Konten dari Pengguna

Apakah Profesi Dokter Hewan Sesulit Dokter Manusia?

Keisha Rusli
Saya adalah seorang mahasiswa dari fakultas kedokteran hewan Universitas Airlangga angkatan 2024, mimpi saya adalah untuk bekerja sebagai praktisioner dokter hewan di luar negri.
24 Desember 2024 13:28 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Keisha Rusli tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Apa yang dipikirkan Anda ketika mendengar kata-kata “dokter hewan”? Dalam dunia kesehatan, seorang dokter hewan bisa terlihat sebagai anomaly. Bahkan, dokter hewan sering dianggap remeh dan dikatakan perjalanannya ‘lebih gampang’ dibandingkan dokter manusia. Padahal, menurut saya sebagai seorang mahasiswa kedokteran hewan, hal tersebut jauh dari kebenaran. Ternyata, karir dokter hewan perlu banyak banget persiapannya, loh! Seperti dokter manusia, seorang dokter hewan juga mempunyai bejibun tantangan. Yuk, simaklah artikel di bawah ini untuk mengetahui apa saja yang dihadapi seorang dokter hewan!
Seorang dokter hewan yang sedang memeriksa detak jantung anabul. Sumber foto: Pexels.
zoom-in-whitePerbesar
Seorang dokter hewan yang sedang memeriksa detak jantung anabul. Sumber foto: Pexels.
1. Komunikasi dengan Hewan dan Manusia
ADVERTISEMENT
Tentu, salah satunya tantangan yang paling besar bagi seorang praktisioner dokter hewan adalah…pasiennya sendiri. Komunikasi merupakan hal yang integral dalam proses perawatan. Namun, bagaimana seorang dokter hewan bisa berkomunikasi sama pasiennya dengan baik jika pasiennya sendiri tidak bisa berbicara?
Pertama-tama adalah anamnesis (wawancara) dengan pemilik anabul terlebih dahulu. Dalam proses wawancara tersebut, seorang dokter hewan harus melakukan komunikasi yang efektif dan terapeutik dengan pemilik anabul agar bisa ditarik sebuah diagnosa yang akurat. Saat pemilik sedang menyampaikan pesannya, kami harus mendedikasikan seluruh fokus kami kepadanya. Bahasa tubuh juga merupakan hal yang penting agar pemilik memiliki suasana hati yang baik dan bisa menyampaikan pesan mereka secara nyaman.
Di samping itu, seorang dokter hewan tetap harus memastikan bahwa informasi yang disampaikan pemilik tidak keliru. Ketika sedang memeriksa anabul, kami harus menanganinya dengan hati-hati supaya mereka (dan pemiliknya) merasa nyaman dengan kami. Oleh karena itu, jelas betapa pentingnya seorang dokter hewan untuk memiliki skill bukan hanya dalam pengetahuan teori, tetapi juga dalam berkomunikasi dengan pihak lain—baik itu hewan ataupun manusia.
ADVERTISEMENT
2. Anabul yang Agresif
Meskipun hewan tidak bisa berbicara, mereka masih bisa berekspresi melalui bahasa isyarat—nah, seorang dokter hewan juga harus peka terhadap itu. Banyak hewan mengalami rasa stres atau takut ketika berada dalam lingkungan yang baru, dan hal tersebut bisa menyebabkan mereka untuk menjadi agresif (Riemer dkk., 2021). Anabul yang agresif dapat membahayakan orang-orang di sekitarnya hingga terjadi banyak kejadian seorang dokter hewan digigit atau dicakar anabul saat memeriksanya. Maka, seorang dokter hewan perlu mengetahui cara yang tepat untuk menghadapi kasus-kasus seperti itu. Seorang dokter hewan dan rekannya harus menggunakan bahasa tubuh yang tidak mengintimidasi beserta taktik-taktik yang bisa menenangi anabul.
Pemberian makanan ke anabul saat pemeriksaan. Sumber foto: Getty Images.
3. Stres dan Beban Mental
Tahu tidak bahwa profesional dalam bidang dokter hewan jauh lebih rentan untuk mengalami gangguan kesehatan mental daripada bidang lain? Bahkan, menurut beberapa penelitian, dokter hewan memiliki risiko bunuh diri lebih tinggi diakibatkan kondisi mental yang buruk. Berdasarkan sebuah survei dengan sampel lebih dari 11.000 dokter hewan Amerika Serikat, mayoritas mempunyai riwayat depresi dan merasa tertekan secara psikologis (Nett dkk., 2015).
ADVERTISEMENT
Hal tersebut dikarenakan pekerjaan di bidang dokter hewan sangat berat secara fisik, emosional, dan finansial. Dari persiapannya aja, dokter hewan belajar anatomi dan pengobatan untuk banyak jenis hewan. Sebenarnya, seorang dokter hewan bukan cuman belajar tentang anjing dan kucing, tetapi juga hewan ternak (sapi, kambing) dan exotis. Menurut Prof drh Teguh Budipitojo MP PhD, Indonesia masih kekurangan tenaga dokter hewan dan butuh sebanyak 49.000, sehingga banyak dokter hewan sekarang mempunyai beban kerja yang sangat berat.
Seorang dokter hewan yang sedang memeluk anabul. Sumber foto: Pexels.
Nah, apakah opini Anda terhadap dokter hewan sudah berubah? Ternyata, profesi dokter hewan itu sulit sekali. Kita tidak bisa mengabaikan semua upaya yang harus dijalankan untuk menjadi seorang dokter hewan yang kompeten dan baik. Oleh sebab itu, marilah kita berapresiasi kepada para dokter hewan!
ADVERTISEMENT
(Disclaimer: Artikel ini berfokus pada dokter hewan klinis. Namun, prospek dokter hewan tidak terbatas pada itu saja! Lulusan dokter hewan bisa bekerja di banyak sektor seperti peternakan, pengolahan makanan hewan, dll.)