Slum Tourism: Exploitasi atau Pensejahteraan?

kayla diandra
Mahasiswa S1 Pariwisata Universitas Gadjah Mada
Konten dari Pengguna
17 Desember 2023 8:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari kayla diandra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Wilayah Kumuh. Foto: unsplash.com/@opeleye
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Wilayah Kumuh. Foto: unsplash.com/@opeleye

Wisata mempunyai berbagai jenis, muncul dari keinginan wisatawan sendiri yang berjalan-jalan dengan minat dan tujuan yang berbeda.

ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Diantara jenis-jenis wisata alam dan wisata bahari, menyusuri lebih dalam ke wisata museum dan melewati celah-celah wisata vulkanik, terdapat slum tourism. Kontroversial dan membingungkan, slum tourism sedang berkembang pesat di dunia modern ini dengan tingkat kemiskinan yang meningkat di setiap tahunnya.
ADVERTISEMENT
Didefinisikan sebagai aktivitas berwisata ke daerah atau wilayah-wilayah kumuh di sebuah kota, umumnya metropolis besar di negara berkembang, slum tourism atau wisata kumuh ini mempunyai posisi yang abu-abu di industri pariwisata secara resmi. Dengan banyak pertanyaan yang dilontarkan tentang moralitas dan etis dari ‘bisnis’ in, dan dari mana hasrat untuk menjadikan sebuah status ekonomi yang secara aktif merenggut kesempatan dan hak-hak kehidupan dari masyarakat menjadi sebuah hiburan semata.
Ilustrasi tempat yang biasa dijadikan situs slum tourism. Foto: unsplash.com/@wegenerb

Siapa yang ingin mengalami kemiskinan?

Mayoritas pelanggan untuk slum tourism adalah masyarakat kalangan atas, dengan waktu luang mereka yang mereka dapatkan karena perusahaan warisan keluarga mereka sedang stabil, atau pekerjaan pemerintahan mereka sedang mengambil cuti berbayar. Orang-orang yang tidak pernah dipaksa memilih antara transportasi atau makan hari ini, tidak pernah merasakan pegal di pundak mereka setelah seharian menekuni pekerjaan manual di pabrik yang tidak pernah memberikan gaji yang cukup. Kemiskinan, di mata mereka, adalah suatu pengalaman baru, suatu tanda kegigihan di biografi orang-orang hebat yang lahir di posisi rendah dan merangkak demi mencapai tumpuan mereka. Memang, semua pengalaman yang asing bisa dijadikan produk di mata kapitalisme.
ADVERTISEMENT
Beberapa aktivitas yang termasuk dalam wisata kumuh adalah voluntourism, yang merupakan gabungan dari wisata dan aksi relawan; wisata amal, serta wisata budaya dan wisata sejarah. Tidak bisa dipungkiri bahwa jenis slum tourism yang ditawarkan ke konsumen dibalut dengan sentimen relawan atau ‘membantu masyarakat yang kurang mampu’, menargetkan sisi empatis dari konsumen. Di bawah lapisan humanis tersebut, masih terdapat ketidakkeseimbangan kekuatan antara kedua belah pihak, dimana kita tidak akan pernah bisa yakin apakah wisatawan yang menjalankan voluntourism ini benar-benar menganggap masyarakat tidak mampu yang mereka bantu sebagai manusia yang sejajar dengan mereka atau tidak. Kekayaan, apalagi kekayaan yang didapat tanpa mengangkat tangan sekalipun, mempunyai dampak yang luar biasa terhadap mentalitas dan perilaku manusia.
ADVERTISEMENT

Antara profit dan kemanusiaan

Eksploitasi menjadi salah satu hal yang dikhawatirkan dari slum tourism, dengan pemanfaatan masyarakat kurang mampu dan bagaimana mereka menjalankan kehidupannya sebagai atraksi utama, slum tourism mengubah status dari masyarakat tersebut menjadi obyek wisata. Metafora ‘kebun binatang’ sering muncul untuk mendeskripsikan fenomena ini. Wisatawan yang datang pun, dengan pemikiran dan stereotip mereka tentang daerah kumuh, akan keluar dari tour slum tourism dengan perspektif yang berbeda. Jika mereka tidak memutar balikkan ideologi mereka, maka mereka memperkuatnya. Kedua hal tersebut mempunyai pro dan kontranya sendiri.
Ilustrasi Wisatawan. Foto: unsplash.com/@airguitarbandit
Di satu sisi, pariwisata membawa dampak signifikan kepada daerah-daerah kumuh, khususnya di sisi ekonomik, dimana kehadiran wisatawan bisa membantu melariskan UMKM masyarakat lokal. Secara sosial juga, persepsi pengunjung tentang kriminalitas dan penderitaan di daerah- daerah slum akan berubah, memberikan pengertian lebih dalam kepada kehidupan masyarakat yang berjuang hari demi hari untuk mendapatkan kebutuhan dasar. Pengertian yang didapat tersebut dapat mendorong wisatawan untuk bergerak dan melakukan hal yang memberi dampak positif langsung ke masyarakat, bukan sekedar mengunjungi saja.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, sisi yang telah lama membuat ahli industri pariwisata berdiskusi panjang dan lebar, adalah dampak negatif dari slum tourism ini. Seperti yang telah dibahas, betul, wisata kumuh bisa memberikan penerangan dan pengertian baru kepada wisatawan tentang ideologi dan persepsi mereka terhadap masyarakat kurang mampu, tetapi, wisata ini juga bisa memberikan visualisasi yang salah terhadap realita hidup di wilayah kumuh. Masyarakat di label sebagai orang-orang yang ‘miskin tetapi bahagia’ yang belum sepenuhnya benar. Membuat daerah kumuh menjadi sesuatu yang terasa ‘autentik’ mengurangi dampak sosial dan tragedi dari bagaimana daerah tersebut bisa menjadi kumuh. Seperti semua kategori wisata, slum tourism tetap ingin mengemukakan bagian terbaik dari mereka, memperlihatkan kemiskinan, iya, tetapi dengan lensa yang melindungi perasaan moralitas dari pengunjung. Tentu saja, sang pengelola wisata tidak mau wisatawan mereka merasa bersalah.
ADVERTISEMENT

Akhir kata, slum tourism tetap menjadi kategori wisata yang selalu akan menjadi kontroversial selama wisata itu tetap berjalan. Kehidupan manusia yang dijadikan objek wisata, tidak peduli apakah pengelolaannya baik atau tidak, secara moral akan tetap ambigu.