Konten dari Pengguna
Pajak Pigouvian: Cara Halus Negara Mengajarkan Kita Bertanggung Jawab
12 Oktober 2025 12:19 WIB
·
waktu baca 3 menit
Kiriman Pengguna
Pajak Pigouvian: Cara Halus Negara Mengajarkan Kita Bertanggung Jawab
Pajak Pigouvian adalah instrumen fiskal untuk mengatasi dampak negatif ekonomi, mendorong perilaku ramah lingkungan, dan menanamkan tanggung jawab sosial melalui kebijakan pajak yang bijak.Kayla Khairunisa hakim
Tulisan dari Kayla Khairunisa hakim tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kalau dengar kata “pajak”, kebanyakan orang langsung malas duluan. Rasanya seperti kewajiban yang bikin kantong menipis tanpa tahu ke mana uangnya pergi. Tapi ternyata, nggak semua pajak itu cuma soal memungut uang. Ada jenis pajak yang justru punya niat baik, bukan untuk menambah beban tapi untuk membuat kita semua lebih peduli. Namanya pajak Pigouvian.
ADVERTISEMENT
Istilah ini mungkin terdengar asing, tapi idenya sederhana banget. Pajak Pigouvian berasal dari pemikiran seorang ekonom Inggris, Arthur Cecil Pigou, yang bilang bahwa kadang kegiatan ekonomi kita menimbulkan dampak buruk bagi orang lain tanpa kita sadari. Misalnya, pabrik yang bikin baju murah tapi juga mengotori sungai, atau kendaraan yang bikin polusi udara di jalanan. Nah, kerusakan itu disebut externalities, efek samping yang nggak diperhitungkan dalam harga barang.
Untuk menyeimbangkan keadaan, pemerintah bisa mengenakan pajak tambahan pada aktivitas yang merugikan tersebut. Jadi, pajak ini semacam “harga” yang harus dibayar karena mencemari lingkungan atau menimbulkan dampak negatif. Dengan begitu, biaya sosial dari kegiatan itu nggak ditanggung masyarakat, tapi dibayar oleh pihak yang menimbulkannya.
ADVERTISEMENT
Contohnya, pajak karbon yang mulai diterapkan di Indonesia. Tujuannya bukan sekadar nambah kas negara, tapi bikin perusahaan mikir dua kali sebelum membakar batu bara seenaknya. Atau cukai plastik, biar kita lebih rajin bawa tas belanja sendiri. Jadi, pajak Pigouvian ini sebenarnya bukan hukuman, melainkan dorongan halus agar kita semua lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan.
Masalahnya, teori memang selalu terdengar lebih indah daripada praktik. Menentukan tarif pajak yang pas itu susah. Kalau terlalu rendah, orang tetap cuek. Tapi kalau terlalu tinggi, bisa-bisa industri gulung tikar atau harga barang melonjak. Pemerintah juga dituntut transparan: uang dari pajak lingkungan harus benar-benar dipakai untuk memperbaiki kerusakan alam, bukan malah hilang di birokrasi.
Selain itu, pajak Pigouvian juga harus adil. Jangan sampai semangat menjaga lingkungan malah bikin masyarakat kecil semakin tertekan. Misalnya, kalau pajak karbon bikin tarif listrik naik, harus ada kebijakan kompensasi supaya masyarakat berpenghasilan rendah nggak ikut terbebani. Tujuannya kan bukan bikin hidup susah, tapi mengajak semua pihak berubah pelan-pelan ke arah yang lebih baik.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, ide dasar pajak Pigouvian tetap menarik. Ia mengubah cara pandang kita terhadap pajak, dari sesuatu yang menakutkan menjadi alat perubahan. Pajak ini ngajarin kita bahwa setiap tindakan punya konsekuensi, dan kalau kita merusak lingkungan, ya harus ikut menanggung biayanya. Di sisi lain, ia juga membuka ruang bagi kebijakan publik yang lebih cerdas: bukan dengan larangan keras, tapi lewat dorongan ekonomi yang halus dan masuk akal.
Kalau diterapkan dengan serius, pajak Pigouvian bisa jadi jembatan antara ekonomi dan keberlanjutan. Bayangkan kalau setiap kali kita membayar pajak karbon, dana itu dipakai untuk menanam pohon, membangun energi bersih, atau mendaur ulang limbah plastik. Uang pajak bukan cuma angka di laporan negara, tapi jadi investasi untuk masa depan bumi.
ADVERTISEMENT
Jadi, lain kali kalau dengar ada wacana pajak plastik, cukai minuman manis, atau pajak karbon, mungkin kita nggak perlu langsung sinis. Bisa jadi, itu bukan sekadar cara negara mencari uang, tapi upaya kecil untuk membuat kita semua lebih sadar: bahwa hidup di bumi ini butuh tanggung jawab bersama. Dan kadang, tanggung jawab itu datang dalam bentuk pajak.
Salam Pajak, Briliiant!

