Konten dari Pengguna

Kenaikan Cukai Rokok Elektrik: Prioritas untuk Kesehatan atau Pendapatan Negara?

Kayla Anindya Tiandoko
Mahasiswa Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia
18 November 2024 12:23 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kayla Anindya Tiandoko tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Rokok Elektrik. (Sumber: https://www.pexels.com/photo/steel-details-3727687/)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Rokok Elektrik. (Sumber: https://www.pexels.com/photo/steel-details-3727687/)
ADVERTISEMENT
Penulis: Kayla Anindya Tiandoko dan Anisa Selly Nugrahini, Mahasiswi Departemen Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pemerintah Indonesia, melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 192/PMK.010/2022, menetapkan kebijakan baru mengenai tarif cukai rokok elektrik untuk tahun 2024. Tarif yang ditetapkan adalah Rp 3.074 per gram untuk Rokok Elektrik Padat, Rp636 per mililiter untuk Rokok Elektrik Cair Sistem Terbuka, dan Rp6.776 per mililiter untuk Rokok Elektrik Sistem Tertutup.
Tujuan Kebijakan Cukai Hasil Tembakau (CHT)
Kebijakan Cukai Hasil Tembakau (CHT) di Indonesia diatur berdasarkan empat pilar utama, yakni kesehatan dalam hal pengendalian konsumsi, peningkatan penerimaan negara, keberlangsungan tenaga kerja, dan pengendalian produk ilegal. Namun, secara prinsip, kebijakan cukai ini seharusnya lebih menekankan pada fungsi regulerend. Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:29), fungsi regulerend pajak adalah pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur dan melaksanakan kebijakan pemerintah di bidang sosial maupun ekonomi. Dalam hal kenaikan cukai rokok elektrik, pemerintah berharap cukai dapat mengendalikan konsumsi dan daya beli terhadap rokok elektrik sehingga akan mengurangi eksternalitas negatif bagi kesehatan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Realisasi Penerimaan Cukai Rokok Elektrik di Indonesia
Dalam pelaksanaannya, peningkatan pendapatan negara dari cukai tampak dominan. Mengutip siaran pers Kementerian Keuangan, penerimaan cukai rokok elektrik pada tahun 2023 sebesar Rp1,75 triliun. Tercatat sampai Agustus 2024, penerimaan dari cukai rokok elektrik mencapai Rp1,65 triliun yang memberikan kontribusi signifikan bagi pendapatan negara. Meskipun sebagian dana tersebut dialokasikan untuk program kesehatan, apakah fungsi pengendalian konsumsi untuk kesehatan masyarakat benar-benar menjadi prioritas utama dalam kebijakan ini atau hanya sebagai salah satu alasan pendukung.
Cukai Rokok Elektrik sebagai Pengendalian Konsumsi
Pengenaan cukai ditujukan sebagai upaya pengendalian konsumsi sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Cukai. Kebijakan tersebut juga merupakan bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui penurunan prevalensi merokok, khususnya usia 10-18 tahun yang ditargetkan menjadi 8,7 persen di tahun 2024.
ADVERTISEMENT
Realita Kenaikan Cukai Rokok Elektrik
Realita yang ada akibat dari adanya kenaikan cukai rokok elektrik ini menunjukkan bahwa masyarakat masih banyak yang mengonsumsi rokok elektrik. Data Global Adult Tobacco Survey pada tahun 2024 menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan, yaitu 10 kali penggunaan rokok elektronik dari 0,3 persen menjadi 3,0 persen. Hal ini semakin menguatkan bahwa konsumsi rokok elektrik di Indonesia pada tahun 2024 masih tinggi meskipun cukai rokok elektrik sudah dinaikkan. Padahal tujuan dari diterapkannya cukai, yaitu untuk mengendalikan tingkat konsumsi suatu barang yang dinilai mempunyai dampak negatif seperti rokok elektrik.
Perlu diketahui bahwa rokok merupakan jenis barang yang termasuk barang bersifat Inelastis. Menurut para ahli, pengertian barang inelastis, yaitu barang yang jumlah permintaannya tidak dipengaruhi oleh kenaikan atau penurunan harga. Jadi, berapa pun kenaikan cukai rokok elektrik tidak memengaruhi jumlah konsumsi rokok elektrik. Hal ini didukung juga dengan kandungan nikotin pada rokok elektrik. Menurut kutipan yang ditulis oleh dr. Airindya Bella, menyatakan bahwa rokok elektrik memiliki kandungan nikotin yang menyebabkan efek kecanduan, ketika pengguna berhenti, maka hal ini memicu stress, mudah marah, dan sulit konsentrasi pada diri pengguna.
ADVERTISEMENT
Pada dasarnya, pengenaan cukai pada rokok elektrik bertujuan untuk mengendalikan konsumsi rokok elektrik di Indonesia, berdasarkan pendapat para ahli menyatakan bahwa rokok elektrik menyebabkan beberapa gangguan pada kesehatan manusia. Ketika terdapat peningkatan tarif cukai rokok elektrik, harapan pemerintah adalah menekan prevalensi penggunaan rokok elektrik meskipun realita menunjukkan konsumsi tetap tinggi. Perlu diketahui juga bahwa pengenaan cukai pada rokok elektrik menyumbang pendapatan negara yang sangat besar. Dengan demikian, kebijakan ini tampak lebih condong menjadi sumber pendapatan ketimbang menjadi alat efektif untuk pengendalian konsumsi, meskipun dikemas dalam kerangka kesehatan publik.