Coaching, Sebuah Teknik Bertanya Tanpa Menggurui

Kelik Novidwyanto Wibowo
Sejak kuliah telah menekuni dunia penulisan baik sebagai penulis maupun penyunting. Menyelesaikan studi S-1 di jurusan Ilmu Ekonomi Pembangunan, di Kota Jogja. Tahun 2021, menempuh studi Magister Manajemen di UST, Yogyakarta.
Konten dari Pengguna
8 Juni 2021 15:28 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kelik Novidwyanto Wibowo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Seorang ayah bertanya kepada anaknya. Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Seorang ayah bertanya kepada anaknya. Pixabay
ADVERTISEMENT
Sekian abad lalu Socrates (470 SM-399 SM) mengajak kita berdaulat dengan pikiran dan menggali potensi melalui pertanyaan-pertanyaan. Sayangnya metode ini lambat laun ditinggalkan. Kita lebih suka disuapi dan menyuapi, lebih suka memberitahu dan diberitahu.
ADVERTISEMENT
Masyarakat lebih suka hal-hal pragmatis seperti tips menjadi kaya, cara menambah saldo rekening, atau rahasia sukses bisnis tanpa modal. Di sekolah kita juga lebih suka dijejali dengan teori-teori, rumus-rumus dan cara-cara pengajaran konvensional dari guru atau dosen.
Sementara di wilayah religi, kita paling demen menyimak ceramah-ceramah pemuka agama tanpa sikap kritis. Tak heran jika paham-paham beragama secara puritan, dogmatis, dan fatalis lebih diminati karena tidak memicu kita untuk capek-capek berpikir. Pokoknya kami dengar dan kami taat.
Sebenarnya kita tak harus melulu mendengar dan menyimak ceramah atau tips-tips dari para ahli atau mentor yang membosankan. Ada sebuah metode pengembangan diri yang jauh dari kata menggurui, namanya “coaching”. Metode ini menggunakan teknik bertanya ala Socrates.
ADVERTISEMENT
Mengakrabi Coaching
Tidak ada definisi paling pas untuk menjelaskan istilah “coaching”. Jika merujuk kamus Merriam-Webster, arti coaching adalah “to instruct, to direct or to train intensively“, artinya memberikan instruksi, bimbingan atau pelatihan intensif.
Secara lebih menukik, ICF (International Coach Federation), sebuah organisasi coaching dunia yang dibentuk tahun 1995, mendefinisikan coaching sebagai hubungan kemitraan antara coach dan individu yang dijalin melalui proses kreatif untuk memaksimalkan potensi personal dan profesional dirinya.
Coaching menggunakan teknik percakapan eksploratif dua arah untuk menggali ide dan memperkuat keyakinan coachee (orang yang menerima coaching) untuk mengenali potensi dirinya dan melakukan tindakan optimal. Metode ini bersifat menggiring, berbeda dengan mentoring atau training yang sifatnya memberikan instruksi satu arah.
ADVERTISEMENT
Walaupun teknik coaching ini tidak murni seperti metode dialektika Socrates (Socrates Method) yang berupa percakapan, perdebatan antara dua orang atau lebih melalui deretan pertanyaan, namun teknik ini menyerupai dalam penggalian gagasannya. Strategi ini sama-sama menekankan dialog-dialog pemikiran sebagai usaha mengungkapkan sesuatu objek pembahasan menuju pada hakikat terdalamnya.
Model Coaching G.R.O.W
Salah satu model coaching paling popular adalah GROW, singkatan dari 4 tahapan struktur sesi coaching yaitu: Goal – Reality – Options – Will (G.R.O.W). Tahapan pertama, yaitu “Goal” berfokus pada tujuan masa depan yang hendak dicapai. Tujuan ini bisa jangka pendek atau jangka panjang.
Tahapan kedua, “Reality” berfokus pada kesadaran akan kondisi saat ini. Irisan antara Goal (tujuan/harapan) dan Reality (kenyataan saat ini) akan memicu langkah-langkah apa yang perlu diupayakan.
