum, pakai topeng. Ditonton oleh orang-orang.”
“Tapi kok ngomong sendiri?”
“Oh iya, dia akting sendirian. Namanya monolog, jadi monolog itu si aktornya ngomong sendiri, sambil pakai gerakkan juga. Kayak main drama sendirian. Terus ditonton orang-orang.”
“Oooohhh……” respon William.
Pemilihan film ‘Kapan Kawin’ memang sungguh tepat! Pertama, tiap dialog disajikan begitu ringan tanpa diksi-diksi yang berat atau yang butuh nalar lebih dalam. Alur ceritanya pun mengalir dengan smooth tanpa kompleksitas berarti, dengan mengangkat masalah percintaan yang relatable dengan kehidupan manusia sehari-hari. Dibumbui dengan adegan yang konyol, saya dan William dapat menikmati film dengan hati riang. William pun kadang tertawa ketika mendengar dialog yang menggelitik beserta dengan mimik dan gerak-gerik aktor yang mendukung kelakar scene per scene.
ADVERTISEMENT
“Lucu ya si Satrio.”
“Dindanya kenapa jutek banget ya?
“Itu ayahnya Dinda pura-pura ya sakit ya?
“Wah, si Satrio ketahuan ngeboong ya akhirnya? Gawat dong!”
William menangkap atmosfir tiap adegan dengan luar biasa! (Siapa dulu dong pembisiknya….)
Keseruan Bioskop Bisik (Foto: Twitter Bioskop Bisik)
Film pun berakhir dengan helaan nafas kepuasan penonton. Bahkan, saya yang fokus bertugas sebagai pembisik pun tetap dapat menikmati filmnya. William tetap tersenyum simpul kala film usai. Kami tak sadar ternyata di luar hujan turun. Cuaca dingin di ruangan pun tak kami pedulikan sebab kehangatan antara relawan pembisik dan penonton begitu lembut terjalin, bagaikan kami telah kenal satu sama lain sebelumnya.
Kegiatan Bioskop Bisik ditutup dengan sepatah-dua patah kata dari Cici. Ia mengucapkan terima kasih atas partisipasi kami para relawan dan mengajak baik relawan maupun tunanetra untuk kembali hadir di kegiatan selanjutnya.
ADVERTISEMENT
William pun mengucapkan terima kasih dan meminta saya untuk menjabat tangannya. Supaya lebih cair dan bersahabat, saya mengajaknya tos dibanding jabat tangan
“Selow, Men! Ntar kita ketemu lagi ya!”
Sayangnya, saya belum lagi mendapatkan kesempatan emas untuk berpartisipasi dalam Bioskop Bisik berikutnya. Terakhir saya buka twitter resminya, kegiatan ini terakhir dilakukan pada 11 September 2016. Namun, ketika saya iseng melacak di Instagram lebih jauh lagi, saya melihat Anggy Umbara mem-posting foto ini 8 minggu lalu di akun Instagram-nya:
Waduh.. Saya ketinggalan info berarti!
Mbak Cici, kumohon bikin lagi Bioskop Bisik pada bulan April atau Mei ini. Saya enggak sabar pengen coba lagi!
Bagaimana, Kawula Muda? Penasaran menjadi relawan Bioskop Bisik? Atau, sudah pernah ada yang berpartisipasi di kegiatan ini atau yang serupa?
ADVERTISEMENT
Semoga kegiatan semacam ini terus bergulir hingga waktu mendatang secara sustainable, untuk membuktikan bahwa manusia dengan segala kekurangannya pun akan tetap bisa menikmati keindahan dan keajaiban film. Keterbatasan indera hanya penghalang kecil bagi William dan teman-temannya untuk berbahagia.
Film untuk semua!