Memaknai Keikhlasan dari Sudut Pandang Quantum Ikhlas

Kelik Novidwyanto Wibowo
Sejak kuliah telah menekuni dunia penulisan baik sebagai penulis maupun penyunting. Menyelesaikan studi S-1 di jurusan Ilmu Ekonomi Pembangunan, di Kota Jogja. Tahun 2021, menempuh studi Magister Manajemen di UST, Yogyakarta.
Konten dari Pengguna
30 Maret 2023 12:39 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kelik Novidwyanto Wibowo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Secara etimologis "ikhlas" berasal dari bahasa Arab "kha-la-sha" yang berarti jernih, suci, murni. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Secara etimologis "ikhlas" berasal dari bahasa Arab "kha-la-sha" yang berarti jernih, suci, murni. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pada suatu hari yang terik, seekor anjing berjalan sempoyongan mengelilingi sebuah sumur sembari menjulurkan lidahnya karena kehausan. Tingkah laku anjing nan kepayahan itu nampak oleh seorang wanita yang masyur sebagai pezina di dataran itu.
ADVERTISEMENT
Refleks ia melepas sepatunya lalu menimba air untuk memberi minum sang anjing. Sebagaimana diriwayatkan dalam hadist Muslim, Si wanita pezina itu pun diampuni dosanya karena amalannya.
Lalu akan muncul pertanyaan, apakah setiap orang yang menolong anjing pasti akan mendapatkan ampunan? Belum tentu. Menurut pendapat beberapa mufassir, wanita ini mendapatkan ampunan karena menolong anjing yang kehausan dengan dasar iman dan keikhlasan di hatinya.
Contoh keikhlasan yang paling familiar berasal dari kisah Asiyah, istri Raja Firaun. Ia disebut rasulullah saw sebagai salah satu dari keempat wanita pemuka ahli surga. Asiyah menolak mengakui suaminya sebagai Tuhan dan memilih untuk disiksa dengan dijemur di atas terik matahari.
Pada akhirnya Asiyah ridho dengan takdirnya ketika harus meninggal akibat ditimpa batu besar di dadanya. Kemuliaan Asiyah berasal dari keimanannya dan keikhlasannya menerima takdir dariNya. Konon, sebelum batu besar menimpanya, Asiyah dibukakan penglihatan tentang surgaNya. Ia ikhlas akan takdirnya sehingga ruhnya telah keluar dengan damai sebelum batu besar meremukkan tubuhnya.
Ilustrasi berdoa. Foto: Shutterstock
Jika diartikan secara etimologis (bahasa), kata ikhlas berasal dari bahasa arab “kha-la-sha” yang secara harfiah memiliki arti membersihkan (jernih, bersih, suci dari pencemaran, suci dari campuran). Sedangkan secara terminology (istilah), ikhlas didefinisikan sebagai niat yang murni semata-mata mengharapkan penerimaan dari Tuhan dalam melakukan suatu perbuatan , tanpa menyekutukan dengan yang lain.
ADVERTISEMENT
Menurut Al-Ghazali, ikhlas adalah suatu aktivitas atau amal kebaikan yang semata-mata ditujukan karena Allah SWT, bukan karena mengharap pujian dari manusia.
Melihat kisah-kisah serta definisi ikhlas di atas, kita akan disuguhkan pada pertanyaan lanjutan: Apakah keikhlasan bisa dipelajari dan diamalkan secara instan tanpa harus terjebak dalam etimologi agama? Apalagi di era kiwari, dimana generasi saat ini memiliki keengganan untuk berpikir mendalam karena dididik serba instan oleh gadget.

