Konten dari Pengguna

Ditetapkan Sebagai Tersangka Kasus Korupsi, Lukas Enembe Masih Dibela Masyarakat

Keisha Nindya Nachakty
Mahasiswa Sosiologi Universitas Brawijaya
28 November 2022 7:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Keisha Nindya Nachakty tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Pejabat makan uang rakyat, mengapa masih dibela?

Pencucian Uang. Sumber foto: pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Pencucian Uang. Sumber foto: pixabay.com
ADVERTISEMENT
Apabila dikaji secara mendalam, korupsi dapat didefinisikan sebagai dua unsur yakni: Pertama, penyelewengan jabatan oleh para aparat negara atau pejabat yang melewati batas kewajaran hukum, dan Kedua, melalaikan kepentingan publik dengan lebih mengutamakan kepentingan pribadi yang dilakukan oleh para aparat negara atau pejabat yang terkait. Dari kedua unsur tersebut, Alatas (1999) cenderung mendefinisikan bahwa korupsi merupakan suatu tindakan pengingkaran amanah atau pengkhianatan.
ADVERTISEMENT
Apabila dilihat dari konteks sifat korupsi seperti itu, tidak dapat dimungkiri upaya dalam memaparkan makna korupsi memiliki kecenderungan untuk terjebak ke dalam dua tolak ukur penilaian yang belum tentu harmonis antar satu sama lain, dapat tampak antara norma hukum yang ditegakkan secara formal, dan norma umum yang meliputi kehidupan sehari-hari masyarakat. Adapun dampaknya, suatu tindakan yang termasuk ke dalam kategori korupsi apabila ditinjau secara norma hukum merupakan sebuah pelanggaran, akan tetapi belum tentu termasuk perbuatan serupa apabila dipandang dari norma umum yang berlangsung di tengah masyarakat. Hal tersebut akan dianalisis melalui sikap kontradiktif masyarakat dalam kasus Lukas Enembe yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi. Pada satu sisi, masyarakat ingin korupsi tidak ada di Indonesia, namun terdapat pula sebuah komunitas atau kelompok yang melindungi dan membela para koruptor tersebut.
ADVERTISEMENT
Usai KPK menjatuhkan ketetapan kepada Gubernur Papua, Lukas Enembe sebagai tersangka kasus korupsi, situasi Papua menjadi memanas. Hal tersebut terjadi karena sikap sebagian masyarakat yang protes dan menjalankan aksinya dalam bentuk unjuk rasa di Jayapura, mereka bergabung dalam sebuah Koalisi Rakyat Papua. Aksi demonstrasi “Save Lukas” dilakukan oleh masyarakat Papua sebagai bentuk kekecewaan atas kriminalisasi KPK terhadap kepala daerah mereka.
Sikap pembelaan terhadap Enembe juga dilakukan oleh para tokoh masyarakat, mereka mengajukan permintaan agar Lukas Enembe tidak dikriminalisasi. Mengingat peran besar yang telah dilakukan Enembe dalam membangun Papua dalam 10 tahun terakhir. Masyarakat juga berspekulasi bahwa ditangkapnya Enembe merupakan bagian dari skenario jahat pemerintah untuk menghancurkan pilar ‘Penduduk Orang Asli Papua’ atau POAP. Pemerintah tidak tinggal diam menyikapi tanggapan ini, Mahfud MD menekankan bahwa kasus ini murni dalam rangka penegakan hukum tanpa ada kaitannya dengan kasus politisi. Dugaan korupsi yang menjerat Lukas Enembe sebagai tersangka bukan hanya dalam bentuk gratifikasi, namun berkaitan dana operasional, pengelolaan dana PON, hingga pencucian uang dengan perkiraan berjumlah Rp. 560 miliar.
ADVERTISEMENT
Pada sisi lain, KPK menganggap gerakan demo ini telah dikondisikan oleh Lukas sendiri, seperti yang tertulis dalam website Indonesia Corruption Watch (ICW) bahwa KPK harus menjaring pihak-pihak yang menghambat proses hukum dengan menggunakan Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Hal ini dikarenakan terdapat pola yang biasanya dipakai oleh para tersangka korupsi untuk menghindari proses hukum, salah satunya dengan menggerakkan massa untuk menghambat aparat hukum melaksanakan penyidikan. Jika pasal tersebut diberlakukan, maka pihak yang diperintah ataupun yang memerintah dapat terjerat obstruction of justice atau suatu tindak pidana berupa upaya dalam menghalangi berjalannya proses hukum
Tidak bisa disangkal dukungan warga pada tersangka kasus korupsi Lukas Enembe ini merupakan perilaku kontradiktif masyarakat. Pada hampir semua survei masyarakat menganggap korupsi merupakan masalah serius yang harus segera diberantas. Namun, apabila tersangka yang terjerat adalah tokoh yang didukung, maka banyak argumen masyarakat yang membela pelaku dengan mengatakan bahwa kasus tersebut merupakan jebakan lawan politik, hingga dianggap hanya sebuah rekayasa. Terdapat beberapa faktor yang dapat dianalisis sebagai dorongan masyarakat untuk tetap mendukung pejabat yang melakukan tindakan korupsi. Yang pertama adalah faktor pengaruh kuat yang dimiliki kepala daerah tersebut, baik dalam bidang sumber daya maupun ekonomi. Menjadikan masyarakat bergantung pada pengaruh tersebut sehingga akan mendukung pihak meskipun menjadi tersangka kasus korupsi. Faktor kedua, adanya kesamaan latar belakang antara pendukung dan tersangka, mulai dari kesamaan suku, organisasi keagamaan, hingga organisasi kemasyarakatan yang menjadikan masyarakat mendukung koruptor.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, faktor ketiga yakni upaya tersangka dalam memelihara situasi konstituen melalui politik uang atau kebijakan yang menguntungkan pendukung. Faktor keempat adalah adanya jaringan elite yang menjadi penggerak kelompok massa melalui bayaran. Kemudian faktor kelima yang menjadi faktor krusial adalah tingkat kesadaran masyarakat terhadap hukum yang masih rendah. Dan Faktor terakhir atau faktor keenam dalam situasi penegak hukum yang dianggap tidak adil oleh masyarakat.
Dari faktor tersebut disimpulkan bahwa diperlukan sejumlah langkah dalam mencegah perilaku masyarakat yang membela tersangka korupsi pada kasus Lukas Enembe ini tidak terjadi lagi, dengan penanaman pendidikan antikorupsi yang konsisten dan kuat pada setiap lapisan masyarakat. Kemudian pemberantasan politik uang perlu ditekankan dan melakukan penegakan hukum secara adil sehingga dapat membangun citra hukum yang baik di hadapan masyarakat, dalam kasus Enembe ini diperlukan kajian komprehensif dalam menentukan fenomenanya. Dapat dilihat dari sikap kelompok masyarakat yang mendukung merasa bahwa Lukas Enembe telah mengayomi selama ini, sehingga ketika terdapat kasus melanda, masyarakat merasa mempunyai utang budi, hal ini berkaitan dengan fenomena Post Truth yang melanda yakni fabrikasi kebenaran, akibatnya kebenaran menjadi samar dikarenakan minimnya informasi atau merasa kurang diperhatikan oleh lembaga atau individu lainnya. Maka dari itu diperlukan edukasi terkait pendidikan politik juga menjadi poin penting di sini agar masyarakat memiliki benteng norma dan logika dalam menilai tindakan dari sisi baik maupun buruk secara benar.
ADVERTISEMENT