ADVERTISEMENT
Pada tahapan ketiga, “Options”, seorang coach akan menggiring coachee untuk melakukan ‘brainstorming’ ke dalam dirinya sendiri. Mengenali, menggali serta menemukan potensi untuk mencapai tujuannya. Dari ide-ide ini, coachee akan digiring untuk memetakan alternatif-alternatif solusi atau langkah yang bisa diambil untuk menghadapi tantangan dalam meraih tujuannya (Goal).
Dalam tahapan keempat yaitu ‘Will’ alias ‘willingness to act’, atau ‘way forward’, coachee akan dibimbing untuk menemukan dan membuat komitmen berupa langkah atau rencana nyata untuk mewujudkan pilihan yang telah diambilnya. Langkah-langkah ini sifatnya kongkrit dan terukur, serta jelas jangka waktunya.
Contoh penerapan model G.R.O.W ini bisa ditunjukkan ketika seorang ayah yang bertindak sebagai coach, melakukan coaching kepada anaknya (coachee). Pada tahapan Goal (tujuan), ayah akan bertanya misalnya mengenai cita-cita sang anak. “Apa cita-citamu, nak?” Bisa saja dijawab tidak tahu atau jawaban nyeleneh lainnya. Sang ayah tidak perlu emosi, melainkan memberikan stimulus berupa contoh atau analogi. Seperti memberikan pertanyaan susulan: “Siapa tokoh yang kamu sukai? Apakah kamu pengin menjadi seperti dia?”
ADVERTISEMENT
Pada tahapan “Reality” (saat ini) sang ayah mengajak anak untuk melihat situasi saat ini dan mengenali hambatan yang ada. Misalnya anak ternyata mempunyai goal menjadi seorang novelis, maka ia perlu diajak mengenali apa sih yang telah dilakukannya sejauh ini untuk menjadi novelis? Pertanyaan sang ayah bisa seperti ini: “Jika kamu pingin menjadi novelis, apa saja yang sudah kamu lakukan sejauh ini?”
Tahapan “Option” yaitu tahapan curah gagasan bertujuan untuk menggali ide, lazimnya diwakili dengan pertanyaan: ”Strategi atau langkah apa saja yang akan kamu lakukan agar bisa menjadi novelis? Atau “Pengetahuan apa saja yang dibutuhkan seorang novelis?” Jawaban sang anak bisa bermacam-macam, namun pada konteks syarat menjadi novelis, jawaban paling tepat adalah pengetahuan tulis-menulis.
ADVERTISEMENT
Untuk tahapan terakhir yaitu “Will”, sang ayah perlu bertanya dengan pertanyaan-pertanyaan yang menggiring kepada langkah-langkah taktis, seperti: “Kapan kamu akan memulai belajar tulis-menulis?” Atau pertanyaan lain yang menggiring pada langkah-langkah konkret: “Apakah besok kamu sudah bisa mendaftarkan kursus menulis?”
Coaching Sebagai Alternatif Pengembangan Diri
Teknik coaching tentu berbeda dengan teknik pengembangan diri lainnya, seperti konseling, mentoring, training atau motivating. Jika yang lain memfokuskan pada cara mengisi gelas kosong dan satu arah, coaching berfokus pada dialog dua arah atau penyadaran diri (awareness) melalui rangkaian pertanyaan.
Disclaimer-nya, pertanyaan dalam teknik coaching bukanlah pertanyaan ala detektif atau integrator, melainkan cara bertanya yang membuat seseorang yang dicoaching merasa nyaman dan percaya pada dirinya sendiri.
ADVERTISEMENT
Seseorang membutuhkan coaching ketika ingin melejitkan potensinya untuk memperoleh performa diri yang optimal. Caranya bukan dengan menuntun dan mengarahkan. Alih-alih mendoktrin atau memaksakan gagasannya, seorang coach lebih memposisikan diri sebagai mitra dan sahabat.