Quantum Ikhlas

Ilustrasi self healing. Foto: U__Photo/Shutterstock
Terminologi ikhlas bersanding dengan terminologi quantum di tangan Erbe Sentanu. Di dalam bukunya yang berjudul “Quantum Ikhlas”, sang penulis menjelaskan bahwa dalam kondisi ikhlas, otak akan memproduksi hormon kebahagiaan yaitu serotonin dan endorphin.
Kedua hormon ini dapat memicu rasa nyaman, tenang, dan bahagia. Ketika memasuki zona ikhlas, bertumbuhlah beragam energi positif, rasa sukur, rasa sabar, serta fokus. Kondisi ikhlas akan memicu perasaan bertenaga. Energi ikhlas kemudian menyebar ke setiap jengkal tubuh, membuat imunitas tubuh meningkat, pembuluh darah terbuka lebar, detak jantung stabil, dan memaksimalkan kapasitas indera.
ADVERTISEMENT
Jika dilihat dari dekat secara kasat mata, maka benda-benda di sekeliling kita seolah-olah padat tanpa rongga. Namun jika dilihat menggunakan alat bantu-misal dengan mikroskop nuklir-, semua benda di sekitar kita sesungguhnya tidaklah padat sama sekali, melainkan berongga yang berisi getaran energi quanta.
Energi ini bergerak sedemikian cepatnya sehingga terlihat padat oleh indra penglihatan kita dan terasa padat oleh indra peraba kita. Di level quanta semua benda sebenarnya menyatu dan tidak terpisah dan mempunyai hukum yang unik (Sentanu, 2007: 5-9)
Melalui alat bernama Electroencephalography (EEG), kita dapat melihat bahwa gelombang otak memancarkan gelombang sesuai kondisi jiwa seseorang. Ada 4 (empat) kategori gelombang otak, yaitu beta (14-100 Hz), alfa (8-13,9 Hz), theta (4-7,9 Hz), dan delta (0,1-3,9 Hz). Pikiran sadar (conscious mind) diasosiasikan dengan gelombang beta, sedangkan pikiran bawah sadar (subconscious mind) diasosiasikan dengan alfa.
ADVERTISEMENT
Keberadaan zona ikhlas membentang antara gelombang alfa dan theta pada otak manusia. Zona ikhlas berada pada frekuensi antara 8 hz hingga 13.9 hz atau berada dalam gelombang alfa. Contoh seseorang yang berada dalam gelombang alfa atau kondisi rileks adalah ketika tengah melamun, mengantuk atau berkhayal. Kebanyakan anak-anak berada dalam zona atau frekuwensinya alfa, indikasinya mereka selalu jujur, polos, lepas dan tak pernah larut dalam kesedihan.
Jiwa anak-anak cenderung murni. Selanjutnya zona ikhlas juga membentang di antara frekuensi 4 hz hingga 7.9 hz atau berada dalam gelombang theta. Di mana dalam kondisi ini pikiran terkondisi kreatif sekaligus inspiratif. Pikiran menjadi khusyuk, rileks yang dalam, hening, dan amat intuitif.
Secara umum manusia hanya memanfaatkan 12 % pikiran sadarnya, sedang 88 % lainnya merupakan kekuatan bawah sadar hanya muncul dalam bentuk “perasaan”-nya. Di perbatasan pikiran sadar dan bawah sadar ada filter yang disebut Reticular Activating System (RAS). (Sentanu, 2007: 87). Pikiran bawah sadar inilah yang lazim disebut menggunakan “hati”nya.
ADVERTISEMENT
Candace B. Pert, sebagaimana dikutip Sentanu dalam Molecules of Emotion, menjelaskan bahwa aktivitas perasaan bawah sadar (subconscious mind) bukan saja terjadi di otak melainkan di seluruh sel tubuh manusia. Dengan kata lain, ketika kita menggunakan perasaan, kita sedang memanfaatkan seluruh potensi kecerdasan di tubuh kita. Pikiran bawah sadar juga menyimpan hal-hal berikut (Sentanu, 2007: 90):
Dus, semakin pandai menyetel otak pada frekuensi alfa atau theta, maka akan semakin mudahlah hidup kita, begitu klaim sang penulis. Menurutnya frekuensi ini menyuguhkan kelezatan hidup sesungguhnya, rasa syukur dan rasa nyaman. Ukuran sukses (kebahagiaan) yang sesungguhnya ditentukan oleh keberhasilan merasakan pikiran bahagia.