Konten dari Pengguna

Analisis HAM terhadap Human Trafficking Pekerja Migran Indonesia-Malaysia

Keisya Almadesty
Mahasiswa Universitas Airlangga
17 Juni 2024 10:27 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Keisya Almadesty tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar Pendukung dibuat oleh penulis
zoom-in-whitePerbesar
Gambar Pendukung dibuat oleh penulis
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Permasalahan human trafficking menjadi permasalah serius bagi semua negara didunia, berdasarkan data dari Global Report on Trafficking in Persons 2022, United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) di Kawasan Asia Tenggara jumlah korban perdagangan pada tahun 2020 mencapai angka 0,34 korban per 100.000 penduduk. Tercatat bahwa peningkatan kasus human trafficking semakin meningkat dimana tahun 2020, perdagangan orang di kawasan Asia Timur dan Pasifik di dominasi oleh perempuan dengan total 58%, kelompok laki-laki dewasa 18%, anak Perempuan 21%, dan anak laki-laki 3% Indonesia telah memiliki beberapa peraturan hukum yang telah dibuat namun hal tersebut belum bisa menjadi sebuah solusi terbaik untuk menyelesaikan permasalahan perdagangan di ruang lingkup global. Fakta yang terjadi di lapangan Indonesia masih menepati urutan pertama negara yang melakukan perdagangan manusia kepada negara Malaysia yaitu sekitar 475 orang.
Gambar 2. Jumlah Perdagangan Manusia Indonesia di Malaysia; Sumber: East Asia and The Pacific Issue (2018)
Banyak kasus perdagangan manusia terjadi di Malaysia baik di dalam negeri maupun internasional. Dari tahun 2015 hingga 2016, jumlah korban perdagangan manusia meningkat secara signifikan, dan jumlah pelaku yang ditangkap pihak berwenang pada tahun tersebut juga meningkat. Berdasarkan Global Trafficking in Persons Report, terdapat warga negara Indonesia yang menjadi korban perdagangan manusia di Malaysia, karena Indonesia merupakan negara dengan jumlah korban perdagangan manusia tertinggi di Malaysia, bersama dengan Vietnam. Kawasan Asia Timur dan Pasifik, tercatat 475 korban warga negara Indonesia antara tahun 2014 dan 2017.
ADVERTISEMENT
Dilansir dari detiknews.com kamis 12 Desember 2023 terjadi sebuah permasalahan perdagangan manusia, dimana kepolisian Malaysia berhasil menangkap 53 orang Warga Negara Indonesia di Bukit Aman. Penggerebekan yang dilakukan oleh pihak negara Malaysia dilakukan dalam sebuah rumah yang dijadikan tempat transit, selain 53 orang Warga Negara Indonesia penangkapan juga dilakukan kepada 4 agen yang membantu masuk dan keluar dari Indonesia ke Malaysia melalui jalur yang tidak resmi. Permasalahan tersebut 53 orang dan 4 agen Warga Negara Indonesia menyebabkan mereka harus menjalani hukuman yang dikenai pasal oleh negara Malaysia yaitu Pasal 26A Undang-Undang Anti-Perdagangan Manusia dan Anti-Penyelundupan Migran serta Pasal 6(1)(c) dan 15(1)(c) Undang-Undang Imigrasi.
Pasal 26A Offence of smuggling of migrants
ADVERTISEMENT
“Any person who carries out smuggling of migrants commits an offence and shall, on conviction, be punished with imprisonment for a term not exceeding fifteen years, and shall also be liable to fine, or to both” Pasal 26A telah menyebuktan bahwa barang siapa terbukti melakukan penyeludupan migran akan mendapatkan sanksi hukuman penjara minimal 15 tahun penjara atau denda, ataupun keduanya.
Undang-Undang Imigrasi
Pasal 6(1)(c) : Pasal 6 mengatur terkait dengan pengendalian seseorang warga negara yang bukan negara Malaysia untuk masuk dimana dijelaskan pada ayat 1 “tidak seorang pun selain warga negara boleh memasuki Malaysia kecuali….” Poin c menjelaskan “dia a mempunyai Surat Izin sah yang diberikan kepadanya untuk memasuki Malaysia”.
ADVERTISEMENT
Pasal 15(1)(c) : Sedangkan pasal 15 menjelaskan terkait dengan pengaturan masuk atau kehadiran yang melanggar hukum di Malaysia. Ayat 1 Menjelaskan terkait dengan “Tanpa mengurangi ketentuan lain dalam Undang-undang ini yang melarang seseorang untuk tinggal di Malaysia, seseorang tidak boleh tinggal di Malaysia“ dan poin c menyebutkan bahwa “setelah berakhirnya jangka waktu setiap Pass yang berkaitan dengan atau diterbitkan kepadanya”
Indonesia juga telah membuat beberapa kebijakan untuk menghindari terjadinya sebuah kejahatan perdagangan manusia. Upaya Indonesia untuk mengatasi kasus perdagangan manusia termasuk meratifikasi Protokol Palermo, ikut mendirikan Bali Process, dan bekerja sama dengan Australia, Filipina, dan banyak negara lain yang telah bergabung dalam forum internasional ini untuk memerangi masalah ini hubungan multilateral dengan negara lain. Selanjutnya pada tahun 2007, pemerintah Indonesia mengundangkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Penghapusan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), dan pada tahun berikutnya, pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 69 Tahun 2008 yang mengatur tentang pencegahan tindak pidana perdagangan orang kejahatan perdagangan manusia. Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
ADVERTISEMENT
Pemerintah Indonesia telah berhasil meningkatkan perlindungan bagi pekerja migran di luar negeri melalui berbagai perjanjian kerja sama. Ini termasuk perjanjian antar pemerintah (G to G), perjanjian antara pemerintah dengan organisasi non-pemerintah (Go to NGO), serta kerja sama dengan instansi pemerintah, organisasi keagamaan, sektor swasta, dan antar sektor swasta sendiri. Perjanjian G-to-G antara negara penerima tenaga kerja Indonesia (TKI) diwujudkan dalam bentuk Memorandum of Understanding (MoU), perjanjian, atau perjanjian bilateral. Namun, kerja sama G-to-G ini sering kali tidak didasarkan pada nota kesepahaman yang kuat dan hanya mengikuti ketentuan Konvensi Wina 1963 yang mengharuskan perwakilan asing untuk menghormati kedaulatan otoritas negara tuan rumah.