Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
PERAN GURU SEBAGAI FASILITATOR DI ERA NEW NORMAL
15 Agustus 2020 15:25 WIB
Tulisan dari Keke Anzeli tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di era new normal ini, tidak dapat dipungkiri bahwa peran guru sangat dibutuhkan di masyarakat seiring dengan semakin berkembangnya teknologi yang berasal dari negara-negara maju. Kehidupan masyarakat sekarang sangat bergantung pada teknologi tersebut, mungkin sudah membudaya, sedangkan budaya negara-negara maju tersebut sangat berbeda dengan budaya masyarakat indonesia.
ADVERTISEMENT
Dalam dunia pendidikan, peran guru sebagai fasilitator harus bisa dilaksanakan oleh para tenaga pendidik bagaimana memberikan pelayanan kepada para siswa untuk memudahkan proses kegiatan pembelajaran. Setiap guru pasti mempunyai metode dan cara yang berbeda untuk mencapai tujuan utama mencerdaskan masyarakat indonesia. Oleh karena itu, guru merupakan salah satu perangkat terpenting dalam proses kemajuan bangsa indonesia.
Dalam konteks pendidikan, istilah fasilitator semula lebih banyak diterapkan untuk kepentingan pendidikan orang dewasa (andragogi), khususnya dalam lingkungan pendidikan non formal. Namun sejalan dengan perubahan makna pengajaran yang lebih menekankan pada aktivitas siswa, belakangan ini di Indonesia istilah fasilitator pun mulai diadopsi dalam lingkungan pendidikan formal di sekolah, yakni berkenaan dengan peran guru pada saat melaksanakan interaksi belajar mengajar.
ADVERTISEMENT
Peran guru sebagai fasilitator membawa konsekuensi terhadap perubahan pola hubungan guru-siswa, yang semula lebih bersifat “top-down” ke hubungan kemitraan. Dalam hubungan yang bersifat “top-down”, guru seringkali diposisikan sebagai “atasan” yang cenderung bersifat otoriter, sarat komando, instruksi bergaya birokrat, bahkan pawang, sebagaimana disinyalir oleh Y.B. Mangunwijaya (Sindhunata, 2001). Sementara, siswa lebih diposisikan sebagai “bawahan” yang harus selalu patuh mengikuti instruksi dan segala sesuatu yang dikehendaki oleh guru.
Guru merupakan suatu profesi, yang berarti suatu jabatan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru dan tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang pendidikan, walaupun pada kenyataannya masih terdapat hal-hal tersebut diluar bidang kependidikan. Purwanto (1997:138) menjelaskan bahwa orang yang diserahi tanggung jawab sebagai pendidik di lingkungan sekolah adalah guru.
ADVERTISEMENT
Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa sebagai fasilitator, guru berperan memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran.
Peran guru sebagai fasilitator membawa konsekuensi terhadap perubahan pola hubungan guru-siswa, yang semula lebih bersifat “top-down” ke hubungan kemitraan. Dalam hubungan yang bersifat “top-down”, guru seringkali diposisikan sebagai “atasan” yang cenderung bersifat otoriter, sarat komando, instruksi bergaya birokrat, bahkan pawang, sebagaimana disinyalir oleh Y.B. Mangunwijaya (Sindhunata, 2001). Sementara, siswa lebih diposisikan sebagai “bawahan” yang harus selalu patuh mengikuti instruksi dan segala sesuatu yang dikehendaki oleh guru.
Berbeda dengan pola hubungan “top-down”, hubungan kemitraan antara guru dengan siswa, guru bertindak sebagai pendamping belajar para siswanya dengan suasana belajar yang demokratis dan menyenangkan. Oleh karena itu, agar guru dapat menjalankan perannya sebagai fasilitator seyogyanya guru dapat memenuhi prinsip-prinsip belajar yang dikembangkan dalam pendidikan.
ADVERTISEMENT
Terkait dengan sikap dan perilaku guru sebagai fasilitator, di bawah ini dikemukakan beberapa hal yang perlu diperhatikan guru untuk dapat menjadi seorang fasilitator yang sukses:
1. Mendengarkan dan tidak mendominasi.
Karena siswa merupakan pelaku utama dalam pembelajaran, maka sebagai fasilitator guru harus memberi kesempatan agar siswa dapat aktif. Upaya pengalihan peran dari fasilitator kepada siswa bisa dilakukan sedikit demi sedikit.
2. Bersikap sabar.
Aspek utama pembelajaran adalah proses belajar yang dilakukan oleh siswa itu sendiri. Jika guru kurang sabar melihat proses yang kurang lancar lalu mengambil alih proses itu, maka hal ini sama dengan guru telah merampas kesempatan belajar siswa.
3. Menghargai dan rendah hati.
Guru berupaya menghargai siswa dengan menunjukan minat yang sungguh-sungguh pada pengetahuan dan pengalaman mereka
ADVERTISEMENT
4. Mau belajar.
Seorang guru tidak akan dapat bekerja sama dengan siswa apabila dia tidak ingin memahami atau belajar tentang mereka.
5. Bersikap sederajat.
Guru perlu mengembangkan sikap kesederajatan agar bisa diterima sebagai teman atau mitra kerja oleh siswanya
6. Bersikap akrab dan melebur.
Hubungan dengan siswa sebaiknya dilakukan dalam suasana akrab, santai, bersifat dari hati ke hati (interpersonal relationship), sehingga siswa tidak merasa kaku dan sungkan dalam berhubungan dengan guru.